Teror Bom Surabaya, Wali Kota Risma Bentuk Trauma Center untuk Anak Pelaku

TEMPO | 17 Mei 2018 | 05:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Setelah teror bom mengguncang Surabaya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan tengah mematangkan pusat penanganan trauma atau trauma center untuk menangani AAP, anak pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya yang selamat. “Kami bekerja sama dengan kepolisian membentuk trauma center untuk tangani itu," kata Risma kepada wartawan di Gedung Wanita Surabaya, Rabu, 16 Mei 2018.

AAP, anak pelaku bom yang masih berusia 7 tahun, kini masih menjalani pemulihan di Rumah Sakit Bhayangkara Kepolisian Daerah Jawa Timur. Tubuh mungilnya sempat terpental sebelum akhirnya diselamatkan anggota kepolisian, Ajun Komisaris Besar Roni Faisal setelah bom yang dibawa orang tuanya, Tri Murtiono dan Tri Ernawati, meledak di pintu gerbang Mapolrestabes Surabaya.

Penanganan paling tepat bagi gadis cilik itu, kata Tri Rismaharini, masih dipikirkan. Sebab, ketakutan juga dirasakan oleh teman sekolahnya. "Ini biar kepolisian yang menyelesaikan dulu. Karena mohon maaf, yang trauma bukan anak teroris saja. Itu teman sekolahnya juga ketakutan," tuturnya.

Tri Rismaharini  mengatakan, teman sebangku anak pelaku teror juga ketakutan dan trauma. “Mereka nggak mau sekolah karena takut, dianggap teman dari pelaku atau apa. Padahal bisa saja temannya selama ini berkawan, ya tidak tahu apa-apa, karena ya biasa saja," ujarnya.

Saat ini Pemerintah Kota Surabaya juga membentuk tim gabungan kepolisian dan psikolog dari universitas untuk mendampingi pihak keluarga yang menjadi korban bom. Risma telah berkoordinasi dengan jemaat gereja, OPD terkait dan profesi himpunan psikologi klinis dan sekolah. “Metode pendampingan satu anak akan didampingi satu psikolog, baik ketika di rumah sakit, di rumah maupun di sekolah,” ucapnya.

Risma menekankan pentingnya mengantisipasi bibit-bibit radikalisme dengan mendeteksi sedini mungkin perilaku anak. Para guru diminta memperhatikan dan melaporkan anak yang secara tiba-tiba tidak sekolah. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Antiek Sugiharti menambahkan terdapat 100 orang lebih psikolog yang dikerahkan. "Dari Asosiasi Psikolog dan Dinas Kesehatan," katanya.

 

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait