Dimsum Martabak: Bukan Awal Yang Indah Bagi Karier Akting Ayu Tingting

Wayan Diananto | 1 Juli 2018 | 04:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Film ini menerima banyak cibiran dari awam maupun pengamat. Sebenarnya, faktor apa yang melemahkan posisi Dimsum Martabak jika dibandingkan dengan empat film Lebaran buatan dalam negeri lainnya? Seperti diketahui, film yang menjadi debut pedangdut Ayu Tingting di layar putih ini mengumpulkan jumlah penonton paling sedikit.

Dimsum Martabak mengisahkan Mona (Ayu), mahasiswi yang putus kuliah dan melamar pekerjaan di banyak tempat karena tekanan ekonomi. Ayah Mona meninggal dunia, sementara ibunya (Meriam) tak mau menerima fakta bahwa sang kepala keluarga telah mangkat. Adik Mona, Lisa (Denira) juga belum punya karier mapan. Suatu hari, Mona dan Lisa membeli martabak Soga, milik Soga (Boy) dan Dudi (Muhadkly). Martabak itu menggelar kontes video lewat medsos.

Lisa diam-diam mengabadikan momen Mona yang menikmati martabak lalu mengunggah video itu di Instagram. Tak disangka unggahan Lisa menerima banyak “like” dan menang. Mona dan Lisa mendapat voucer makan martabak gratis.

Saat makan di warung itu, Mona mengkritik sistem pelayanan martabak Soga yang kurang rapi. Soga menantang Mona merapikan sisem pelayanan warungnya. Sejak itu hubungan mereka menghangat. Masalah muncul ketika Soga mendadak didatangi komplotan preman. Ia dihajar lalu menghilang.

Separuh pertama film ini sangat lucu dan romantis. Kelucuan berasal dari para pelawak tunggal dengan materi receh namun efektif mengundang tawa. Mulai dari kaitan martabak dengan Minions hingga pengunjung yang menanyakan kata sandi wi-fi lalu dijawab Dudi dengan emosi. Lawakan receh ini membuat Dimsum Martabak terasa renyah dan kocak.

Di sela kelakar itu, ada chemistry Ayu Tingting dan Boy yang entah kenapa terasa tidak berlebihan. Momen curi-curi pandang Ayu dan Boy di food truck, kirim pesan lewat secarik kertas padahal jarak keduanya hanya 2 meter, sampai belajar berdansa setelah warung tutup terasa wajar. Logika kita masih bisa menerima. Hati luluh oleh benih-benih cinta yang disemai lalu mekar.

Blunder terjadi persis setelah karakter Soga diculik. Warna film berubah dari komedi romantis menjadi drama cinta yang sayangnya bertema sangat klise: si miskin jatuh hati pada si kaya. Tanpa pijakan yang kuat, kita melihat bagaimana jati diri Soga dikuak. Akibatnya, chemistry Ayu-Boy menjadi berjarak. Unsur komedi mengempis sementara konflik “penjual mimpi” kian pekat. Memasuki paruh kedua, Dimsum Martabak kehilangan greget.

Sebenarnya, blunder ini masih bisa diselamatkan mengingat cinta berbasis beda kelas sosial juga bisa dibuat asyik layaknya Get Married (Hanung Bramantyo, 2007). Sayang, Dimsum lebih senang mengajak penonton bermimpi terlalu tinggi sehingga elemen-elemen dasar seperti konflik kelas sosial dan kebiasaan dua keluarga beda kelas tidak diesplorasi. Cara Dimsum Martabak menyelesaikan konflik terasa instan. Logika kami tak lagi bisa menerimanya.

Dimsum Martabak bukan awal yang indah bagi Ayu Tingting di dunia akting. Reputasi sebagai pesohor dengan jumlah pengikut terbanyak di Instagram tak mampu menyelamatkan film ini dari jurang flop. Bukan berarti kiprah Ayu Tingting di layar lebar akan mandek. Ia masih punya banyak peluang untuk menarik massa ke bioskop asal ceritanya lebih fokus dan solid. Yang tak kalah penting, dipegang oleh sutradara yang mampu mengeksekusi naskah dengan brilian.

Pemain : Ayu Tingting, Boy William, Meriam Bellina, Muhadkly Acho, Denira Wiraguna, Tyas Mirasih, Ferrry Salim, Olga Lydia

Produser : Raffi Ahmad

Sutradara : Andreas Sullivan

Penulis : Alim Sudio

Produksi : RA Pictures

Durasi : 1 jam, 38 menit

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait