Pemindahan Ibu Kota ke Luar Pulau Jawa, Presiden Jokowi Menyebut Ada 3 Kandidat

TEMPO | 30 April 2019 | 23:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Presiden Jokowi mengatakan ada tiga kandidat kota yang bakal dijadikan Ibu Kota negara yang baru. "Tapi memang belum diputuskan. Kita harus cek secara detail," kata Jokowi di PT KMK Global Sports I, Cikupa, Tangerang, Banten, Selasa, 30 April 2019.

Bisa saja, Jokowi mengatakan, Ibu Kota yang baru dipindah di salah satu kota di Pulau Sumatera. Namun, ia menilai jangkauan daerah tersebut terlalu jauh dari wilayah timur Indonesia. "Di Sulawesi agak tengah, tapi di barat juga kurang. Di Kalimantan kok di tengah-tengah. Kira-kira itulah," katanya.

Sebelum memutuskan lokasi pemindahan Ibu Kota, menurut Jokowi, tiga kandidat kota harus dicek terlebih dulu mengenai daya dukung lingkungannya. Misalnya, dari sisi ketersediaan air, sanitasi, kebencanaan, dan pengembangan Ibu Kota ke depannya. "Semua kalkulasi harus dirampungkan dulu nanti disampaikan ke saya, nanti saya putuskan."

Jokowi memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke luar Pulau Jawa dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin kemarin. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan sejumlah alasan untuk pemindahan Ibu Kota adalah karena Provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya sudah padat penduduk. Bahkan, kata Bambang, Jakarta dengan jumlah penduduk 10,2 juta jiwa merupakan kota dengan kepadatan pendudukan keempat tertinggi di dunia.

Belum lagi soal kemacetan. Bambang menyebutkan kerugian ekonomi akibat kemacetan saja pada 2013 mencapai Rp 56 triliun. "Mungkin angkanya sekarang sudah mendekati Rp 100 triliun per tahun," kata dia. Selain itu, daya dukung lingkungan Jakarta dinilai sudah tidak baik karena masalah banjir. Banjir di Jakarta bukan saja berasal dari hulu, tapi juga diakibatkan kemiringan muka tanah, terutama di pantai utara Jakarta yang penurunan muka tanahnya sekitar 7,5 sentimeter per tahun.

"Dan tanah itu sudah turun dalam periode kira-kira 20 tahun terakhir itu sampai 60 scentimeter bahkan mendekati 120 centimeter sebagai akibat penggunaan air tanah yg berlebihan dan karena penduduk yang jumlahnya besar," ucap Bambang.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait