Cerita Dokter di Wisma Atlet: Suasana Tahun Baru di RS Darurat Covid-19 

Redaksi | 3 Januari 2021 | 02:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Siang itu hujan mengguyuri langit Jakarta. Rintikan air hujan membasahi jubah hazmat kami sembari kami melaju ke ruangan penugasan kami. Saya ditugaskan di IGD hari itu.

Padat, penuh, gambaran di IGD hari itu. Gambaran itu sudah tidak asing di wajah kami, sudah biasa toh. Namun bagi saya hari itu tampak berbeda. Penumpukkan pasien baru dengan keadaan umum baik dan stabil di bagian triase memang kerap terjadi di siang hari, namun penumpukkan pasien di dalam IGD dengan status observasi yang disematkan pada seluruh pasien? Malam tahun baru ini memang berbeda.

Tidak ada satu tempat tidur pun tidak terisi. Satu pasien dengan desaturasi (penurunan saturasi oksigen) datang? Tidak masalah. Satu bed lagi masih dapat diselipkan. Namun dua pasien desaturasi baru kembali datang? Kami terpaksa menyesuaikan kursi dengan posisi bersandar di dinding untuk pasien observasi yang membutuhkan oksigen. 

Pukul 18.00 pasien baru terus berhilir datang. Di saat kami baru saja menyelesaikan status pasien-pasien yang masih membutuhkan observasi di IGD karena ruang intensif juga penuh, pasien baru yang membutuhkan observasi lainnya datang.

Seorang laki-laki datang dengan saturasi oksigen 65%, hanya mengeluh sesak. Sesak sedikit katanya. Kami pun mencoba memberikan masker oksigen, namun oksigen hanya mentok di 85% - Normalnya saturasi oksigen manusia berkisar 95-100%. Betul, itulah kejamnya infeksi ini. Setengah jam kemudian pasien mengeluh “lapar” dan kami pun memberikan pasien makan sambil terpasang oksigen. Pasien santai, dokternya yang panik.

Saat semua orang bersama keluarga merayakan pergantian tahun, 8 jam kami lalu dalam baju hazmat bersama para pasien. Saat orang menikmati makanan tahun baru dan apapun barbeque bentuknya, kami memastikan semua terkontrol dan terawat dengan baik. 

Sedih, iya. Capek, lebih. Tapi kami lebih sedih melihat banyak yang tidak peduli bahkan lengah akan protokol kesehatan. Kami berjuang, lelah, penuh peluh, kadang jenuh, tapi yang di luar “hepi-hepi” lupa adanya pandemi.

Saat letupan petasan dan kembang api kami lihat dan dengar sayup dari tempat kami berperang dengan infeksi ini. Kami hanya bisa berdoa, agar semua taat dan semakinwaspada. 

Covid itu ada, dan Covid itu berbahaya. Kami saksi bagaimana penderitaan pasien, kami saksi berpulangnya pasien yang harus meregang nyawa, kami saksi datangnya ambulans yang silih berganti membawa pasien. 

Walau kami harus selalu memberi semangat kepada setiap pasien dan kami harus menyemangati diri sendiri, kami tetap manusia, yang punya rasa cemas dan lelah. 

Detak jam 12 malam kemarin, pertanda tahun telah berganti tapi kami masih di sini.

Berharap 2021 angka penderita turun, berharap 2021 semua taat dan waspada. 

Bantu kami.

dr Nadhira Anindita Ralena BMedSci.

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait