Anies Baswedan Hapus Nama OK Otrip yang Digagas Sandiaga Uno

TEMPO | 2 Oktober 2018 | 08:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana menghapus program One Karcis One Trip (OK Otrip) yang digagas Sandiaga Uno. Anies ingin, program pelayanan transportasi publik ini dapat berintegrasi dengan seluruh sarana transportasi massal di ibu kota, seperti mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT).

Dibalik keputusan Anies itu, ternyata penerapan program OK Otrip tidak berjalan mulus. Masih banyak kendala teknis yang ditemukan saat program ini dijalankan. Misalnya saja lambannya mesin tapping untuk membaca kartu OK-OTrip.

Sopir OK 17, rute Terminal Senen-Terminal Pulogadung, Orden Naibaho, menuturkan mesin tapping di angkutan kota yang dikemudikannya kerap mengalami gangguan atau error. Mesin itu juga lamban dalam membaca data kartu OK-OTrip penumpang. “Kalau penumpang turun berbarengan repot, kelamaan berhentinya, dan mobil yang dibelakang pasti ngelaksonin terus,” kata Oreden, Senin, 1 Oktober 2018.

Uji coba OK-OTrip berakhir pada Ahad lalu. Program unggulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu resmi diterapkan mulai kemarin setelah mengalami perpanjangan uji coba empat kali yakni sejak 15 Januari sampai 30 September lalu. Meski mulai diterapkan, penumpang yang naik angkutan kota OK-OTrip masih belum dikenai ongkos hingga ada ketentuan baru. <!--more-->

PT Transportasi Jakarta juga  menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan enam operator angkutan kota. Enam operator itu ialah Koperasi Budi Luhur, Koperasi Wahana Kalpika (KWK), Puskop AU Halim Perdana Kusuma, PT Lestari Surya Gema Persada, Purimas Jaya, dan PT Kencana Sakti Transport. Penandatanganan nota kesepahaman itu merupakan langkah awal sebelum Transjakarta meneken kontrak kerja sama rupiah per kilometer untuk program OK-OTrip dengan operator-operator itu.

Tempo juga sempat mencoba menempelkan kartu OK-OTrip pada mesin tapping di angkutan kota OK 17. Namun, mesin itu memerlukan waktu lebih dari satu menit untuk bisa mendata transaksi itu.

Kendala lainnya ialah, masih adanya penumpang yang membayar ongkos tunai pada sopir. Dari 14 penumpang OK 17, ada empat orang yang memberikan uang tunai sekitar Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu pada Orden. Padahal, dalam program OK-OTrip, sopir dilarang meminta ongkos maupun menerima uang tunai dari penumpang karena pembayaran ongkos dilakukan dengan cara menempelkan kartu OK-OTrip pada mesin tapping.

Salah satu penumpang OK 17, Risa, mengungkapkan terpaksa membayar ongkos tunai karena lupa membawa kartu OK-OTrip. “Biasanya juga saya bawa, ini karena buru-buru saja,” tutur perempuan berusia 29 tahun itu.

Orden mengungkapkan terpaksa menerima ongkos tunai dari penumpang itu karena pemilik angkutan kerap telat membayarkan gajinya sebesar Rp 3,6 juta per bulan, sesuai upah minimum regional DKI. Pria berusia 46 tahun ini pernah telat menerima gaji hingga 15 hari. “Gimana lagi, masak gak beli minum, makan, dan rokok,” keluhnya. <!--more-->

Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Budi Kaliwono mengakui masih ada sejumlah kendala dalam penerapan OK-OTrip seperti lambannya mesin tapping dan adanya sopir yang menerima ongkos tunai dari penumpang. Menurut dia, tidak semua mesin tapping yang terpasang dalam angkutan kota mengalami gangguan.

Budi menjelaskan Transjakarta bisa memberikan sanksi hingga pemutusan kontrak kerja sama jika operator angkutan kota yang tergabung dalam OK-OTrip ketahuan mengutip ongkos tunai dari penumpang. Adapun jika ada sopir yang ketahuan meminta ongkos tunai akan dimasukkan daftar hitam.  
Ketua Koperasi Angkutan Kota Budi Luhur Saud Hutabarat menuturkan sopir yang tergabung OK-OTrip tidak boleh menerima uang tunai dari penumpang. Dia meminta masyarakat melaporkan jika ada sopir dari Koperasi Budi Luhur yang memerima atau meminta ongkos tunai. OK 17 berada di bawah naungan Koperasi Budi Luhur.

Pelaksana tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan,  perubahan OK Otrip bukan sebatas nama tetapi juga konsep. “Semua moda transportasi umum melebur dalam branding tersebut," kata Sigit.

Menurut Sigit, saat ini perubahan itu masih dirumuskan. Aspek yang dibicarakan antara lain integrasi transportasi umum berbasis jalan dengan rel, jenis kendaraan, dan pelayanan yang terintegrasi.

Dengan perubahan itu, Anies Baswedan berharap seluruh sarana transportasi massal di Jakarta dapat terintegrasi dalam satu sistem. Ia sudah mengantongi sejumlah nama untuk menggantikan OK Otrip. "Ini sedang dalam proses finalisasi," ujar Anies Baswedan.
 

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait