Rumah Sakit Penuh, Cari Obat Sulit, Sungguh Konyol Kalau Masih Tak Percaya Covid-19?

Redaksi | 14 Juli 2021 | 19:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pandemi Covid-19 di Indonesia diawali dengan penyangkalan oleh pejabat. Tapi setelah kasus positif Covid ditemukan dan diumumkan sendiri oleh Presiden Jokowi, giliran beberapa kelompok masyarakat yang menyangkal keberadaan virus ini. Perlawanan dimulai dengan keengganan memakai masker atau menerapakan protokol kesehatan seperti dianjurkan otoritas berwenang. Beberapa aksi perlawanan ini sempat viral. Banyak yang mencaci ulah mereka, tapi sepertinya ada juga yang diam-diam memberi dukungan. Mereka tentu saja kelompok yang tak percaya virus Covid-19 benar-benar ada, bisa menjangkiti siapa, bahkan menyebabkan kematian.

Setahun lebih pandemi Covid mendera negeri ini dan semua manusia di muka bumi. Entah karena edukasi yang kurang gencar, gaya komunikasi yang kurang tepat, atau ketidakpercayaan pada pemerintah, masih juga banyak yang tak percaya Covid. Anjuran menerapkan protokol kesehatan, tak mudik, berkumpul atau mengelar hajatan, tetap diabaikan oleh sebagian orang. Bahkan saat pandemi Covid sedang menggila seperti sekarang ini, masih saja ada yang tak percaya. Dan konyolnya, meski sosial media memberi keleluasaan siapapun jadi penyampai berita, media mainstream ikut memberi ruang pada orang seperti ini.

Fakta apalagi yang dibutuhkan para penyangkal untuk percaya bahwa Covid-19 benar ada dan berbahaya? Setiap hari kita bisa mendengar, melihat dan membaca kabar rumah sakit penuh oleh pasien Covid-19. Derita mereka menjadi bertambah karena sulitnya mendapat tempat perawatan dan obat-obatan yang dibutuhkan. Kabar duka datang silih berganti menghias timeline sosial media kita. Sudah lebih dari 68.219 orang yang meninggal karena virus ini. Jangan menunggu menjadi korban baru percaya. 

Dalam kondisi tidak pasti seperti saat ini, cara terbaik dalam bersikap: mengikut anjuran otoritas. Untuk itu hanya dibutuhkan sedikit kerendahan hati. Sungguh konyol mempercayai hoak pembuat konten demi viral, bahkan di zaman kala pakar kalah dipercaya dibanding konten kreator. Mungkin karena ini Pak Menteri Kesehatan pun mau meluangkakan waktu diwawancara oleh Youtuber. 

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait