Aman Abdurrahman Bacakan Pembelaan yang Ditulis Tangan di Kertas 8 Lembar

TEMPO | 25 Mei 2018 | 22:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Aman Abdurrahman yang menjadi terdakwa kasus terorisme menyelesaikan pembacaan nota pembelaan dalam sidang lanjutan hari ini, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia tetap menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa dirinya menjadi otak serangkaian aksi teror di Indonesia. "Itu tindakan individu," kata Aman Abdurrahman di ruang Oemar Seno Adjie, gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 25 Mei 2018. Karena itu, katanya, penegak hukum seharusnya menanyakan kepada individu tersebut soal siapa yang menyuruh mereka melakukan teror dan bom.

Aman Abdurrahman yang disebut-sebut sebagai pimpinan Jamaah Ansharut Daullah (JAD) Indonesia, didakwa menjadi otak atas sejumlah kasus terorisme di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari bom Kampung Melayu dan Sarinah Thamrin, Jakarta; bom Gereja Samarinda, Kalimantan Timur; serta penyerangan polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat dan Medan, Sumatera Utara. Atas perbuatannya, pada Jumat 18 Mei 2018,  Jaksa Penuntut Umum resmi menuntut Aman dengan pidana mati.

Hari ini Aman Abdurrahman membacakan pleidoi atau nota pembelaan sekitar 28 menit. Materi pembelaan telah ditulis tangan di atas 8 lembar kertas HVS yang dibawa ke dalam ruang sidang. Tapi dia tidak membaca keseluruhan isi kertas miliknya. Beberapa disampaikan spontan, termasuk pernyataannya bahwa teror bom di Surabaya adalah tindakan yang salah dan sangat keji.

Aman Abdurrahman menegaskan justru tidak mengetahui empat insiden yang terjadi di Kampung Melayu, Bima, Medan, dan Samarinda. Sebab, saat itu ia masih mendekam di Lembaga Permasyarakatan Pasir Putih Nusakambangan, Jawa Tengah. "Saya nggak tahu berita karena saya diisolasi, saya pun nggak bisa ketemu dengan siapapun selain dengan sipir penjara," katanya.

Dari rentetan kejadian, hanya satu aksi yang diketahui Aman Abdurrahman, yaitu teror bom Sarinah Thamrin. Itu pun diketahui melalui pemberitaan media online setelah bom meledak, bukan sebelumnya. Fakta ini, katanya, diperkuat dengan kesaksian Abu Gar, terpidana kasus bom Sarinah Thamrin. "Abu Gar telah menjelaskan dalam sidang ini, bahwa saya tidak mengetahui perihal rencana penyerangan itu," katanya.

Pembelaan Aman Abdurrahman ini bertolak belakang dengan poin dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan tuntutan pekan lalu. Menurut Jaksa, Aman Abdurrahman bertemu pengikutnya di Nusakambangan jauh sebelum rentetan teror itu terjadi. Sekitar tahun 2015, beberapa pengikut seperti Abu Musa, Abu Gar, dan Joko Sugito, datang menyambangi Aman yang tengah mendekam di Nusakambangan.

Aman Abdurrahman ditahan akibat kasus bom Cimanggis dan pelatihan militer di Aceh. "Terdakwa menjadi rujukan bagi kelompoknya," kata Jaksa Anita Dewayani saat itu, 18 Mei 2018. Di sinilah momen pentingnya. Kepada beberapa pengikut, Aman menyampaikan adanya perintah amaliah dari umaro (pemimpin) Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS di Suriah. Salah satu perintah itu juga diterima oleh Ali Sunakim alias Afif, pelaku bom Sarinah Thamrin yang juga pernah menemui Aman Abdurrahman langsung di Nusakambangan.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait