Demokrat Beri Dispensasi Kader Dukung Jokowi, Terkait Karier Politik AHY?

TEMPO | 10 September 2018 | 16:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Demokrat akan memberi dispensasi kadernya yang mendukung Jokowi - Ma'ruf Amin di Pilpres 2019. Langkah Demokrat ini dianggap bukan tanpa perhitungan matang terkait karier politik Agus Harimurti Yudhoyono.

Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan partainya sedang mencari cara agar pemberian dispensasi ini tidak dianggap bermain di dua kaki. Maklum, di atas kertas, Demokrat menjadi salah satu pengusung pasangan Prabowo - Sandiaga Uno.

Dia mengatakan, pertimbangan memberi dispensasi itu muncul lantaran tingginya animo kader di sejumlah daerah untuk mendukung Jokowi. Animo itu terlihat dari hasil rapat koordinasi daerah beberapa saat lalu.

Ferdinand mengatakan, partai tak ingin kader di empat provinsi ini kesulitan menghadapi pemilihan legislatif 2019. Dia pun merinci, formula itu di antaranya dengan meminta kader tak usah bergabung di tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf. Dua daerah yang akan diberi dispensasi, kata Ferdinand, Papua dan Sulawesi Utara.

Sandiaga Uno terkesan menyayangkan langkah Demokrat. Dia mengatakan keputusan dukung-mendukung di dalam pilpres telah disepakati melalui dokumen yang ditandatangani secara resmi di koalisi. "Nah, kebijakan partai masing-masing harusnya sejalan," kata Sandiaga di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Ahad, 9 September 2018.

Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan sikap Partai Demokrat memberikan dispensasi bukan tanpa alasan. Dia menyebut setidaknya adal tiga alasan Demokrat berencana melakukan itu.

Demokrat memberi dispensasi karena di daerah tertentu Jokowi mendapatkan dukungan warga setempat. Dia mencontohkan di Provinsi Papua, Jokowi didukung warga karena punya perhatian besar seperti program pembangunan, infrastuktur, serta BBM satu harga. "Jadi kayaknya sulit untuk bisa ditolak oleh tokoh seperti Lukas Enembe," kata Qodari, Senin, 20 September 2018.

Kedua, Qodari berpendapat sebetulnya Demokrat memang tak nyaman dengan proses koalisi yang terjadi dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. "Mau balik ke Jokowi sudah susah, waktunya juga sudah mepet, tapi dengan Prabowo juga tak happy, gitu," ucapnya.

Ketiga, Demokrat dinilai dapat posisi tak strategis walau Prabowo dan Sandiaga menang dalam Pilpres 2019 nanti. Sebab, katanya, jika Prabowo dan Sandi memang, itu sama saja dengan menutup peluang AHY untuk beberapa pemilu ke depan maju sebagai capres atau cawapres. "Kalau Prabowo menang 2019, 2024 dia maju lagi, 2029 gantian Sandiaga yang maju. Kalau Sandiaga terpilih 2029, 2034 juga maju lagi. Jadi empat kali pemilu, 20 tahun ke depan, AHY gigit jari," tuturnya.

Akan lebih menguntungkan bagi Demokrat dan AHY, kata Qodari, bila Jokowi dan Ma'ruf Amin yang menang. Sebab, ucapnya, Jokowi sudah tak punya kesempatan maju kembali, sedangkan Ma'ruf sudah terlalu senior dan bukan kader partai. 

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait