12 Tahun Tanpa Kabar, Tangis TKW Ini Pecah Saat Bisa Pulang dan Bertemu Ibunya

TEMPO | 20 Februari 2019 | 14:50 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Perempuan 57 tahun itu langsung memeluk anak pertamanya, Dyah Anggraeni, 36 tahun, yang kembali setelah menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Yordania. Tangis ibu dan anak itu pecah seketika. Saat itu, tiba-tiba Dyah pingsan. Beberapa petugas dari Kementerian Tenaga Kerja buru-buru membopongnya masuk ke dalam rumah.

Dyah Anggraeni pergi ke Yordania untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga dua belas tahun lalu. Dia tak menyangka akhirnya bisa kembali pulang dan bertemu ibunya. Setelah sadar dari pingsan, ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kepulangannya ke Tanah Air. Terutama Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amman, Yordania. "Semoga teman-teman saya bisa segera pulang, bertemu dengan keluarga," kata Dyah, Selasa, 19 Februari 2019.

Menurut adiknya, Windi Asriati, Dyah Anggraeni memutuskan pergi ke Yordania pada 2006, tepatnya setelah 40 hari bapaknya meninggal. Sebagai anak pertama, dia merasa berkewajiban membantu ekonomi keluarga. Dengan pendidikan minim, hanya lulus Sekolah Dasar, Dyah nekat berangkat ke Yordania melalui perusahaan jasa tenaga kerja di Jakarta. “Saya mengantar sampai di stasiun kereta,” kata Windi.

Dyah juga meninggalkan anak perempuannya yang masih berusia dua tahun. Saat ini, anak tersebut sudah berusia 13 tahun dan belajar di pesantren. Windi menurutkan, Dyah pamit bekerja untuk mengubah nasib keluarga. Setelah di Yordania, hanya empat kali telepon melalui nomor telepon tetangganya. Karena khawatir, keluarga kemudian mendatangi paranormal. Itu dilakukan karena keluarga tidak tahu bagaimana melacak keberadaan Dyah.

TKW Dyah Anggraeni diduga menjadi korban perdagangan manusia. Dia berangkat secara ilegal ke Yordania. Selama 12 tahun, dia tak bisa berkomunikasi dengan keluarga. Apalagi pulang untuk bertemu dengan ibu dan delapan adiknya. Tidak tahan dengan kondisi yang dialaminya, Dyah lantas kabur. Dia melarikan diri dari majikannya dan melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di sana.

Petugas Kedubes RI di sana kemudian membantu proses kepulangannya. Kedubes juga bernegosiasi dengan majikan tempatnya bekerja, sehingga sang majikan memberikan upah sebesar 9.000 dolar Amerika atau setara Rp 126,5 juta (1 USD = Rp 14.056). Meski gaji yang diterima tak besar, Dyah mengaku bersukur bisa pulang dengan selamat dan bertemu dengan keluarga. Menurut Dyah, banyak teman-temannya yang tak bisa pulang.

Kapok dan idak ingin kembali bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri, Dyah bertekad membuka usaha di rumah bersama delapan adiknya.

Muhamad Iqbal, Kepala Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Malang, menjelaskan moratorium pengiriman tenaga kerja nonformal ke Negara di Timur Tengah. Ia pun mengingatkan kepada calon tenaga kerja untuk waspada dan meneliti perusahaan penyalur. “Lalui semua prosedur dan ikuti peraturan penempatan. Tak ada kerja di luar negeri secara instan,” katanya.

Menurut Data Migrant Care, ada sekitar 2.000 pekerja informal berangkat ke Timur Tengah selama 2015-2016. Sedangkan Dirjen Imigrasi merilis telah menggagalkan sebanyak 1.500 TKI ilegal ke sejumlah negara terutama ke negara-negara Timur Tengah.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait