Ternyata Muhammad Ali dan Mike Tyson Itu Beda Orang...

Wayan Diananto | 15 Juni 2016 | 13:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Kemarin (Selasa, 14 Juni) saya kedatangan dua tamu: Adhitya Mulya dan Sheila Dara Aisha. Kang Adhitya Mulya penulis novel Jomblo, yang kemudian difilmkan oleh sineas peraih dua Piala Citra Hanung Bramantyo. Buku terbarunya, Sabtu Bersama Bapak kini difilmkan Monty Tiwa. Sheila Dara Aisha, salah satu pemainnya.

 

Kaget Melihat Foto Muhammad Ali

Kang Adhitya berbagi cerita soal profesi sebagai penulis. Sejujurnya, ia lebih senang disebut sebagai pencerita. “Beri saya kertas, maka saya akan menulis. Beri saya kamera, maka saya akan bercerita dari gambar-gambar yang saya ambil dengan kamera itu. Berikan saya buku kosong, maka saya akan membuat naskah di buku itu,” ucapnya di tengah perbincangan.

Dengan menulis, ia memberi tahu. Mereka yang membaca tulisan-tulisannya terpuaskan rasa ingin tahunya. Dari yang semula tidak tahu menjadi tahu. Otak yang semula kosong, terisi. Setelah mengobrol dengan Kang Adhitya, saya bergeser ke Sheila yang sedang dirias oleh penata rias Budi Valentino. Di ujung percakapan, kami membahas hobi.

“Aku suka banget membaca. Kalau mau tahu kultur negara lain (khususnya Rusia) dengan kemasan yang lebih ringan, ada buku The Brothers Karamazov karya Fyodor Dostoyevsky. Buku lain yang menurut saya keren, 1Q84 oleh Haruki Murakami. Ini buku fiksi ilmiah dengan pola pikir yang aneh. Banyak kejutan dan plot twist,” serunya. Dari membaca, Sheila tahu banyak hal.

Sementara saya, bukan orang yang hobi membaca. Ajaibnya, saya merasa sudah mengetahui banyak hal. Padahal, pengetahuan saya jika dibandingkan dengan orang lain acapkali kalah telak. Sayanya yang kalah telak.

Pekan lalu, misalnya. Dunia digegerkan oleh mangkatnya atlet legendaris, Muhammad Ali. Setahu saya, kisah hidup beliau pernah difilmkan. Dibintangi Will Smith. Lewat film Ali, ia meraih nominasi Oscar pertama. Setahu saya (lagi), dulu dia lahir bukan dengan nama Muhammad Ali. Proses hidup membuatnya belajar Islam lalu berganti nama menjadi Muhammad Ali.

Saat kabar Muhammad Ali wafat terdengar, saya ikut bersedih seperti kebanyakan orang. Malam harinya, saat menonton berita di layar beling, kesedihan saya berubah menjadi kebingungan. “Kok wajahnya Muhammad Ali jadi begini? Perasaan wajahnya dulu lebih sangar, deh,” tanya saya dalam hati. Kemudian, saya mengetik nama Mike Tyson di mesin Google. Pecah sudah kebodohan saya. Ternyata, Mike Tyson dan Muhammad Ali itu beda orang!

Ali lahir dengan nama Cassius Marcellus Clay, Jr. Tak lama setelah menjalani pertandingan pada 1964, ia memeluk Islam dengan nama Muhammad Ali. Mike Tyson pun begitu. (Dari beberapa artikel yang saya baca), setelah tersangkut kasus hukum dan dipenjara, Mike Tyson mengumumkan telah memeluk Islam pada 1995. Namanya menjadi Malik Abdul Aziz.

 

Angel Di Maria Kok Laki-laki?

Kebodohan saya tak henti sampai di situ. Lima tahun lalu, saya mendatangi gala premiere film di Djakarta Theatre XXI. Dari kantor saya (di Mega Kuningan), saya lewat Rasuna, Menteng, Sarinah, lalu sampai ke Djakarta Theatre XXI. Di tengah jalan, saya melewati Taman Menteng. Di seberang taman itu, ada kantor kecil dengan desain minimalis bertuliskan Aston Martin.

Setiap kali melihat kantor itu, saya membatin, “Enggak nyangka ya, jaringan hotel Aston kantornya sekecil ini.” Setiap melewati kantor itu, selalu tampak tutup. Saya tidak bisa melihat isinya. Sampai kemudian, saya menonton film James Bond, Skyfall. Barulah saya tahu Aston Martin bukan nama hotel. Melainkan merek mobil ternama.

Kebodohan saya yang lain, terpecahkan dua hari lalu ketika menonton program berita olah raga malam hari di Kompas TV. Penyiar berita mengabarkan atlet Angel Di Maria. Mata saya yang kriyep-kriyep kemudian terbelalak. “Lo, Angel Di Maria kok laki-laki, sih?” saya membatin sembari mengeraskan volume televisi di kamar. Sempat saya berpikir, beritanya yang salah.

Untuk memastikan, saya mengambil gawai dan mengetik kata “Angel Di Maria” di mesin pencari Google. Astaga, Angel Di Maria sudah punya istri! Ketika saya menceritakan ini ke teman saya, ia berceloteh, “Ya ampun bo', masa iya lo mikir kalau Angel Di Maria cewek?”

“Jangan celamitan, yey! Emang yey tahu Angel Di Maria itu sapose (siapa)?” sahut saya.

Deseu atlet bo'

“Atlet apa?”

“Ya pokoknya atlet.”

“Nah, kan! Yey aja tinta (tidak) tahu sapose deseu pakai ngatain eike! Sekarang begini deh, dipakai aja nalarnya. Kalau yey denger nama Angel, misalnya Angel Lelga. Yang terlintas di benak yey, deseu lakik atau pere (perempuan)?

“Angel Lelga ya perempuanlah. Dia kan punya jilbab Hermes yang mahal itu, kan?”

“Kalau yey denger nama Angel Karamoy. Yey mikirnya deseu lakik apa pere?”

Pere. Dia kan hasil dari operasi plastik Marshanda sebagai Lala di sinetron Bidadari!”

“Kalau yey denger nama Angel Pieters?”

Pere bo, yang menang Piala Indonesia Movie Awards kategori Lagu Soundtrack Terfavorit tapi tahun depannya kategori itu enggak ada, kan?”

“Kalau kemudian lo denger Angel Di Maria. Bayangin bo', ada kata Maria-nya. Lo mikirnya deseu lakik apa pere?” Suasana kemudian menjadi hening. Debat sado ini sebenarnya bukan esensi dari tulisan ini. Esensinya adalah, saya tidak akan berpikir Angel Di Maria perempuan jika saya mau meluangkan waktu beberapa menit memperbarui informasi.

Saya tidak akan mengira Aston Martin itu nama jaringan hotel jika rajin baca koran atau situs berita. Pun saya tidak akan menganggap Mike Tyson dan Ali orang yang sama jika saya mau meluaskan wawasan. Salah satu cara meluaskan wawasan, ya dengan itu tadi: membaca.

(WAYAN DIANANTO / RAY)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait