Mengenang Putri Diana: Pembangkit Semangat Mereka yang Putus Asa

Redaksi | 31 Agustus 2020 | 23:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Suatu hari Putri Diana mendapat surat dari seorang ayah, yang anak laki-lakinya sedang sekarat karena menderita AIDS. Sebelum kematiannya, lelaki muda yang sakit itu ingin bertemu dengan The Princess of Wales. Setelah membaca permohonannya, secara pribadi Diana mengusahakan agar anak laki-laki tersebut bisa hadir di sebuah asrama bagi penderita AIDS di London milik The Lighthouse Trust, yang akan dikunjungi Diana. Sikap Diana yang penuh perhatian telah menumbuhkan harapannya yang hampir pupus. Bila surat tersebut harus diperiksa sebagaimana lazimnya, keluarga anak tersebut mungkin hanya akan menerima balasan yang simpatik dari seorang dayang-dayang. 

Peristiwa itu membuktikan betapa mulia hati Diana. Perhatiannya pada hal-hal kecil, termasuk menyeleksi sendiri surat-surat dari pangagumnya, meski punya sekretaris pribadi, salah satu kelebihannya. Ia memang bak putri Cinderrela, yang cantik wajah dan hatinya. Sifat itu tumbuh sejak kecil. Ia memang beda dengan dua kakanya, Sarah dan Jane yang lebih ceria dan menonjol di bidang olahraga. Ketika sekolah di tempat yang sama dengan kakaknya, ia agak terkucil. Tapi satu hal, rasa sosialnya tumbuh di sini. Untuk pertama kalinya Diana mulai mengenal kehidupan sosial, yang sangat bermanfaat setelah menikah dengan Pangeran Charles. 

Antara tahun 1974-1977, saat sekolah di West Heath dekat Sevenoaks, Diana mulai mengunjungi beberapa panti jompo dan rumah sakit. Kebetulan di sekolah itu ada program wajib yang mengharuskan setiap siswanya mengerjakan itu. Diana yang sangat tertarik dengan progam ini, betah duduk berjam-jam menunggui orangtua dan orang yang sedang sakit  untuk mendengar keluhan mereka. Ia juga tak canggung membersihkan dan merapikan tempat tidur mereka. Satu lagi kelebihannya, menghibur anak-anak terbelakang mental. Tidak heran, sepulang dari Swiss, tahun 1979, ia nekad menjadi baby sitter dan mengajar TK di Pilmico, London. Di sana dia mengajarkan menyanyi, menulis, juga menari. 

Sifat Diana yang suka anak-anak dan memperhatikan orang yang kesusahan, ternyata tidak berubah. Bahkan setelah pernikahannya dengan Pangeran Charles. Predikat Putri di depan namanya justru dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Kepeduliannya terhadap rakyat kecil, gelandangan, korban obat-obatan terlarang, penderita AIDS sampai korban perang, begitu besar. Kalau banyak orang takut dan menolak berdekatan dengan pengidap AIDS, Diana dengan enteng berucap,  ''AIDS tidak membahayakan orang yang ingin mengetahuinya. Marilah kita gandeng tangan, karena mereka sangat membutuhkannya.'' Ucapannya bukan isapan jempol belaka. Dia tidak hanya membangunkan semangat penderita AIDS, tapi juga bercakap-cakap, bahkan memegang tangan mereka. Diana tahu betul cara membangkitkan semangat orang yang putus asa. 

Perceraiannya dengan Pangeran Charles, tak mengubah perangainya menjadi pemurung. Ia membuktikan diri sebagai wanita tangguh. Dalam satu wawancara, terang-terangan ia mengatakan lebih bahagia menjadi permaisuri di hati rakyat banyak daripada permaisuri kerajaan. Dalam masa jandanya, kegiatan sosialnya justru makin meningkat. Kesendiriannya diisi dengan kegiatan-kegiatan kemanusiaan di seluruh dunia. Tak terhitung lagi berapa banyak ia mengunjungi negara-negara di seluruh dunia. Dari mengumpulkan dana untuk penderita AIDS, kanker sampai duta Palang Merah Internasional dan  UNICEF. Bulan Juni tahu lalu, misalnya, Diana melelang gaun-gaunnya di Amerika. Uang hasil lelang itu, sebanyak 12 miliar, disumbangkan ke yayasan AIDS dan yayasan kanker. ''Putri Diana pencari dana terhebat di dunia,'' kata Sekjen PPB, Kofi Annan. Kegiatan terbaru Sang Putri sebelum meninggal dunia, mengkampanyekan kegiatan gerakan kemanusiaan anti ranjau darat, di seluruh dunia. 

Bulan Januari 1997, Diana terbang ke Angola, untuk mengkampenyekan gerakan antiranjau. Dengan menggunakan celana jeans dan perhiasan seadanya serta cadar penutup debu, ia rela membiarkan kulitnya terpanggang matahari benua Afrika. 

Di mata orang-orang yang menderita, kehadiran Diana sangat berarti. Tatapan matanya yang penuh cinta, elusan tangannya yang halus, senyumnya yang menawan dan ucapannya yang lembut, sangat ditunggu. Tidak heran, 15  Agustus 1997 saat berkunjung ke Bosnia Buca Potok, Bosnia - Herzegovina, matanya sembab setelah mendengar kisah tragis gadis muda bernama Mirzeta Gabelic, yang salah satu kakinya diamputasi akibat ranjau darat peninggalan Perang Bosnia (1992-1995). Kunjungan selama 3 hari di negeri itu, mempunyai arti yang sangat besar. Tidak kurang dari Norwegian People's Aid (NPA) dan Land Mine Survivor's Network mengundangnya untuk memberikan wejangan bagi korban keganasan ranjau. Setelah didatangi Diana, mereka yang sempat putus asa, gairah hidupnya muncul kembali. 

Duta kemanusiaan itu telah pergi. Tapi semua karya manisnya tetap membekas di hati.

(Artikel ini pernah dimuat di Tabloid Bintang Indonesia edisi September 1997)

 

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait