Kisah Hancurnya Perasaan Asri Welas Ketika Bayinya Divonis Katarak

Vallesca Souisa | 23 September 2017 | 15:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Rayyan Gibran Ridha divonis menderita katarak saat berusia 3 bulan. Hati sang ibunda, Asri Welas (38) hancur.

Tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada putranya, Asri membawa ke rumah sakit untuk segera diambil tindakan operasi kedua matanya. Operasi berjalan lancar. Selang berapa lama, Gibran diare sampai 15 kali dalam sehari hingga menyebabkan hemoglobinnya menurun. Asri tak habis pikir, mengapa serentetan penyakit dialami anaknya? 

Katarak yang diidap Gibran hingga mengancam penglihatannya membuat heran teman-teman Asri. Bagaimana bayi bisa terkena katarak? Bukankah gangguan mata ini biasanya dialami orang dewasa? Apa yang terjadi pada Gibran, membuka mata Asri. Ternyata banyak bayi lain mengalami masalah serupa. Faktor penyebabnya pun variatif. 

Asri Welas mengingat kali pertama menyadari ada sesuatu yang janggal pada mata anaknya saat berlibur bersama keluarga di Jepang, Juni lalu. Gibran baru berusia 2 bulan saat itu.

“Saat di Jepang itu suami saya yang kali pertama melihat, kok di mata Gibran ada dua titik putih begitu? Saya tadinya enggak memperhatikan sedetail itu. Setelah saya lihat dengan detail, iya ya ada dua titik putih. Ini apa, sih?” kenang Asri. 

Penasaran, wanita kelahiran Yogyakarta 7 Maret 1979 ini sampai memperhatikan bayi-bayi lain yang ditemui di Jepang. Melihat apakah mata mereka juga ada titik putihnya seperti Gibran.

“Saya melihat mata beberapa bayi. Enggak ada titik putih di mata mereka. Lama-kelamaan saya merasa titik putih di mata Gibran sepertinya semakin besar. Saya cemas banget dan langsung pengin cepat-cepat pulang ke Jakarta, menemui dokter,” Asri bercerita. 

Setiba di Jakarta, Asri tidak bisa langsung ke dokter karena libur panjang Idul Fitri. Jadwal ke dokter pun mundur. Asri baru membawa Gibran ke dokter anak sekalian melakukan imunisasi pada Juli. Kepada dokter, Asri bertanya soal mata Gibran, “Dok, kenapa, ya di kedua mata Gibran ada titik putih?” 
Sang dokter terkejut mendengarnya. Setelah melihat mata Gibran dengan seksama, dia lebih terkaget-kaget lagi.

“Dokternya Gibran langsung bilang, 'Aduh ibu!' Ini bikin saya panik. Mendengar dokter bilang aduh, ibu mana yang enggak langsung khawatir?” kata Asri. Darah Gibran langsung dicek. Tidak hanya itu, kondisi kepala dan jantungnya juga dicek. “Alhamdulilah jantungnya enggak bocor. Otaknya juga juga enggak ada apa-apa,” Asri bersyukur. 

Asri kemudian diminta ke dokter spesialis mata dan ia memilih Prof. Dr. Rita Sitorus. Dia praktik di Rumah Sakit Pondok Indah dan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Mata Gibran dites satu per satu lewat beberapa tahapan tes. Dilihat bagaimana respons matanya.

“Dari yang disinari senter, lalu dikasih benda di hadapannya. Jadi ada objek yang bergerak tapi tidak berwana dan tidak ada bunyi, ditaruh di depan matanya,” ceritanya.

Asri Welas kaget mata anaknya sama sekali tidak merespons objek itu. “Dokter bilang, 'Asri, ini kamu lihat sendiri enggak ada respons, ya.' Ya Allah! Perasaanku sudah kayak apa. Lesu. Langit rasanya runtuh,” ucap Asri pasrah. Ia kalut. Ia khawatir anaknya tidak bisa melihat. Dokter berusaha menenangkan dan mengatakan bisa melihat atau tidak, tidak semudah itu dapat terjawab. 

Kata Dokter, perlu serangkaian tes panjang untuk memastikan mata Gibran bisa melihat atau tidak. Retinanya harus diperiksa. Apakah ada objek tertentu di matanya? Tumor misalnya. Saraf di bagian matanya juga diperiksa.

“Setelah pemeriksaan retina, diketahui ini positif katarak. Tapi kataraknya seperti apa? Dilihat lagi retina belakangnya, menempel apa tidak sarafnya? Kalau tidak menempel, maka tidak bisa melihat,” jelas Asri.

 

(val / gur)

 

Penulis : Vallesca Souisa
Editor : Vallesca Souisa