Tersinggung di Dunia Maya, Melabrak di Dunia Nyata

Yuriantin | 30 September 2017 | 18:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Juni lalu, video seorang remaja putri (sebut saja Bunga) melabrak temannya menjadi gunjingan netizen. Bunga tak sendiri dalam melancarkan aksinya. Ia mengajak gengnya.

Penyebabnya, Bunga tersinggung karena si teman mengunggah foto di laman Facebook namun tidak mention akunnya.

Kuat dugaan, Bunga merasa tidak dianggap. Meski tidak diketahui penyebab detailnya, netizen prihatin atas kejadian itu.

Kasus sesimpel itu mestinya tidak perlu berakhir dengan kekerasan. Apalagi, pelakunya anak-anak di bawah umur. 

Apa yang menyebabkan remaja mudah terpancing emosi? Mengapa masalah di dunia maya menjalar ke dunia nyata?

Psikolog klinis anak, Saskhya Aulia Prima dari Tiga Generasi memaparkan, penyebab kasus tersebut multifaktorial.

Pertama, karena faktor biologis. Ketika remaja, bagian otak paling depan (prefrontal cortex) yang berguna mengatur rencana jangka panjang dan menahan impuls belum terbentuk sepenuhnya.

Akibatnya, remaja punya pola pikir impulsif (bertindak tanpa berpikir panjang) dan emosi mereka labil. Kondisi ini didukung produksi hormon yang juga meningkat di usia belasan.

Penyebab kedua, faktor penerimaan sosial atau keinginan untuk diakui teman-teman. 

“Anak mungkin ingin dianggap keren oleh teman-temannya dengan ikut di-tag dalam foto ketika melakukan kegiatan bersama. Media sosial menjadi salah satu sarana anak mencari eksistensi dan memperoleh pengakuan. Atau bisa juga anak ikut-ikutan melakukan hal negatif untuk mendapat pengakuan,” terang Saskhya kepada Bintang di Jakarta, pekan lalu.

Ia menambahkan, “Mungkin anak berpikir dirinya akan terlihat keren kalau melakukan itu (melabrak). Ketika melihat seseorang atau beberapa temannya melakukan itu, bisa jadi anak berpandangan itu hal yang wajar. Selain itu, remaja umumnya lebih percaya perkataan lingkungan sekitar.”

Kedua faktor ini, lalu didukung faktor eksternal seperti tingkat pendidikan, pola asuh yang diterapkan di rumah, dan kondisi lingkungan sekitar, membuat anak berani melakukan tindak kekerasan atau tindakan ekstrem.

 

(yuri / gur)

 

Penulis : Yuriantin
Editor: Yuriantin
Berita Terkait