Dissa Syakina Ahdanisa dan Misi Menyejahterakan Tunarungu

Yohanes Adi Pamungkas | 11 Juni 2017 | 18:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Dissa Syakina Ahdanisa (27) meninggalkan pekerjaan sebagai analis keuangan di sebuah bank swasta di Singapura untuk fokus membesarkan Deaf Cafe Fingertalk.

Usaha yang bergerak di bidang kuliner dan cuci mobil yang mempekerjakan 20 tunarungu.

Bintang berjumpa dengan Dissa di Deaf Cafe Fingertalk yang berada di Pamulang, Tangerang Selatan. Pada 2013 Dissa selama 3 bulan menjadi relawan di Nikaragua, mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak dan membantu warga miskin.

Suatu hari ia masuk ke sebuah kafe bernama Café de las Sonrisas. Di dalam kafe ia baru sadar, semua pelayan dan juru masak adalah tunarungu. Sementara pemiliknya, Antonio Prieto, bukan tunarungu.

“Saya tertarik karena baru kali pertama melihat hal seperti itu. Mungkin kalau saya buat kafe macam itu di Indonesia akan bagus,” Dissa Syakina Ahdanisa mengenang.

Angan untuk membuka kafe seperti di Nikaragua tertunda, karena Dissa diterima bekerja di Singapura. Suatu kali mudik ke Indonesia, Dissa bertemu dengan kenalan lamanya, Pat Sulistyowati, mantan Ketua Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia. Kepada Bu Pat – begitu Dissa menyapanya – yang penyandang tunarungu, Dissa menceritakan rencananya.

“Bu Pat mendukung dan dia memberikan sebuah bangunan miliknya di Pamulang untuk tempat kafe. Dia juga membantu saya mencari pegawai,” kata Dissa.

Dari Singapura Dissa melakukan berbagai persiapan, salah satunya menyisihkan 30 persen gaji bulanannya untuk modal membangun kafe. Karena akan mempekerjakan tunarungu, sebagai pemilik kafe Dissa harus belajar bahasa isyarat supaya komunikasi berjalan lancar.

“Saya kursus bahasa isyarat di Singapura. Ada jenjang dan kurikulumnya. Untuk naik tingkat, harus melewati ujian yang menguji orang tunarungu juga,” ungkap Dissa yang terus mengasah kemampuan bahasa isyaratnya.

Beberapa orang terheran-heran dengannya. Mengapa ia mau membina usaha bersama tunarungu, padahal sudah menikmati karier dan gaji yang bagus di Singapura.

“Sebagai anak muda saya ingin membuat sesuatu untuk masyarakat yang kurang diperhatikan, salah satunya para tunarungu,” tegas Dissa.

Mei 2015 Deaf Cafe Fingertalk resmi berdiri di Pamulang, menggandeng 5 tunarungu untuk bekerja sebagai koki dan pramusaji. “Ada yang sudah bisa memasak, ada juga yang harus belajar dulu,” bilang Dissa.

Beberapa bulan Deaf Cafe Fingertalk beroperasi, Dissa sering bolak-balik Singapura-Jakarta akhir pekan. Selama ia bekerja, ibunya dan seorang teman membantunya memantau kafe.

“Saya belum berani keluar bekerja, karena usaha saya masih baru dan dibantu gaji saya di Singapura,” bilang Dissa.

Perkembangan Deaf Cafe Fingertalk baik, ia membuka cabang baru plus tempat cuci mobil di Cinere, Depok, pada 2016. Saat inilah ia yakin meninggalkan pekerjaannya di Singapura.

“Saya harus membantu teman-teman tunarungu bertahan, membantu mereka belajar, dan memunculkan ide-ide kreatif dalam diri mereka untuk membuat sesuatu yang baru,” tegas Dissa. 

Menduniakan Deaf Cafe Fingertalk 

September 2016 di Laos, Dissa menghadiri konferensi Inisiatif Pemimpin Muda Asia Tenggara. Waktu itu, Barack Obama yang masih menjabat Presiden Amerika Serikat, memberikan pidato khusus kepada para peserta termasuk Dissa. 

“Beliau mengatakan, anak-anak muda harus membuat inovasi dan gagasan besar untuk orang lain. Beliau juga mengajak dua peserta naik ke panggung, salah satunya saya,” kenang Dissa bahagia.

Perjuangan Dissa menyejahterakan penyandang tunarungu menginspirasi seseorang yang tinggal Poso, Sulawesi Tengah. Orang itu menghubungi Dissa dan menuturkan rencananya untuk merintis usaha mirip Deaf Cafe Fingertalk di Poso. 

“Setelah Poso diterjang konflik, kaum tuna rungu semakin sulit untuk mengembangkan hidup. Karena saya punya pengalaman saya ingin membantu,” ucap dia. 

Pertengahan Juni ini Dissa akan terbang ke Botswana, Afrika. Seorang temannya asal Botswana berniat membuka Deaf Cafe Fingertalk di negerinya. “Nama kafe sama dan konsepnya juga sama, yakni mempekerjakan kaum tunarungu di Botswana,” beber Dissa.  

 

(han / gur)

 

Penulis : Yohanes Adi Pamungkas
Editor: Yohanes Adi Pamungkas
Berita Terkait