Alasan Produser Mengusung Novel Wedding Agreement ke Layar Lebar

Panditio Rayendra | 2 Agustus 2019 | 13:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Setelah sukses mengantar film Dua Garis Biru merangkul 2 juta penonton, produser Starvision Plus, Chand Parwez Servia mengumumkan proyek film terbaru yang dirilis 8 Agustus 2019. Proyek yang dimaksud, Wedding Agreement.

Wedding Agreement diadaptasi dari novel karya Mia Chuz. Sama seperti Dua Garis Biru, film Wedding Agreement merupakan karya sutradara debutan, Archie Hekagery yang dulu kita kenal lewat komedi situasi Tetangga Masa Gitu. Parwez punya alasan sendiri mengapa novel Wedding Agreement harus diangkat ke layar lebar.


Sebagai produser, ia tidak sembarangan memfilmkan novel. “Harus ada ide besar. Ide besar itu macam-macam. Starvision cukup banyak membuat (film berdasarkan) cerita asli jika dibandingkan dengan adaptasi novel atau buku lain. Novel adalah ide besar dan sudah punya pembaca sendiri. Saat membaca novel Mia Chuz, saya menemukan ide besar dan isu penting,” beri tahu Parwez kepada tabloidbintang.com di Jakarta Selatan belum lama ini. Parwez menambahkan, ada fenomena menarik dalam masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir.


Sebagian masyarakat menjalani pernikahan setelah melewati masa pacaran. Ada pula yang hijrah dan mengikuti ketentuan agama.

Wedding Agreement berupaya memotret fenomena ini tanpa bermaksud menggurui. Dari awal saat mengobrol, Archie Hekagery dan Parwez sepakat Wedding Agreement memiliki dimensi luas. Cocok untuk masyarakat awam maupun yang hijrah. Persoalannya, bagaimana menyajikan sebuah cerita tanpa terkesan menggurui. Seringkali para sineas Indonesia menyampaikan sesuatu yang bagus namun caranya kurang luwes.


“Salah satu karya Archi yang saya sukai, Tetangga Masa Gitu. Saya minta padanya agar menyampaikan kisah ini dengan pendekatan komedi situasi. Ada titik di mana penonton menangis tapi juga ada momen penonton tertawa,” sambung Parwez. Ia percaya dengan pendekatan yang pas, penonton bisa menangkap esensi Wedding Agreement. “Bagi saya, film tak cukup hanya lucu atau bikin orang menangis. Bagaimana pun film harus tetap menghibur. Ia harus bisa memainkan rasa dan beragam emosi penonton,” pungkas Parwez.

Penulis : Panditio Rayendra
Editor: Panditio Rayendra
Berita Terkait