6 Tahun Mati Suri Akibat Malpraktik, Keluarga Ajukan Suntik Mati ke Mahkamah Agung

TEMPO | 1 November 2016 | 11:10 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Keluarga Humaida, korban dugaan malpraktik yang mati suri selama enam tahun sejak menjalani operasi sterilisasi, mempertimbangkan mengajukan gugatan eutanasia dengan suntik mati.

Ketua LBH Sikap, Rio Ridhayon, yang ditunjuk untuk mendampingi keluarga korban, mengatakan, ia sudah menerima mandat untuk mengajukan eutanasia itu.

"Kami akan meminta fatwa Mahkamah Agung guna mengabulkan keinginan eutanasia atau suntik mati terhadap pasien Humaida," kata Rio di Balikpapan, Senin, 31 Oktober 2016.

Humaida, seorang perempuan warga Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, tak sadarkan diri sejak menjalani operasi steril di sebuah kllinik di Paser 6 tahun silam. 

“Masih hidup tapi tidak bisa beraktifitas seperti manusia normal. Matanya hanya bisa bergerak ke atas,” kata Ahmad Januar, anaknya.

Masalah ini bermula saat Humaida, 41 tahun, melahirkan anak kelimanya secara normal di RSUD Panglima Sebaya Kabupaten Paser. Pihak rumah sakit merujuk ke sebuah klinik yang menangani proses kelahiran.

“Mungkin karena mempergunakan surat keterangan tidak mampu,” kata Januar.

Proses kelahiran berjalan lancar dengan lahirnya bayi perempuan dinamai Nabira. Saat itu, salah seorang perawat menyarankan dilakukannya operasi sterilisasi guna mengendalikan kehamilan ibu bayi.

“Mungkin karena anaknya sudah lima sehingga disarankan menjalani operasi sterilisasi,” tutur Januar.

Pasca operasi sterilisasi, Januar menyebutkan ibunya mendadak mengalami kejang  hingga berhentinya detak jantungnya. Dia memperkirakan ibunya tidak memperoleh penanganan medis semestinya dari petugas medis berupa pernafasan buatan maupun alat pacu jantung.

“Perawat hanya manggil manggil ibu saja saja, setidaknya selama 30 menit seperti itu. Hingga memanggil dokter untuk meminta bantuan. Namun kondisi ibu saya sudah seperti sekarang ini,” tuturnya.

Januar mengaku telah berkonsultasi dengan dokter yang menarik kesimpulan ibunya mengalami cedera parah akibat terhambatnya pasokan oksigen saat terhentinya detak jantung.

Selama hampir enam tahun ini, Humaida mendapatkan perawatan di salah satu ruangan rumah sakit RSUD Kabupaten Paser. Suami korban, Abdul Mutholib, terpaksa harus meninggalkan pekerjaanya demi mendampingi istrinya di RSUD Kabupaten Paser.

“Keluarga kami sudah habis-habisan akibat masalah ini. Rumah sudah tidak ada, adik adik juga terpaksa dititipkan pada keluarga. Bapak juga tidak bisa bekerja karena menjaga ibu di rumah sakit,” katanya.

Januar juga telah mengajukan somasi ke Ikatan Dokter Indonesia Kalimantan Timur.

“Masih menunggu jawaban IDI Kaltim soal kasusnya ini,” ungkapnya.

Ketua IDI Kalimantan Timur, Nathaniel, mengaku sudah menerima surat pengaduan Ahmad Januar.

“Besok kami melakukan sidang Majelis Kehormatan Etik IDI Kaltim. Soal eutanasia tidak bisa dilakukan, karena melanggar sumpah dokter. Selain itu juga tidak ada aturan hukumnya di Indonesia,” ujarnya.

 

TEMPO.CO

 

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait