Curhat Reza Artamevia di "Padepokan" Gatot Brajamusti 12 Tahun Silam: "Saya Ingin Kembali ke Titik Nol"

Tubagus Guritno | 30 Agustus 2016 | 16:50 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - "Padepokan" Gatot Brajamusti, Jl. Cikiray 21, Rambay, Cisaat Sukabumi,  Jawa Barat, Sabtu 18 Desember 2004 dini hari, menjelang waktu Subuh, Reza Artamevia sudah bangun.

Setelah mengambil air wudhu dengan dibimbing beberapa orang perempuan, Reza ikut sholat berjamaah yang diimami Gatot Brajamusti.

Sebelum maupun sesudah sholat, pandangan Reza yang kosong selalu tunduk ke bawah. Jauh berbeda dengan penampilannya beberapa waktu lalu, yang selalu bersemangat dan berapi-api menjawab pertanyaan wartawan seputar masalah yang sedang dihadapi.

Usai sholat, Reza bersama jamaah lain membuka kitab suci Al-Qur'an. Dipandu Gatot, Reza membaca surat Al-Fatihah berulang-ulang secara bersahutan. Suara Reza yang merdu saat menyanyi di panggung, terdengar lebih merdu.

Sesekali Gatot bertanya kepada Reza apa terjemahan ayat-ayat yang dibacanya. Begitulah salah satu terapi yang dilakukan  Gatot dalam rangka menyembuhkan depresi yang dialami Reza.

Setiap waktu sholat, Reza selalu sholat berjamaah, setelah itu membaca Al-Qur'an sambil menyelami maknanya. Usai membaca Al-Qur'an, dengan suara yang sangat lemah serta pandangan yang selalu tertunduk, di bawah bimbingan dan pengawasan Ustadz Gatot, Reza menceritakan sedikit ihwal kenapa "menghilangkan diri" tanpa memberi tahu siapa pun, termasuk keluarga dan sahabat-sahabatnya, bahkan pada yang bersamanya pada Minggu (12/12) di Bandara Soekarno-Hatta, saat baru saja tiba dari Surabaya.

Berikut penuturan Reza pada puluhan wartawan yang sudah menunggunya sejak malam hari:

"Mungkin semua bertanya-tanya, kenapa saya memilih pergi ke padepokan ini dengan tanpa memberi tahu siapa pun, baik keluarga maupun sahabat-sahabat saya yang saat itu bersama saya. Saya melakukan semua ini karena merasa sama sekali sudah tidak bisa melihat kejernihan lagi di tengah-tengah masalah yang sedang saya hadapi. Padahal yang saya hadapi masalah saya sendiri, bukan masalah orang lain. Jujur saja saya kalut menghadapi semua ini. Apalagi dalam masalah yang saya hadapi ini sudah terlalu banyak pihak yang terlibat. Terlalu banyak faktor masuk di dalamnya, dan betul-betul sangat saya sesalkan. 

Demi Tuhan yang saya lakukan ini murni keinginan sendiri. Saya juga menyadari betul yang saya lakukan dampaknya akan tidak baik, terutama pada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan kerja saya. Tapi bukan saya tidak menghargai mereka. Justru ini saya lakukan karena merasa bahwa sudah terlalu banyak dan hanya menimbulkan kesulitan buat mereka. Saya kasihan pada mereka yang harus menanggung semua dampak dari masalah yang saya hadapi.

Sejak beberapa waktu lalu sebelum pergi tanpa memberi kabar, saya sudah datang ke padepokan ini. Syukur alhamdulillah semenjak datang ke padepokan ini saya merasa rasa marah, dendam, dan semua emosi negatif yang saya rasakan berangsur-angsur hilang. Bahkan sekarang saya bisa menyadari, betapa sombongnya saya kemarin-kemarin. Padahal seharusnya saya tidak boleh berbuat seperti itu.

Tapi saya juga tidak sanggup jika harus terus-menerus berteriak di tengah keramaian, atau berbicara kepada siapa pun. Akhirnya saya pikir lebih baik menyendiri di tempat ini. Di tempat ini saya bisa pasrahkan seluruh jiwa raga saya kepada Tuhan. Selain itu saya juga berharap siapa pun yang memperhatikan, mendampingi, dan berbuat hal yang tidak menyenangkan terhadap saya, segara mendapat hidayah dari Tuhan. Saya juga sudah menyadari semua kesalahan dan kekhilafan yang telah saya lakukan terhadap siapa pun. Untuk itu saya mohon agar dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.

Untuk kehidupan selanjutnya, saya hanya menginginkan kehidupan yang damai. Hati saya juga sudah sangat ikhlas dan tidak ada keinginan lagi untuk mengejar semua ambisi. Saya ingin kembali ke titik nol. Saya juga ingin betul-betul berserah diri, tobat total di hadapan-Nya. Rasanya akan sangat bahagia sekali dengan keberadaan saya di titik nol. Saya juga masih ingin sendiri, dan mohon agar tidak diganggu dengan hal-hal yang justru akan membuat saya kembali kalut.

 

(gur/gur)

 

Artikel ini pernah dimuat di:

BINTANG INDONESIA, No.713, TH-XIV, MINGGU KETIGA DESEMBER 2004

 

Penulis : Tubagus Guritno
Editor: Tubagus Guritno
Berita Terkait