Menanti Acara Award Industri Hiburan Indonesia yang Obyektif

Panditio Rayendra | 20 Mei 2015 | 16:55 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - INDONESIAN Movie Awards (IMA) 2015 tengah menjadi sorotan.

Bukan dalam konotasi yang baik. IMA 2015 dianggap tidak fair, karena memenangkan nominator yang pada awalnya tidak terdaftar nominasi. Kategori Soundtrack Terfavorit, diraih lagu Indonesia Negeri Kita Bersama (dinyanyikan Angel Pieters, OST. Di Balik 98, lagu diciptakan oleh Liliana Tanoesoedibjo). Terungkap bahwa dalam daftar kategori Soundtrack Terfavorit, awalnya hanya ada lima nominator dan tidak ada nama Angel. Nama Angel baru dimasukkan enam hari sebelum malam puncak.

Sekitar 10 tahun terakhir, banyak bermunculan acara penghargaan atau awarding show di industri hiburan Indonesia. Positifnya, ajang penghargaan bisa membuat pekerja seni, entah itu penyanyi, pemain sinetron atau bintang film, berlomba-lomba memberikan yang terbaik agar karyanya terapresiasi.

Negatifnya, mayoritas acara penghargaan terikat dengan stasiun TV tertentu. Hal ini kemudian membuat publik meragukan seberapa fair pemenang acara award tertentu, terlebih jika stasiun TV punya kepentingan. Pasalnya, stasiun TV berafiliasi bahkan satu atap dengan rumah produksi tertentu. Ditambah lagi, di Indonesia hampir semua artis terkenal sudah memiliki imej sebagai 'artis TV A' atau 'artis TV B'. Bahkan ada manajemen artis yang satu grup dengan stasiun TV. Ada lho, penyanyi dangdut yang selalu menang penghargaan di setiap stasiun TV yang satu grup dengan manajemennya bikin awarding show.

Dalam kisruh IMA 2015, misalnya. IMA merupakan acara penghargaan yang digagas RCTI/MNC Group. Sementara MNC Group, juga memiliki MNC Pictures, yang menggarap sejumlah film layar lebar (yang kemudian juga berjaya di beberapa kategori IMA 2015) seperti 7 Hari 24 Jam dan Di Balik 98.

Pada contoh kasus Angel Pieters, semakin menimbulkan kecurigaan karena lagu yang dinyanyikan Angel diciptakan oleh Liliana Tanoesoedibjo, istri dari Hary Tanoesoedibjo, bos MNC Group.

Mungkin tak semua orang mengerti bahwa IMA adalah ajang penghargaan milik RCTI, bukan seperti Festival Film Indonesia, di mana peran stasiun TV hanya sebagai media partner. Tentu, dengan memakai nama Indonesian Movie Awards, publik dalam hal ini pemerhati dan insan film, berharap ajang ini obyektif.

Lain cerita kalau ajang itu memakai nama TV sebagai brand acara penghargaan. Contoh, award yang diadakan SCTV. Selama lima tahun terakhir Syahrini selalu mendapat penghargaan Penyanyi Paling Ngetop, mengalahkan Rossa, Raisa, bahkan Agnes Monica. Tapi apa daya. Namanya juga SCTV Awards. Dibandingkan nominator lain, Syahrini jelas lebih sering mejeng di acara SCTV. Sehingga pemirsa SCTV paling akrab dengan sosok Syahrini. Dan yang paling penting, nama Syahrini memang sudah diumumkan sebagai nominasi sejak awal, tidak ditambahkan sepekan sebelum malam puncak. Bukan bermaksud belain Syahrini atau SCTV, lho. Hehehe.

Tentu yang diharapkan lebih fair adalah penghargaan yang bukan dimiliki oleh industri TV atau grup media tertentu. Ambil contoh, Panasonic Gobel Awards (PGA), ajang apresiasi insan TV, atau People's Choice Awards-nya Indonesia.

Ajang ini pertama kali digelar pada 1997, digagas oleh PT Panasonic Gobel Indonesia dan Tabloid Citra. Pada 1997-2000, Indosiar ditunjuk sebagai tuan rumah. Setelah itu, sampai sekarang, PGA disiarkan oleh RCTI.

Trans TV dan Trans 7 pada tahun 2011 sempat melakukan boikot pada ajang ini. Alasannya bukan soal menang atau kalah. Tapi saat program atau pengisi acara mereka menerima piala, bertepatan dengan penayangan iklan. Sehingga ketika pihak Trans TV / Trans 7 menerima piala, pemirsa di rumah tidak melihat atau off-air.

Lalu bagaimana caranya agar award yang sebenarnya bukan milik stasiun TV bisa tetap netral? Ada baiknya mengikuti sistem penyiaran di Amerika Serikat. Ambil contoh ajang Emmy Awards, penghargaan tertinggi di industri TV, yang pemenangnya ditentukan oleh dewan juri.

Pemegang hak siar ajang ini adalah empat stasiun TV beda pemilik, yang dirotasi setiap tahunnya. Misal, pada tahun 2015 disiarkan Fox, 2014 disiarkan NBC, 2013 disiarkan CBS dan 2012 disiarkan ABC. Jika sistem rotasi diterapkan pada ajang bukan milik TV seperti PGA atau Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards, bisa meminimalisir indikasi pemilihan pemenang yang subyektif.

Festival Film Indonesia, ajang netral yang sempat beberapa kali pindah stasiun TV. Pada 2011, disiarkan RCTI, 2012-2013 disiarkan SCTV dan 2014 disiarkan Kompas TV dan Berita Satu. FFI memang pernah menuai kontroversi saat memenangkan film Ekskul pada tahun 2006. Namun perpindahan ke stasiun TV sepengetahuan kami tidak berpengaruh pada obyektivitas dewan juri. 

Yang jadi masalah, ketika disiarkan stasiun TV besar seperti RCTI atau SCTV, pengelola stasiun TV berhak memasukkan pengisi acara (penyanyi, band, boyband, girlband) yang sebenarnya tidak ada korelasinya dengan industri film.

Saat disiarkan oleh Berita Satu dan Kompas TV pada tahun 2014, memang tak ada pengisi acara di luar konteks film. Tapi harus diakui, tata panggung dan kemasan acaranya tidak semegah saat TV partnernya RCTI atau SCTV.

Melihat fenomena ini, sepertinya masih sulit mengharapkan sebuah ajang yang netral namun disiarkan secara megah. Dan sebaliknya, ajang yang digelar secara glamor tapi pemenangnya tetap obyektif.

Menurut Anda sendiri, apa acara penghargaan yang disiarkan stasiun TV yang paling bagus, baik dari segi pemilihan pemenang maupun kemasan acara?

(ray/yb)

Penulis : Panditio Rayendra
Editor: Panditio Rayendra
Berita Terkait