Dark Skies: Saat Konflik Psikologis Mengganggu Fondasi Horor

Wayan Diananto | 23 Januari 2014 | 13:25 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - SALAH satu "penyakit" jaringan bioskop Indonesia setelah musim panas dan musim Natal lewat, menjamurnya film "stok gudang". 

Tiga minggu terakhir, midnight show dipenuhi film stok tahun 2012. Universal Soldier 4: Day Of Reckoning dan The Chef produk jadul. 

The Chef pernah diputar di Festival Film Prancis dengan harga tiket belasan ribu saja. Universal lebih apes lagi. Sudah tayang di kanal televisi berbayar. Kalau Anda tak berlangganan, tengoklah DVD bootleg-nya!

Yang paling mendingan dari menu midnight show, Dark Skies (DS). Perilisannya di Indonesia telat setahun. Bisa jadi karena penjualan tiket di seluruh dunia flop. Padahal, naskahnya cukup berbeda jika dibandingkan horor Hollywood pada umumnya (dalam hal penampakan hantu). Pijakan ceritanya sama seperti horor pada umumnya: keluarga kecil yang mengalami keganjilan di rumah sendiri.

Pernikahan Daniel Barrett (Josh Hamilton) dan Lacy (Keri Russell) dikaruniai dua anak laki-laki, Jesse (Dakota Goyo) dan Sam (Kadan Rockett). Beberapa hari terakhir, Lacy melihat ada yang janggal di rumahnya. Terdengar suara dari dapur. Ia mendapati isi kulkas berceceran di lantai. Padahal, tidak ada pintu dan jendela yang lupa dikunci. Hari berikutnya, sejumlah isi kulkas dan peranti dapur ditata menyerupai menara di meja. 

Lalu, seluruh foto di rumah raib! Yang tersisa, pigura-pigura kosong! Bertubi-tubi, terdapat luka serupa bekas gigitan di balik kuping Daniel. Memar di perut Sam. Suara mendengung yang membuat Jesse kesurupan, dan lompatan waktu enam jam yang dialami Lacy. Semua ini membuat Daniel dan istri merasa perlu menemui seorang pria bernama Edwin Pollard (J.K. Simmons).

Fondasi cerita DS terasa kokoh karena tiap karakter dalam rumah keluarga Barrett mempunyai masalah. Suami kehilangan pekerjaan. Sang istri mengambil alih posisi pencari nafkah. Si sulung yang beranjak dewasa mulai penasaran dengan organ vital lawan jenis sementara si kecil dalam kondisi tidak sadar berjalan ke luar rumah. Dengan perangkat konflik sekaya ini, DS tak hanya menjadi horor. Ada semburat konflik psikologis potensial. Di sinilah kekuatan sekaligus kelemahan DS.

Eksplorasi konflik psikologis ala Scott tampaknya terlalu dominan. Dalam 51 menit, sutradara yang memulai debut sebagai staf efek khusus ini "kebingungan" menentukan porsi horor dan psikologis. Akibatnya, ketegangan khas film horor seperti yang kita rasakan di Insidious atau The Conjuring kurang terasa. Penonton menunggu terlalu lama. Kejelasan asal teror juga terasa samar. Kurang meyakinkan. 

Penjelasan yang lebih dekat dengan logika gagal dicapai. Yang disuguhkan Scott tidaklah buruk, apalagi jika mencermati chemistry para pemain. Penampilan Keri, Josh, dan kedua pemain cilik film ini menyiratkan kedekatan emosi. Naskah yang kurang terpoles dan visual penampakan yang "malu-malu" menjadi bumerang yang berbalik menyerang penulis sekaligus sutradara. Jika mencermati "tersangka" penebar teror, mestinya DS lebih diarahkan ke fiksi ilmiah.** 

Quote to Remember: "Ada dua kemungkinan. Kita hidup sendirian di alam semesta ini. Atau ada pihak lain yang sebenarnya bersama kita. Keduanya sama-sama menakutkan!"

Pemain: Keri Russell, Josh Hamilton, Dakota Goyo, Kadan Rockett, J.K. Simmons, L.J. Benet
Produser: Jason Blum
Sutradara: Scott Stewart
Penulis: Scott Stewart
Produksi: Alliance Films, Blumhouse Productions, Cinema Vehicles
Durasi: 97 menit
Foto: Dok. Alliance Films

(wyn/adm)

Penulis : Wayan Diananto
Editor : Wayan Diananto