Kisah "Pernikahan Dini" Alvin Faiz dan Larissa Chou

Yohanes Adi Pamungkas | 20 Agustus 2016 | 07:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Publik digegerkan pernikahan dini Muhammad Alvin Faiz (17) dan Larissa Chou (20) pada Sabtu (6/8) lalu di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.

Alvin adalah putra sulung ustaz kondang K.H. Muhammad Arifin Ilham. Arifin Ilham mengizinkan putranya cepat-cepat menikah, padahal Undang-undang Perkawinan No. 1 Pasal 7 Tahun 1974 dengan jelas mengatur, perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 tahun.

Rabu (10/8) beberapa kali Bintang mengetuk pintu rumah bernuansa putih yang ditinggali Alvin dan Rissa—panggilan Larissa. Namun 3 jam menunggu, tidak ada orang keluar dari dalam rumah.

“Bang Alvin ada, kok di dalam rumah, maklum pengantin baru,” celoteh seorang anak berusia sekitar 12 tahun, salah seorang santri di Pesantren Az-Zikra.

Menurut petugas keamanan yang Bintang temui, Alvin berbeda dengan adik-adiknya. “Dia suka bergaul dengan santri-santri di sini, suka bermain futsal bersama,” ujar pria yang memakai kopiah itu.

Waktu menunjukkan pukul 3 siang. Sebentar lagi di Masjid Az-Zikra akan dilangsungkan salat asar berjamaah. Azan asar pun berkumandang. Alvin akhirnya keluar dari dalam rumahnya, tanpa didampingi Rissa. Ia memakai gamis cokelat muda dan langsung menuju masjid, yang berada dalam satu kawasan dengan rumahnya. Selepas salat, para santri memanggil-manggil namanya, sekadar bertegur sapa dan bersalaman. 

Bintang menghampiri Alvin, saat dia melepas sandal di depan pintu rumahnya. “Mau wawancara, ya? Saya buru-buru, mau pergi ke Bogor,” kelit Alvin.

Namun akhirnya ia bersedia meluangkan sedikit waktu untuk mengobrol dengan kami. “Di sini saja, ya,” tutur Alvin sambil mempersilakan kami duduk di ruang tengah rumahnya.

Suasana di dalam rumah nampak sepi. Di tembok terpampang foto-foto keluarga Alvin. “Mana Rissa?” tanya kami. “Rissa ada, kok. Tapi kalau mau wawancara, dengan saya saja,” tegas Alvin. 

Alvin mengenang perkenalannya dengan Rissa. Awal Juni 2015, melalui akun media sosial Ask.fm, Rissa menghubunginya. Rissa yang non-Muslim meminta alamat surat elektronik pribadi Alvin, agar bisa berkomunikasi lebih nyaman.

Sekitar 2 minggu Alvin dan Rissa berdiskusi panjang via surel. Rissa menganggap Alvin sosok muda yang mampu memberikan pencerahan tentang Islam.

“Dia banyak bertanya tentang ajaran Islam, sampai bertanya soal poligami dalam Islam seperti apa,” kenang Alvin. Alvin masih menganggap Rissa sahabat diskusi saja.

Tak lama setelah diskusi itu, Rissa memutuskan menjadi mualaf. Alvin mengakui, perannya menyiarkan ajaran Islam kepada Rissa secara intensif memang memengaruhinya menjadi mualaf. “Resmi tanggal 14 Juni 2015 dia memeluk agama Islam, setelah 2 minggu kami berdiskusi,” aku Alvin. 

Keputusan Rissa mulanya ditentang keluarganya yang mayoritas non-Muslim. “Dia bilang ada anggota keluarga dan teman-temannya yang menjauhinya. Saya bilang, kalau Rissa taat menjalankan agama Islam, dia akan bisa memotivasi orang lain untuk berubah lebih baik,” ungkap Alvin. 

Setelah 6 bulan terus berkomunikasi via media sosial dan surel, Januari 2016 keduanya memutuskan untuk bertemu dalam sebuah acara sosial di Bandung. Dalam perjumpaan kali pertama ini, Alvin tak langsung jatuh hati. Namun sejak itu, Alvin dan Rissa semakin sering bertemu. Kenyamanan itu pun timbul. 

“Semakin sering diskusi, akhirnya saya ingin lebih serius dengan Rissa,” Alvin mengutarakan. 

Selama pacaran, Alvin tidak pernah berjalan hanya berdua bersama Rissa. Bahkan untuk memegang tangannya saja Alvin tidak bernyali. “Seperti taaruf,” katanya.

Sebelum pertemuan mereka, menurut Alvin, Rissa gemar menghabiskan waktu bersama teman-teman seumurnya hingga larut malam. 

“Rissa punya segalanya, kemewahan, eksistensi, sampai banyak laki-laki yang menyukainya. Tetapi Rissa memilih agama dan meninggalkan semuanya,” ungkap pria kelahiran 4 Februari 1999. Ada perubahan pada diri Alvin setelah dekat dengan Rissa. Rissa, yang lebih tua 3 tahun, menularinya kematangan berpikir.

Alvin memperkenalkan Rissa kepada kedua orang tuanya. Tidak ada rasa takut ketika mengajak Rissa bertemu ayah dan ibunya. Alvin sudah sedikit bercerita kepada Arifin Ilham dan Wahyuni tentang jati diri dan masa lalu Rissa. “Ayah dan ibu saya terbuka, mereka tahu Rissa seorang mualaf,” ucapnya. 

Rissa juga mengajak Alvin menemui orang tuanya di Cirebon, kampung halamannya. 

“Saya bercerita kepada orang tuanya tentang siapa saya, siapa keluarga saya, tidak ada yang saya tutupi,” bilangnya.

Saat itu, orang tua Rissa telah menerima keputusan Rissa dan menyambut baik kehadiran Alvin.  

Menjalin kedekatan selama 3 bulan, dirasa cukup bagi Alvin untuk meminang Rissa. Adalah ayah Alvin yang mengimbau putranya untuk segera menikah.

“Saya maunya menikah di usia 18 tahun,” cerita Alvin. Arifin melihat putranya sudah matang dan dewasa dalam berpikir. Dari segi ekonomi juga ia juga dinilai ayahnya mampu menghidupi Rissa, karena sudah memiliki penghasilan tetap. 

“Saya mengajak Rissa menikah, dengan dalih saya sudah menemukan jodoh terbaik saya. Untungnya dia langsung menerima,” kenang Alvin.

Mereka merasa memiliki kesamaan visi dalam berumah tangga, membangun keluarga yang Islami dan berlandaskan nilai-nilai keagamaan.
Di sisi lain, ia berharap keputusannya menikah muda tidak dijadikan contoh.

“Saya tidak mau memprovokasi laki-laki lain untuk mengikuti saya. Menikah muda adalah keputusan yang tidak mudah,” tegasnya.

Alvin meminta izin menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Bogor, namun ditolak karena belum cukup umur.

“Akhirnya saya meminta dispensasi kepada Pengadilan Agama Cibinong. Satu kali sidang, diberikan izin menikah,” beri tahu Alvin, yang menghadiri sidang itu.

Alasan majelis hakim memberikan dispensasi, karena Alvin dianggap mampu menafkahi Rissa.

“Usaha saya banyak, bisnis baju gamis, distro, dan saya juga motivator,” urai Alvin yang juga mendapatkan uang dari endorsement.

 

(han/gur)

 

Penulis : Yohanes Adi Pamungkas
Editor: Yohanes Adi Pamungkas
Berita Terkait