Terkait Boikot Saipul Jamil, KPI Kirim Surat Pada 18 Lembaga Penyiaran

Supriyanto | 6 September 2021 | 17:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengirimkan surat kepada 18 lembaga penyiaran terkait penayanyan Saipul Jamil di televisi. Hal tersebut lantaran konten yang berhubungan dengan Saipul Jamil dinilai sangat sensitif di mata masyarakat akibat kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Mulyo Hadi Purnomo, Wakil Ketua KPI pusat mengungkap, pihaknya sudah menyaring keluhan masyarakat atas tayangan pembebasan Saipul Jamil pada Kamis (2/9) kemarin. Momen sambutan bebasnya Saipul Jamil dinilai masyarakat berlebihan dan tidak layak untuk diekspos secara besar-besaran.

Surat bernomor 602/K/KPI/31.2/09/2021 tertanggal 6 September 2021yang ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat Agung Suprio, dialamatkan pada Direktur Utama Lembaga Penyiaran.

“Dari data tim IT kami sentimen negatif sangat mendominasi atas penayangan SJ. Kami kumpulkan sampai pukul 23.00 (WIB) tadi malam,” ujar Mulyo Hadi Purnomo kepada wartawan, Senin (6/9).

Mulyo mengatakan, dalam surat bernomor 602/K/KPI/31.2/09/2021, KPI meminta seluruh lembaga penyiaran tidak membesar-besarkan Saipul Jamil dengan mengulang dan membuat konten yang seolah merayakan bebasnya Saipul Jamil yang kini dicap sebagai mantan narapidana tindak pencabulan terhadap anak di bawah umur atau pedofil.

“KPI menyampaikan surat kepada seluruh LP (Lembaga Penyiaran) terkait hal ini,” ucap Mulyo Hadi Purnomo.

KPI juga mengingatkan kepada lembaga penyiaran agar memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus Saipul Jamil serta tidak berupaya untuk membuka dan menumbuhkan kembali trauma korban.

Lebih lanjut, surat yang dikirim KPI berisi peringatan agar dalam konten tayangan yang bersifat sensitif terkait penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba, dan tindak melanggar hukum lainnya yang dialami oleh artis atau publik figur dapat disampaikan secara berhati-hati serta berorientasi edukasi publik.

“Agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani tidak dipersepsikan sebagai risiko biasa,” katanya.

Penulis : Supriyanto
Editor: Supriyanto
Berita Terkait