Jika di Kantor KPI Terjadi Pelanggaran yang Menjadi Bahan Teguran dan Sanksi Stasiun Televisi

Tubagus Guritno | 4 September 2021 | 13:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Beberapa hari lalu beredar surat terbuka mengatasnamakan MS, seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. MS mengaku telah mengalami perundungan dan pelecehan seksual oleh teman-teman sekantornya di KPI sejak 2012. Dalam surat terbuka itu, MS menyebut para pelaku berjumlah tujuh orang. Mereka adalah RM (Divisi Humas bagian Protokol KPI Pusat), TS dan SG (Divisi Visual Data), dan RT (Divisi Visual Data). Lalu, FP (Divisi Visual Data), EO (Divisi Visual Data), CL (eks Divisi Visual Data, kini menjadi Desain Grafis di Divisi Humas), dan TK (Divisi Visual Data). 

Perundungan dan pelecehan seksual dari teman sekantor itu menurut MS antara lain mulai dari diperbudak, dirundung secara verbal maupun non verbal, bahkan ditelanjangi. Kejadian itu terus terjadi sampai 2014 hingga akhirnya MS divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) setelah berobat ke psikolog di Puskesmas Taman Sari lantaran semakin merasa stres dan frustrasi. "Kadang di tengah malam, saya teriak-teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia," kata MS dalam surat terbukanya yang dikutip tabloidbintang.com. 

MS mengaku sudah membuat laporan ke berbagai pihak, termasuk Komnas HAM. Hanya saja dia diminta untuk meneruskan laporan tersebut terlebih dahulu ke pihak kepolisian. Namun keputusan untuk membuat laporan ternyata malah membuat rekan-rekannya yang menjadi pelaku semakin merundung dan mencibir dengan mengatakan kalau MS makhluk yang lemah. "Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu. Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor," ucapnya.

MS bahkan mengaku sempat tidak kuat untuk melanjutkan pekerjaan di KPI, hanya saja dia menyebut tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk tetap bisa bekerja. "Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini. Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 dimana mencari uang adalah sesuatu yang sulit," kata MS.

Di akhir pesan tersebut, MS berharap mendapat perhatian lebih dari Presiden RI Joko Widodo untuk dapat menindaklanjuti insiden ini. Sebab kata dia, sudah terlalu sering dirinya menerima cacian, rundungan hingga pelecehan seksual di lingkungan kerja KPI. "Dengan rilis pers ini, saya berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami," ucap MS. "Tolong saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan hukum? Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan? Mengapa semua orang tak menganggap kekerasan yang menimpaku sebagai kejahatan dan malah menjadikanya bahan candaan?," tulisnya.

Ketua KPI Pusat Agung Suprio dalam siaran persnya mengaku prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun. Pihaknya juga akan melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak.  “Mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi  terhadap korban. Menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying)  terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku,” ujar Agung Suprio.

Sebagai tindaklanjut KPI Pusat juga mendorong penyelesaian jalur hukum atas permasalahan dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja KPI Pusat serta mendukung penuh seluruh proses hukum dan akan terbuka atas informasi yang dibutuhkan untuk penyelidikan kasus ini.
Pihak KPI juga melakukan pendampingan hukum terhadap terduga korban serta menyiapkan pendampingan psikologis sebagai upaya pemulihan terduga korban dan telah melakukan investigasi internal dengan meminta keterangan dan penjelasan dari pihak terduga pelaku. “Kami juga telah membebastugaskan terduga pelaku dari segala kegiatan KPI Pusat dalam rangka memudahkan proses penyelidikan oleh pihak kepolisian,” lanjut Ketua KPI Pusat.

Melihat durasi waktu kejadian yang dipaparkan oleh MS, tampaknya surat terbuka ini menjadi puncak gunung es yang akhirnya meledak, sebagai upaya terakhir MS untuk memperoleh keadilan dan membongkar kebobrokan sumber daya manusia yang ada di KPI. Jika apa yang dipaparkan KPI benar adanya, menjadi sebuah ironi liar biasa. Mengingat selama ini KPI dikenal sebagai “polisi” terhadap konten-konten tayangan televisi. Hampir setiap hari KPI melaporkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan stasiun televisi dalam materi tayangannya. Mulai dari tayangan berbau pornografi, kekerasan fisik, kekerasan verbal, perundungan, LGBT, SARA, sikap intoleran, dan hal-hal lain yang dianggap tidak sesuai dengan norma kesusilaan serta melanggar HAM.

Namun, dengan adanya surat terbuka dari MS, jika kemudian benar adanya dan terbukti secara hukum, tentu menjadi sebuah ironi. Karena di dalam internal KPI sendiri justru terjadi sejumlah pelanggaran yang sering ditegurkan lembaga ini kepada stasiun televisi. Bagaimana stasiun televisi dan publik pada umumnya bisa mematuhi atau mengindahkan teguran atau bahkan sanksi yang dilayangkan KPI?  Belum lagi anggapan lain yang sudah menjadi rahasia umum, bahwa KPI “mata duitan”, mudah disogok stasiun televisi, terutama KPI Daerah. Tudingan ini disampaikan sejumlah karyawan stasiun televisi yang pekerjaannya berhadapan dengan KPI. “Ah, KPI cingcai, bisa diatur. Ajak makan, karaoke, kasih amplop urusan lancar,” begitu kata seorang rekan yang bekerja di sebuah stasiun televisi.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat melantik jajaran pengurus KPI Pusat periode 2019-2022 pada Senin 5 Agustus 2019 meminta kepada para komisioner KPI Pusat agar menjadikan lembaga pengawas penyiaran itu disegani oleh instansi lainnya. "Kami ingin KPI menjadi suatu organisasi yang dihormati dan disegani," kata Rudiantara. Menkominfo meminta komisioner KPI bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan menjadikan institusi penyiaran tersebut menjadi lebih baik. Pesan normative yang seharusnya tercermin dalam keseharian para pegawainya juga, bukan hanya terlihat dari luar secara kelembagaan. 

Di tengah kasus yang sedang membelit KPI, masyarakat juga sedang ramai-ramai menggaungkan agar semua stasiun televisi dan kanal Youtube melakukan boikot terhadap Saipul Jamil, yang baru saja bebas dari penjara atas kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. KPI dituntut berperan aktif atas aspirasi masyarakat tersebut. 

Jika boleh mengibaratkan, menyapu lantai yang kotor tentu harus menggunakan sapu yang bersih, jangan dengan sapu yang kotor, karena pasti tidak akan bersih. Demikian juga dengan KPI, jika ingin menertibkan konten program televisi agar menayangkan segala hal yang positif dan sesuai dengan norma yang berlaku, maka KPI sebagai “polisi” harus lebih dulu bersih.

Penulis : Tubagus Guritno
Editor: Tubagus Guritno
Berita Terkait