Laskar Pelangi 2, Edensor: Menanjak Di Awal, Lalu Stabil Sampai...

Wayan Diananto | 6 Januari 2014 | 11:40 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - SEBERAT-beratnya tugas dalam industri film di dunia (barangkali) membuat sekuel dari film yang sangat laris.

Tugas mahaberat itu tahun ini menggelayut di pundak Benni Setiawan, kolektor tiga piala Citra untuk Sutradara Terbaik dan Penulis Naskah Terbaik. Film Laskar Pelangi (2008) hingga saat ini memegang rekor abadi 4,6 juta penonton. Sang Pemimpi (2009) menyihir 1,8 juta pasang mata. Empat tahun berlalu, barulah sekuel keduanya dibuat. Edensor.

Anda masih ingat Ikal (Zulfanny)? Bocah yang menangis saat ditinggal sahabatnya, Lintang, itu menjemput impian di Sorbone, Perancis. Ikal (Lukman Sardi) bersama Arai (Abimana Aryasatya) hidup dari beasiswa dan kerja part time. Di kelas, Ikal bergaul dengan Gonzales (Paris Laurent), Manooj (Gregory Navis), dan Ninocckha (Emma Chaibedra). Mereka dijuluki The Pathetic Four. Eropa membuka mata Ikal tentang cinta.

Ia berkenalan dengan Katya (Astrid Ross). Hubungan ini membuat prestasi Ikal menurun, memantik perselisihan dengan Arai. Pada akhirnya, Ikal sadar wajah cinta pertamanya tidak pernah pudar. Aling (Shalvynne Chang) masih mengisi hati Ikal. Dan ternyata, Aling ada di Eropa!

Sulit membayangkan seperti apa Edensor sampai Anda menyaksikannya. Dari bisik-bisik yang kami dengar, Edensor awalnya dipegang Putrama Tuta dan penulis skenario lain. Karena satu dan lain hal Edensor jatuh ke tangan Benni. Konon, sutradara 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta itu menganut "prinsip" menyutradarai film yang naskahnya ditulis sendiri. Benni me-rewrite naskah. Lalu memfilmkannya.

Benni memulai film ini dengan perkenalan cepat. Mungkin dengan pertimbangan karakter Ikal, Arai, dan Aling sudah diakrabi penonton. Dimulai dengan pengusiran Ikal dan Arai dari penginapan, pertemanan keduanya diuji dengan banyak hal. Sampai di pertengahan, barulah kami sadar signature Benni. Menanjak di awal lalu mempertahankan kecepatan bertutur itu sampai selesai. Teknik ini kami rasakan saat menonton 3 Hati, Bukan Cinta Biasa, sampai Cahaya Kecil.

Model bertutur semacam ini rasanya kurang cocok diterapkan di Edensor. Alur terasa lamban. Jika tidak dibekali selera humor ciamik, seperti adegan Ikal mengobrol dengan dua tokoh dalam poster kamarnya, penonton akan terlelap. Setiap novel memiliki lonjakan sekecil apa pun. Lonjakan ini perlu digali untuk kebutuhan audiovisual, supaya penonton tidak sekadar ditempatkan sebagai pemirsa, tapi juga dilibatkan dalam konflik. Setidaknya, bisa merasakan problem yang tokoh utama.

Hal ini tak terasa di Edensor. Mungkin, novelnya memang tidak sedramatis dua pendahulunya. Di sini, (sense of drama) Benni ditantang untuk mencipta adegan yang dikenang penonton selamanya. Hal ini telah dicapai Riri Riza. Itu sebabnya, kami berlinang saat Lintang putus sekolah. Terenyuh kala Ikal sungkem kepada ayah karena nilai rapornya jeblok.**

Main Tebak-Tebakan Yuk! Sebutkan dua tokoh dalam poster yang mengobrol dengan Ikal!

A. Rhoma Irama dan Albert Einstein
B. Rhoma Irama dan Inul Daratista
C. Rhoma Irama dan Adam Smith

Pemain: Lukman Sardi, Abimana, Shalvynne Chang, Astrid Ross, Gregory Navis, Paris Laurent
Produser: Putut Widjanarko, Avesina Soebli
Sutradara: Benni Setiawan
Penulis: Benni Setiawan
Produksi: Falcon Pictures, Mizan Productions
Durasi: 100 menit
Foto: Dok. Falcon Pictures

(wyn/ade)

Penulis : Wayan Diananto
Editor : Wayan Diananto