Paulina Purnomowati Peserta The Apprentice One Championship Edition: Bangga dan Terbeban Mewakili Indonesia

Adi Adrian | 24 Februari 2021 | 07:33 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Fans The Apprentice di Tanah Air kaget mendapati The Apprentice One Championship Edition menjaring 16 peserta dari berbagai negara dan satu di antaranya asal Indonesia, yakni Paulina Purnomowati.

Tak semua negara Asia mengirim kandidat di ajang ini. Indonesia salah satu yang beruntung berkat keuletan alumni Northeastern University Boston, AS itu. Selasa (23/2/2021), kami berkesempatan mewawancara Paulina via Zoom. Peraih gelar MBA ini berbagi cerita dari didorong sahabat mendaftar The Apprentice One Championship Edition hingga suasana di lokasi syuting yang tak ubahnya medan perang. Kami sajikan dalam format tanya jawab bersama cewek yang akrab disapa Pungky, berikut ini.

Bagaimana ceritanya bisa jadi peserta The Apprentice One Championship Edition?

Awalnya saya malah enggak tahu ada The Apprentice lagi, bahkan versi One Championship Edition. Yang kasih tahu teman saya dari Singapura, dia kerja dan tinggal di sana. Saya aktif unggah di medsos kegiatan apa saja. Jadi orang tuh tahu dunia saya antara bisnis, olahraga, dan nekat bertualang. Teman di Singapura kirim pesan: Pung, ini lo banget, lo mesti daftar. Jujur, awalnya gara-gara teman ngejorokin akhirnya saya daftar.

Sebelum dinyatakan lolos, katanya Anda sempat diinterviu langsung oleh CEO One Championship Chatri Sityodtong?

(Dua minggu setelah diwawancara asisten produser dan tak ada kabar, pada akhir pekan, saya dikabari soal jadwal interviu langsung dengan Chatri). Dia cuma tanya dua hal (salah satunya): kenapa gue harus pilih lo di antara ribuan calon peserta? Setelah itu dia bilang: selamat kamu terpilih menjadi salah satu dari 16 kandidat. Gue bilang oh my God kayak ketiban durian runtuh.

Apa reaksi Anda kali pertama mendengar ada tantangan fisik di The Apprentice One Championship Edition?

Pertanyaan bagus, reaksi awal saya yay seru! Begitu dapat kabar ada tantangan fisik, saya antusias karena lumayan aktif ikut triathlon, waktu kecil saya atlet senam. Badan saya selalu gerak aktif. Tapi begitu saya diterima, (baru saya menceletuk) oh my God ini nanti kayak apa ya? Saya berusaha tanya ke kru bocoran tantangan fisik ini seperti apa tapi mereka enggak mau bilang. Saya pikir ini bakal disuruh berantem enggak ya? Terus terang lumayan panik. Jadi siapin fisik dan mental saja, hajar bleh.

Banyak yang berspekulasi tantangan fisik lebih menguntungkan peserta cowok, apa komentar Anda?

Kalau dipikir secara logika, pasti ada pemikiran kayak begitu. Cuma saya enggak terlalu khawatir karena Olimpiade saja ada cabang cewek dan cowok. Saya mikirnya pasti mereka akan do something yang akhirnya fair. Fisik cewek dan cowok beda, tapi saya enggak bilang cowok pasti lebih unggul.

Apa hal yang paling rempong selama kompetisi?

Paling rempong adalah menjalaninya ha ha ha. Begini, saat berangkat saya enggak ada gambaran di kepala (kompetisi) nanti seperti apa. Begitu sampai sana dan tahu bagaimana akan menghadapi hari demi hari, mulai tuh… karena selama di sana kami sama sekali enggak dikasih jadwal. Misalnya, hari ini jam 9 malam, diberi tahu besok panggilan ke lokasi jam 5 pagi. Sampai di sana baru dikabari habis itu ngapain.

Bagaimana tetap tenang menjalani tantangan fisik maupun bisnis padahal waktunya terbatas?

Selain dikejar waktu, bayangkan kita harus menyelesaikan tantangan bisnis dengan orang yang kita enggak pernah kenal. Rentang usianya dari 22 sampai 44 tahun. Kerja bareng rekan dengan latar, pola pikir, asal dan budaya berbeda, itu tantangan terberat. Intinya, tiap hari berasa kayak mau makan orang, ha ha ha. Makanya setiap pagi saya ambil waktu meditasi sebentar, salat pagi, itu memulai hari dengan menenangkan diri, berserah dan minta kekuatan ke Sang Khalik karena rasanya kayak mau perang.

Apa rasanya menjadi satu-satunya wakil Indonesia di ajang bergengsi ini?

Pertama aku enggak sadar. Begitu sampai TKP dan memperkenalkan diri, tiba-tiba ada satu momen di mana aku kayak: oh my God gue sendirian, wanita pula mewakili Indonesia. Tiba-tiba terasa jadi beban berat. Wah gue enggak boleh malu-maluin nih kalau sampai pingsan di tengah jalan kok sepertinya Indonesia lemah sekali.

Bagi bocoran soal apa yang terjadi di The Apprentice One Championship Edition, Please…

Ha ha ha. Aku enggak boleh ngomong, tapi pasti yang bisa aku bilang hanya mudah-mudahan aku bisa memberikan yang terbaik untuk Indonesia.

Saya membayangkan hubungan para peserta selama kompetisi unik, semacam rindu dendam. Musuhan tapi mau enggak mau harus jadi teman sekaligus rekan.

Itu benar banget. Kita syuting saat lockdown. Di lokasi syuting sampai selesai kita enggak boleh keluar. Sampai hotel, kita enggak boleh keluar hotel. Jadi dalam keadaan super-duper stres, enggak boleh bertemu siapapun. Mau menelepon keluarga kadang berpikir mending istirahat. Mau enggak mau mereka yang notabene musuh (dalam kompetisi) akhirnya jadi saling memiliki, saling support. Walau benaran ada yang musuhan sampai tak saling bicara.

Apa yang ingin Anda sampaikan kepada orang Indonesia yang ingin ikut The Apprentice musim berikutnya?

Kru di Singapura (pernah bilang ke saya) sulit dapat kandidat Indonesia di ajang internasional. Banyak yang enggak percaya diri, alasannya kendala bahasa. Itu realitanya. Kalau saya boleh ngomong, kita harus tunjukkan bahwa Indonesia itu enggak terbatas pada (masalah) bahasa. Negara kita penuh dengan orang superpintar, kreatif, dan brilian dalam bisnis maupun seni. Mengapa harus merasa (tak percaya diri karena) kendala bahasa?

Ada pesan lain?

Yang menarik, media-media sebelumnya bertanya ke saya merasa terintimidasi enggak dengan peserta dari negara lain seperti Jerman, AS, dll. Saya jawab kenapa harus merasa terintimidasi? Ayo dong, saya saja berani kok. Ini waktunya dunia tahu potensi Indonesia.

Penulis : Adi Adrian
Editor: Adi Adrian
Berita Terkait