Kisah Romy Rafael Menghipnoterapi Seorang Homoseksual

Wayan Diananto | 30 Juni 2018 | 10:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Bertahun-tahun meniti karier sebagai hipnoterapis, Romy Rafael (40) punya banyak cerita untuk dibagi. Salah satunya, mengantar LGBT ke fase wellness.

Ini penting mengingat mereka kerap mendapat penghakiman publik. Cerita lain, kolaborasi Romy dengan Raditya Dika di film Target. Target mendandai kembalinya Romy ke layar lebar setelah tiga tahun vakum.    

Ditanya tantangan terberat menjadi hipnoterapis, Romy menyebut langkah-langkah yang dilakukan saat menangani seorang LGBT. Langkah pertama yang dilakukan Romy, bersikap netral dan melepaskan diri dari stigma masyarakat soal lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Klien yang mendatangi Romy tidak minta diapa-apakan, hanya ingin tahu apakah ia heteroseksual atau homoseksual. 

“Masyarakat mungkin menilai, ini salah dan itu benar. Kalau saya yang penting klien bisa berdamai dengan diri sendiri. Ada beberapa yang akhirnya mengakui transgender lalu memperoleh keseimbangan dan kenyamanan hidup. Tugas saya membantu klien mencapai fase wellness, menemukan suara hati tanpa menggiringnya ke arah tertentu. Pilihan hidup tetap ada di tangan klien,” beber Romy saat berkunjung ke kantor Bintang, di Jakarta.

Bulan lalu, pemilik nama lengkap Romy Tunggul Widodo kedatangan seorang perempuan galau. Perempuan ini merasa memiliki ketertarikan kepada sesama jenis. Ternyata, waktu kecil ia diasuh oleh tante. Energi ibu tidak sekuat tante sementara figur ayah tidak ada sama sekali. Itu sebabnya, ia lebih mudah menyayangi sesama jenis. 

“Saat bertemu dengan sesama perempuan, dia bilang, 'Ini cewek bibirnya bagus' atau 'ini cewek cantik banget.' Namun ia tidak pernah ciuman dan berhubungan intim dengan perempuan. Sekarang, tante yang selama ini mengasuhnya tidak ada lagi dan ia butuh karakter pengganti untuk mengisi posisi tante yang kini kosong,” Romy berbagi cerita.

Berganti hari, Romy kedatangan tamu laki-laki, sebut saja Budi. Ia diasuh ayah yang galak, gemar menghajar bahkan beberapa kali ia dikurung di kamar mandi. Akibatnya, Budi tidak punya figur ayah yang sesuai harapan dan berusaha mencari figur semacam itu dari laki-laki lain. 

“Akhirnya, ia bertemu dengan pria yang salah. Pria ini memanfaatkannya. Harapan Budi dipenuhi namun ada sesuatu yang diminta oleh pria ini yang tidak dapat saya sebutkan detail. Tugas saya bukan menilai ini benar atau salah. Saya juga menangani klien yang mengidap obsesif kompulsif disorder dan depresi karena ditinggal mati orang tua,” ia menukas.

(wyn / gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait