Upi: Jangan Mau Diistimewakan karena Gender

Wayan Diananto | 20 April 2019 | 11:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pada 2016, Upi (48) membukukan prestasi gemilang. Film buatannya, My Stupid Boss, menyerap 3,05 juta penonton. Upi menjadi satu-satunya sineas perempuan yang menembus tangga box office Indonesia 2016.

Tahun ini, prestasi serupa kembali terulang. My Stupid Boss 2 meraih 1,5 juta penonton dan bertengger di peringkat ke-3 daftar film Indonesia terlaris 2019. Lagi-lagi ia jadi satu-satunya sineas perempuan di tangga box office. Di tengah minornya jumlah sineas perempuan, Upi salah satu yang sukses secara komersial.

Selama bekerja di industri film Tanah Air, sineas kelahiran 21 Juli ini tidak mendapat perlakuan berbeda karena gender. Industri seni, khususnya film layar lebar, membuka peluang yang sama besar kepada laki-laki maupun perempuan. Jika ingin memiliki karier langgeng, perempuan harus menunjukkan bahwa kemampuan mereka tidak kalah hebat daripada laki-laki. Berkarier sejak 2002, Upi baru mencetak box office pada 2016 dan 2019.

Sutradara perempuan lainnya belum ada yang bisa mengumpulkan penonton sebanyak Upi. “Kalau jumlah sutradara perempuan lebih sedikit, saya percaya ini karena faktor kesempatan, bukan karena gender. Saya tidak merasa istimewa, hanya beruntung. Di luar sana, saya percaya banyak perempuan yang lebih cerdas daripada saya. Banyak perempuan berbakat besar di bidang penulisan skrip dan penyutradaraan namun belum menemukan jalan menuju industri. Ini soal waktu,” ujar Upi.

Banyak yang menyebut Upi sutradara wanita. Lalu mengapa Joko Anwar, Riri Riza, dan Hanung Bramantyo tidak disebut sutradara pria? Harus diakui, publik masih mengasosiasikan profesi tertentu dengan gender. Berkaca kepada industri film Hollywood, ketika Kathryn Bigelow meraih Piala Oscar Sutradara Terbaik lewat film The Hurt Locker (2008), dunia terperenyak. Ia menjadi perempuan pertama dalam sejarah yang meraih Oscar Sutradara Terbaik. 

“Tampaknya, profesi sutradara masih identik dengan laki-laki. Apalagi, The Hurt Locker film perang, mayoritas pemainnya laki-laki. Kesannya maskulin banget tapi Kathryn mendobrak stigma itu. Kathryn membuktikan ia meraih Oscar bukan karena ia perempuan melainkan memang layak diganjar piala,” beber Upi di Jakarta Selatan, pekan lalu.

Sebelum memenangi Oscar, Kathryn menjadi sutradara terbaik di ajang penghargaan film tertinggi Inggris, BAFTA. Ia juga dinominasikan di Golden Globes. 

Perempuan layak bertepuk tangan atas prestasi perempuan lain. Di sisi lain, kata Upi, sesama perempuan juga harus saling mengingatkan agar menjadi lebih baik.

“Jadi, pesan saya kepada perempuan Indonesia, jangan mau diistimewakan karena gender. Jadilah istimewa karena Anda memang layak diistimewakan dan karena prestasi Anda,” ujar Upi seraya mengingatkan, meski bergerak maju, industri film lokal masih punya sejumlah persoalan.     

“Dulu, di awal kebangkitan film Indonesia, kita kekurangan pemain. Sekarang, jumlah pemain mulai banyak tapi kita kekurangan kru. Berdasarkan pengalaman saya memproduksi My Stupid Boss 2 kemarin, saya sampai berebut kru dengan pihak lain, lo. Belakangan, beberapa rumah produksi besar menargetkan memproduksi 6 sampai 10 film per tahun. Artinya, kesempatan bagi perempuan untuk memajukan film Indonesia melebar,” beri tahu Upi. 

(wyn / gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait