Belajar dari Budaya Kerja Jepang: Jam Kerja Panjang Bukan Segalanya

Rizki Adis Abeba | 18 Maret 2017 | 23:59 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Dalam tradisi Jepang dikenal istilah bushido, semangat yang mendasari nilai-nilai kehidupan golongan Samurai, yang rela mati demi membela negara. 

Ketika seseorang melakukan kesalahan, spirit bushido membuat warga Jepang tidak segan-segan mengaku bersalah, meminta maaf, atau sampai melakukan tindakan ekstrem seperti mengundurkan diri bahkan bunuh diri. 

Dalam bidang pekerjaan, spirit bushido juga menjadi buah simalakama. 

Jika tidak mati bunuh diri karena malu setelah melakukan kesalahan, tidak sedikit pekerja yang mati karena terlalu lelah bekerja atau populer dengan istilah karoshi.

Kasus karoshi terakhir yang menghebohkan menimpa Matsuri Takahashi, pekerja berusia 24 tahun yang bunuh diri dengan melompat dari gedung. Ia karyawan perusahaan periklanan Dentsu. Dari cuitan terakhir di akun Twitternya, Takahashi diketahui mengalami kelelahan kerja. 

“Sekarang pukul 4 pagi. Tubuhku bergetar. Aku seperti ingin mati,” itulah bunyi salah satu cuitannya beberapa saat sebelum ditemukan tewas pada Desember tahun lalu. 

Setelah insiden itu, diketahui Takahashi telah melalui 105 jam lembur dalam satu bulan. Presiden dan Kepala Eksekutif Dentsu, Tadashi Ishii, menghadapi kasus ini dengan mengusung bushido. Ia mengumumkan pengunduran dirinya, terhitung Maret tahun ini.

Budaya lembur di Jepang yang ekstrem berpengaruh pada tingkat karoshi. Melalui studi yang dilakukan pada Oktober 2016, untuk mengetahui kasus karoshi dan penyebab-penyebab kematian korban, ditemukan, lebih dari 20 persen dari seribu responden mengakui setidaknya lembur selama 80 jam dalam sebulan. 

Lalu 50 persen responden mengatakan tidak pernah mengambil cuti liburan. Padahal, pekerja di Jepang mendapat jatah cuti tahunan hingga 22 hari.

Selain karena beban pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, cuti dipandang merepotkan karena mereka harus melimpahkan pekerjaan kepada orang lain selama cuti. 

Merepotkan orang lain adalah hal yang memalukan di Jepang. Akibatnya, mereka bekerja hingga tenaga benar-benar habis. 

Ini sebabnya karoshi bukan sekadar kematian akibat bunuh diri. Dalam banyak kasus, karoshi bisa disebabkan kecelakaan akibat kurang konsentasi setelah lelah bekerja, serangan jantung, dan strok.

Awal tahun ini, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe meluncurkan “reformasi gaya kerja” untuk mengurangi tingkat karoshi. Salah satunya dengan menganjurkan pengambilan hak cuti bagi para pekerja. Beberapa perusahaan swasta di Jepang juga mulai berbenah. 

Dentsu sendiri mulai membudayakan karyawan agar mengambil setidaknya 5 hari cuti setiap enam bulan. Mereka juga mematikan lampu kantor pada jam 10 malam sebagai pertanda agar karyawan segera pulang. 

Perusahaan lain, misalnya perusahaan perdagangan Itochu Corporation, memberikan opsi jam lembur pada pagi hari, dengan membuka kantor mulai jam 5 pagi untuk menghindari pekerja tertahan di kantor hingga larut malam.

Bagaikan dua sisi mata uang, budaya kerja orang Jepang menyimpan sisi positif dan negatif, sehingga ada baiknya Anda tidak menirunya secara utuh.

Tirulah kedisiplinan tinggi, ketepatan waktu, dan loyalitas mereka. Namun jaga keseimbangan kerja dengan kehidupan pribadi. Yang terpenting adalah bekerja secara efektif dan efisien, karena jam kerja yang panjang ternyata bukan jaminan keberhasilan dan kebahagiaan Anda.

 

(riz/gur)

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait