Jenis Profesi yang Mengurangi Risiko Alzheimer

Rizki Adis Abeba | 20 Agustus 2016 | 02:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Data yang dirilis Kementerian Kesehatan RI pada Maret tahun ini menunjukkan, ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia, dengan 22 juta jiwa di antaranya berada di Asia.

Di negara maju seperti AS ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat hampir 4 kali pada 2050. Berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.

Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang memengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan, atau biasa disebut pikun. Penyakit ini paling sering ditemukan pada orang berusia di atas 65 tahun atau setelah seseorang menjalani masa pensiun. Kabar baiknya, risiko Alzheimer bisa berkurang pada orang-orang yang semasa hidupnya menjalani profesi tertentu. 

Banyak berinteraksi dengan orang lain

Hal ini dikemukakan dalam studi yang dilakukan para ilmuwan Universitas Wisconsin, AS, pada Pusat Penelitian Penyakit Alzheimer sejak tahun 2000. Mengumpulkan 284 orang yang memiliki risiko Alzheimer dari garis keturunan, peneliti menemukan kaitan antara penyakit Alzheimer dan jenis pekerjaan mereka. Hasilnya, risiko penyakit Alzheimer bisa berkurang pada orang-orang dengan pekerjaan yang menstimulasi otak dan membuat mereka melakukan interaksi kompleks.    

Yang dimaksud dengan kompleks, yang membuat seseorang banyak berinteraksi dengan orang lain. Profesi seperti psikolog, dokter, guru, dan pengacara dikatakan membuat orang-orang yang menggelutinya lebih sedikit berisiko mengidap Alzheimer di masa pensiun. Apa alasannya?

 “Interaksi dengan manusia terjadi dalam waktu yang nyata, sementara bekerja dengan data dan alat belum tentu,” urai Elizabeth Boots, salah satu ilmuwan yang memimpin penelitian ini. “Sebagai contoh, seseorang yang bekerja dengan data bisa berhenti kapan saja dan tidak memikirkannya lagi sampai esok hari ketika ia kembali ke tempat bekerja. Sementara hubungan dengan manusia lebih kompleks dibanding pekerjaan apa pun yang menggunakan data atau alat. Saat berinteraksi secara konstan dengan orang lain ada banyak faktor dalam interaksi itu, seperti suasana hati, kepribadian, tingkat hierarki, dan emosi. Hal-hal seperti itu tidak ada dalam kompleksitas pekerjaan yang hanya berinteraksi dengan data dan alat,” imbuhnya.

Latih kemampuan berinteraksi di luar pekerjaan

Lebih lanjut lagi, kegiatan membimbing disebut pekerjaan yang paling mengasah kompleksitas kerja otak, diikuti dengan bernegosiasi dan memberikan arahan. Sementara itu kegiatan menjalankan instruksi atau asistensi memiliki level kompleksitas yang rendah. Sebagai contoh, level kompleksitas seorang terapis dinilai lebih tinggi ketimbang pramusaji, karena terapis berinteraksi intensif dengan klien.

Jadi, apakah semua orang yang pekerjaannya hanya berhubungan dengan data dan alat sudah pasti akan mengidap Alzheimer di hari tua? Sama sekali tidak.

“Bahkan jika pekerjaan Anda tidak melibatkan kegiatan bimbingan, Anda bisa tetap melakukan bimbingan dalam aspek lain di luar pekerjaan. Keterampilan yang kami sebutkan ini tidak melulu harus berkaitan dengan pekerjaan formal. Saran terbaik saya, cobalah melatih kemampuan kompleks berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari sebisa mungkin. Tak peduli apa pun profesi Anda,” pungkas Elizabeth.

 

(riz/gur)

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait