Perang Dunia Maya di Tahun Politik, Jadi Sasaran "Pasukan Nasi Bungkus" Juga "Rapopo"

Suyanto Soemohardjo | 24 April 2014 | 16:53 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - SELAIN rapopo, pasukan nasi bungkus alias panasbung, jadi istilah populer belakangan ini.

Sebutan bernada olok-olok ini dipakai untuk mengidentifikasi sekelompok orang yang bertugas menebar cacian atau sanjungan, lewat dunia maya. Dengan memakai nama dan akun palsu, mereka memanfaatkan keleluasaan dunia maya untuk menyerang dengan kalimat kasar, atau menebar sanjungan setinggi langit. Semua sarana di dunia maya, dimanfaatkan;  sosial media, kolom komentar di portal berita, atau aktif di forum.

Saya pertama kali menemukan istilah panasbung saat membaca rubrik komentar di Kompas.com. Seorang pemberi komentar menuding pemberi komentar lain sebagai gerombolan pasukan nasi bungkus. Mereka diejek tak punya kerjaan selain nongkorongin lapak sambil nunggu kiriman nasi bungkus dan pulsa. Komentar yang bertebaran sering lebih menarik dibanding artikelnya. Kadang kalimatnya lucu bikin ngakak, tak jarang mewakili apa yang ingin kita katakan.  

Panasbung yang semula hanya eksis di dunia maya, jadi isu di dunia nyata setelah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membuat puisi menyindir kehadiran mereka. Begini penggalan puisinya: "Kami pasukan nasi bungkus/Laskar cyber pejuang di belakang komputer/Senjata kami facebook dan twitter/Menyerang lawan tak pernah gentar/Patuh setia pada yang bayar."
 
Benarkah ada kelompok yang diorganisir untuk menyerang lawan politik lewat dunia maya? Dalam politik, apa yang tak mungkin? Tapi pasti bukan nasi bungkus bayarannya. Siapa juga yang mau repot-repot buat akun palsu, lalu terus online, ngetweet atau memberi komentar di portal berita, demi sebungkus nasi?

Sebelum istilah panasbung, Amien Rais pernah menengarai kehadiran cyber troops, pasukan dunia maya, sekelompok orang yang dikerahkan kelompok tertentu untuk menyerang lawan politik. Amien tampaknya pernah merasakan serangan pasukan ini.

Politik Indonesia mutakhir memang makin menyadari dan lalu mengeksploitasi kekuatan media online dan sosial media. Tak seperti TV, radio, atau media cetak yang dikontrol penuh pengelolanya, media digital memungkinkan menempatkan penggunanya sebagai subyek. Dan, hanya lewat media digitallah kelompok sejenis panasbung bisa dikerahkan.

Kalau benar ada, tak sulit mengidentifikasi siapa komandan pasukan nasi bungkus ini? Mereka yang getol menyerang capres A, boleh jadi pasukan capres B, dan seterusnya. Tapi pasti tak semua tweet atau komentar dukungan/hujatan datang dari panasbung. Di dunia maya justru lebih banyak penggemar dan pembenci yang murni tanpa bayaran. Mereka berbekal keyakinan diri, kejujuran, keterbukaan juga ketulusan, dan lalu mengekspresikan dengan lugas. Apa adanya.

Politisi juga selebriti yang ingin menjaga eksistensi dan mendapatkan feedback dari penggemar atau pembenci, mereka bisa mendapatkan itu lewat dunia maya dengan cuma-cuma. Biar komentarnya terdengar sadis, tapi kalau benar, bukankah lebih berguna dibanding sanjungan kosong?

Dalam politik, apalagi menjelang pemilu, memang bukan benar atau salah yang penting, tapi berdampak negatif atau positif. Itu tugas konsultan politik untuk mengelolanya, sehingga sesadis apapun serangan panasbung atau hatters murni, tak mengacaukan rencana jangka panjang. Diserang panasbung? Rapopo.

(yb/ade)

Penulis : Suyanto Soemohardjo
Editor: Suyanto Soemohardjo
Berita Terkait