Nadiem Makarim dan Pandemi Covid-19, Ketika Guyon Menjadi Kenyataan

Tubagus Guritno | 28 Juli 2021 | 09:45 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Barangkali Anda pernah mendengar ungkapan 'ucapan adalah doa'. Hati-hati dengan lisan atau ucapan, karena siapa tahu itu menjadi doa yang dikabulkan oleh Tuhan.

Situasi seperti sekarang ini bisa jadi memang menjadi salah satu contoh bukti bahwa ucapan adalah doa. 

Masih ingat, ketika Presiden Jokowi menunjuk pendiri Gojek Nadiem Anwar Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan?

Banyak yang menanggapinya dengan guyon, dan menjadi viral di dunia maya; "Berarti nanti kita belajarnya online, sesuai aplikasi", “Bayar SPP pakai gopay, terima rapot pakai go send".

Berlanjut ketika Nadiem meluncurkan konsep "Merdeka Belajar", justru banyak yang menanggapinya dengan canda: “Guru dan siswa tidak perlu ke sekolah, dosen tidak perlu ke kampus, pelajar dan mahasiswa bisa belajar dari dan di mana saja. Sekolah dan kampus kampus jadi sepi dong".

Jika sekedar guyon, mungkin ringan saja, kalaupun menjadi kenyataan tapi hanya sesuatu yang sementara bisa jadi unik, malah menjadi variasi, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar atau dunia pendidikan.

Tapi jika berkepanjangan seperti sekarang, bertahun-tahun belajar dari rumah, mulai mendaftar, masuk sekolah, bahkan lulus, wisuda juga dari rumah? Bagaimana?

Bukan lagi unik, atau sesuatu yang variatif, tapi justru menjadi sesuatu yang membosankan. Seperti halnya dulu sebelum pandemi, ketika pelajar dan mahasiswa bosa dengan sistem belajar tatap muka.

Atau pekerja yang bosan ke kantor dan maunya kerja dari rumah saja. Faktanya setelah diberi kesempatan mengerjakan segala sesuatu dari rumah, bukan menyenangkan tapi berbalik menjadi membosankan.

Mungkinkah keadaan kembali seperti dulu, seperti sedia kala saat sebelum Pandemi Covid-19 terjadi? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Atau bisa jadi perpaduan keduanya. Karena situasinya tidak bisa diprediksi lagi. Mungkin itu makna era new normal yang akan kita hadpi bersama di masa mendatang.

Tergantung bagaimana kita bersikap dan bertindak, mau mengakhiri pandemi atau dibiarkan pandemi ini berkepanjangan dan kita semua kehabisan daya dan upaya. Bukan hanya masyarakat, tapi juga pemerintah yang tidak sanggup lagi mengendalikan situasi. Tidak peduli siapapun pemimpin dan pemerintahannya.

Atau, seperti banyak orang sekarang bicara, sudah lah, tidak perlu ada pembatasan PSBB, PPKM, atau apapun namanya, kita hidup saja seperti biasa, seperti dulu. Bagaimana dengan Covid-19 yang masih ganas? Ya sudah, hidup berdampingan dengan Covid-19, begitu jawaban entengnya.

Hidup berdampingan dengan Covid-19 itu bagaimana caranya?

Apakah jika terpapar virus lalu diobati, sembuh syukur, tidak sembuh ya mati. Sederhananya, pasrah saja apa yang akan terjadi.

Atau bisa juga memilih cara dengan segala daya upaya menghindar supaya tidak terpapar Covid-19, entah dibilang hati-hati atau paranoid, beda tipis.

Kembali lagi, itu semua adalah pilihan. Karena hidup jalannya selalu dihadapkan dengan keharusan memilih, karena baru setelah mati kita tidak bisa lagi memilih. Silakan memilih cara yang tepat dan cocok dengan hidup kita dan orang-orang yang kita cintai dalam segala hal, termasuk menghadapi Covid-19.

Ada baiknya kita semua juga sama-sama berdoa, berharap Pandemi Covid-19 segera selesai, boleh berandai-andai atau bahkah sambil guyon, jika pandemi Covid-19 berakhir seperti apa situasi yang diharapkan, dan viralkan.

Karena siapa tahu ternyata Tuhan lebih mendengar doa yang dilakukan sambil guyon atau berseloroh, atau yang tidak disengaja. hehehe.. 

***

 

Penulis adalah Pemimpin Redaksi tabloidbintang.com.

Tulisan ini murni opini pribadi dan menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada keberatan atau ada yang perlu didiskusikan silakan menghubungi email: guritno@tabloidbintang.com atau melalui Instagram @tubagusguritno

 

Penulis : Tubagus Guritno
Editor: Tubagus Guritno
Berita Terkait