Cinta Laura Ikut Buka Suara Soal Tambang Nikel di Raja Ampat 

Ari Kurniawan | 13 Juni 2025 | 12:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Cinta Laura menunjukkan kepeduliannya terhadap isu lingkungan. Kali ini, dia menyuarakan keprihatinan mendalam atas dampak industri tambang nikel di Raja Ampat, Papua—wilayah yang dikenal sebagai salah satu keajaiban alam terakhir di dunia. 

Lewat unggahan di Instagram, Cinta Laura menyuarakan kritik tajam terhadap para pelaku industri dan kebijakan pemerintah yang dianggap mengorbankan lingkungan serta masyarakat lokal demi keuntungan ekonomi.

"Berapa nilai satu nyawa manusia? Apakah satu tambang, satu kapal pesiar, satu deal strategis? Saat izin ditandatangani dan dividen cairkan, aku penasaran. Apakah orang-orang serakah ini masih ingat dengan wajah-wajah manusia yang dikorbankan dan ditinggalkan dengan tempat tinggal yang hancur dan tanah yang diracun?" ujar Cinta Laura

Dalam narasinya, Cinta menyoroti bahwa kerusakan yang ditimbulkan industri tambang tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Kerusakan hutan, pencemaran air, dan terumbu karang yang tercekik menjadi bukti nyata kehancuran ekosistem di Raja Ampat. Yang lebih menyedihkan, masyarakat setempat justru menjadi korban utama dari aktivitas industri ini.

"Raja Ampat adalah salah satu surga terakhir dunia. Tapi saat ini di salah satu kawasan laut paling rapuh di dunia, perusahaan-perusahaan tambang merobek hutan, mencemar air, dan mencekik terumbu karang. Semua demi nikel untuk menggerakkan mobil listrik. Katanya ini kemajuan, tapi kemajuan untuk siapa?" Cinta Laura mempertanyakan.

Cinta menegaskan bahwa meskipun mobil listrik disebut-sebut sebagai simbol kemajuan dan solusi energi bersih, proses ekstraksi bahan bakunya ternyata meninggalkan luka ekologis dan sosial yang mendalam.

Melalui kata-kata yang penuh empati, Cinta Laura menggambarkan betapa dampak industri ini sudah merusak keseharian masyarakat Papua. Ketersediaan air bersih menjadi semakin langka, dan nelayan kesulitan menangkap ikan akibat pencemaran lingkungan.

"Coba tanya para tetua yang melihat hutan-hutan sakral mereka diratain. Harga sebenarnya dari tambang ini bukan sekedar ton logam yang diambil, tapi kematian cara hidup. Putusnya ikatan suci antara manusia, tanah, laut, dan budaya," kata Cinta Laura

Ia juga menyinggung hilangnya nilai moral dalam kebijakan pemerintah yang justru menguntungkan segelintir pihak, tanpa memikirkan penderitaan masyarakat lokal.

Bagi Cinta, persoalan ini bukan hanya soal salah arah kebijakan. Lebih dalam dari itu, ini adalah krisis hati nurani para pemimpin dan pembuat kebijakan.

"Ini bukan sekadar kegagalan kebijakan. It's a failure of conscience. Kegagalan hati nurani. Ironisnya, masyarakat Papua yang sekarang kita rugiin ini dulu justru penjaga surga ini. Mereka melindungi terumbu karang jauh sebelum dunia peduli sama konservasi," pungkas Cinta Laura.

Penulis : Ari Kurniawan
Editor: Ari Kurniawan
Berita Terkait