Ari Sanjaya dan Jalan Berliku Menuju Bisnis Furnitur

Wayan Diananto | 5 Mei 2016 | 21:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Wajah entrepreneur yang satu ini familier bagi pemirsa NET. Ari Sanjaya (35) rutin memandu program NET10 dan NET12. 

Di luar kapasitasnya sebagai ujung tombak pemberitaan, Ari menggeluti bisnis furnitur untuk rumah dan perkantoran.

Kecintaan Ari terhadap kewirausahaan didapat dari ayah-ibunya. Namun, darah kewirausahaan dari orang tua saja tidaklah cukup.

Pria kelahiran 22 Oktober ini melewati jalan berliku sampai akhirnya menjadi pengusaha sukses.

“Dari SMP saya sudah tahu mau jadi apa, karena ayah dan ibu saya berwirausaha. Kalau ditanya mau jadi apa, saya ingin menjadi pengusaha dengan menyerap ilmu orang tua,” demikian Ari memulai obrolan di Jakarta, minggu lalu. Seiring berjalannya waktu, Ari sadar Tuhan memberinya bakat lain: menyanyi. Perkenalan Ari dengan dunia tarik suara terjadi pada 2005.

Kala itu, dia lolos audisi Akademi Fantasi Indosiar (AFI) bersama Tika, Tiwi, Bojes, dan lain-lain. Sayang, langkahnya terhenti di babak 18 besar.

Gagal di AFI tak menyurutkan semangat menjajal keberuntungan di industri musik. Satu tahun kemudian, putra pasangan M. Odji dan Musripah ini mendaftar ke Indonesian Idol musim ketiga, satu angkatan dengan Dirly dan Ihsan. Ari hanya sampai di babak workshop. Kegagalan itu rupanya berbuah manis. 

Sebulan setelahnya, Ari ditawari RCTI menjadi continuity announcer. Pada 2011, ia dikasting Global TV untuk membawakan acara Obsesi bersama Bianca Liza. Ari mengawal program itu setengah tahun.

“Setelah itu saya membintangi iklan pisau cukur yang tayang di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Indonesia. Saya dikontrak empat tahun. Jadi bintang iklan membuka beberapa pintu bagi saya, salah satunya menjadi news anchor,” akunya.

Sibuk membangun karier di dunia hiburan bukan berarti Ari tak punya waktu untuk merintis karier sebagai entrepreneur. Setelah tersingkir dari AFI 2005, Ari diam-diam mendirikan Allure Spa dengan dua rekan bisnisnya. Dua tahun berjalan, Ari menjual spa itu. Alasannya, ingin menajamkan passion di dunia tarik suara.

Sejauh apa pun Ari pergi, panggilan berwirausaha membawanya kembali. Pada 2007, Ari mendirikan event organizer. 

“Saat ada acara pernikahan misalnya, saya menyediakan sound system, musik, dan band pengisi. Saya punya beberapa band yang bisa 'dijual'. Akhirnya saya dikontrak Grand Kemang Hotel tiga tahun untuk mengelola agenda hiburan di lounge mereka,” urai Ari.

Saat bersinggungan dengan hotel itulah, naluri bisnis Ari kembali menggelora. 

Ia melihat peluang bisnis untuk menjual perlengkapan mandi di kamar hotel. Dari hotel tempat ia manggung, Ari terhubung dengan sejumlah hotel berbintang di Bali. Ari kemudian menyediakan peranti untuk Nusa Dua Beach Hotel, Nikko Hotel, The Edge Villa Bali, dan lain-lain.

“Enggak disangka di Bali, saya bertemu seorang desainer. Kami bekerja sama membangun Ku Casa. Kami menjual kabinet, coffee table, karpet, lukisan, dan lain-lain. Gerai Ku Casa ada Kramat Pela, Jakarta,” beber Ari. 

Hal tersulit dalam membangun bisnis furnitur tidak jauh beda dengan bidang lain, memperkenalkan dan memasarkan brand baru. Kendala lain, belum banyak perajin Indonesia yang mengerjakan furnitur secara detail. Mayoritas perajin Indonesia menghasilkan furnitur berdesain simpel. 

“Sementara karakter Ku Casa acap kali memadukan beberapa elemen ke dalam satu produk misalnya kuningan, kayu, dan marmer. Beruntung kami bertemu perajin dengan dedikasi tinggi. Tidak banyak, tetapi berhasil merilis produk-produk limited edition. Klien kami kebanyakan orang Amerika dan Inggris yang tinggal di Indonesia. Belakangan banyak orang Indonesia membeli Ku Casa untuk keperluan kantor dan rumah. Ke depan, saya ingin masuk ke hotel,” harapnya.

(wyn/gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait