Elektrifikasi untuk Mengangkat Harkat Masyarakat 

Tubagus Guritno | 30 Maret 2019 | 08:44 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Fatah Triyatna (49),  seorang arsitek dan pengembang perumahan di Yogyakarta, berulangkali menjadi saksi terjadinya perubahan kehidupan masyarakat berkat adanya aliran listrik PLN.

Misalnya saja  seperti yang ia saksikan di beberapa daerah pelosok di Kabupaten Gunungkidul tempatnya membuka lokasi perumahan baru. Sebutlah beberapa spot terpencil seperti di Kecamatan Semanu, Karang Rejo, Playen, bahkan Wonosari Kota.

Sekumpulan rumah yang dahulunya gulita begitu maghrib, menjadi lebih hidup setelah listrik masuk memberi penerangan. Anak-anak belajar tenang dalam durasi lebih panjang,  warung-warung buka sampai malam, suara siaran televisi terdengar dari hampir setiap rumah. Masuknya aliran listrik telah mengubah kehidupan di di desa-desa terpencil itu.

Roda ekonomi pun bergerak lebih cepat dengan munculnya berbagai jenis usaha baru. Berawal dari euphoria biasa, masyarakat kemudian menemukan nilai-nilai tambah baru dari sisi ekonomi setelah ada listrik.

Peternakan burung puyuh dan ayam petelur beserta usaha  penetasannya, bahkan peternakan jangkrik tiba-tiba menjadi tren bisnis yang menggairahkan kehidupan sebuah dusun. Selain itu, muncul beberapa bisnis yang sebelumnya tidak dikenal dalam kehidupan desa. Seperti layanan percetakan, kios token listrik, kios pulsa elektrik, dan sebagainya.

Fatah mengaku selalu bahagia ketika proyek pembangunan perumahan yang tengah ia bangun ikut memberi manfaat terhadap kehidupan penduduk yang bermukim di desa-desa sekitarnya. Maklum saja, sebagai pengembang ia harus  bisa menyediakan layanan listrik untuk konsumennya. Nah imbasnya, pemukiman di sekitar proyek yang semula belum teraliri listrik, bisa ikut “nebeng” tiang listrik dan trafo yang dibangun PLN berdasarkan izin yang diajukan Fatah untuk kompleksnya. 

Begitulah, kendati PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY telah menargetkan rasio elektrifikasi bisa mencapai 100% pada tahun ini, Fatah seringkali menemukan spot-spot pemukiman yang luput dari jangkauan aliran listrik. Spot itu biasanya berupa komunitas rumah yang penduduknya tidak terlalu banyak, dan jaraknya cukup jauh dari transmisi tegangan menengah listrik. 

Kendati sekilas terlihat aneh karena kejadian terbanyak justru ada di Jawa, menurut I Made Suprateka, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, data itu masuk akal karena kenyataan yang ditemukan di lapangan memperlihatkan, masuknya jaringan listik ke suatu desa tidak otomatis menjadikan seluruh warganya langsung bisa menikmati listrik.

Selalu ada anomali, terutama terkait masalah daya beli konsumen listrik yang tidak merata, dan masih banyak rumah tangga yang sudah berdiri sendiri namun listriknya masih levering (nyantol) dari rumah tangga induk.

Bagi Made, angka-angka tersebut sekaligus memberi gambaran bahwa PLN masih punya pekerjaan rumah (PR) besar dalam upaya mewujudkan target menuju rasio elektrifikasi sebesar 99,9% yang ditetapkan Pemerintah akhir tahun ini.  

Meski terkesan ‘kecil’, jelas Made, namun tantangan untuk melistriki sisa 1,7% desa yang belum dialiri listrik saat ini tak bisa dibilang mudah bagi PLN. Dirjen Ketenagalistrikan sendiri juga mengakui, dari sekitar 1,8 juta rumah tangga yang belum teraliri listrik saat ini, kemungkinkan baru 1,62 juta rumah tangga yang akan dialiri listrik dari sistem pembangkit PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Lebih jauh Made memaparkan, untuk mencapai target elektifikasi tersebut,  setidaknya PLN harus mampu menjawab  dua tantangan besar yang menghadang. Pertama, masalah daya beli masyarakat, dan yang kedua persoalan infrastruktur. Apalagi sejak tahun 2016, seperti diungkapkan Pandia Satria Jati dari Humas Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian  ESDM, program listrik pedesaan sudah sepenuhnya ditangani oleh PT PLN (Persero) hingga tidak lagi menggunakan APBN yang dikelola oleh Kementerian ESDM. 

PLN, lanjut Made, sangat menyadari bahwa penuntasan masuknya listrik ke berbagai wilayah sangat krusial untuk mengangkat harkat  penduduk daerah tersebut. Karena selain dapat mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat,  juga sangat diperlukan untuk perkembangan berbagai usaha yang menopang kehidupan. Perkembangan kebudayaan penduduk desa juga diyakini akan meningkat lantaran berkat listrik banyak aktivitas yang bisa dilakukan dengan lebih lama bahkan hingga malam hari.  

“Oleh karena itu, apapun kendalanya PLN terus berusaha menggenjot ketersediaan listrik hingga di pedesaan,” tegasnya. 

Penulis : Tubagus Guritno
Editor: Tubagus Guritno
Berita Terkait