Kafir, Bersekutu dengan Setan: Horor dengan Sinematografi dan Artistik "Gokil"

Wayan Diananto | 11 Agustus 2018 | 10:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Banyuwangi, 1993. Herman (Teddy) laki-laki yang sangat bahagia. Ia memiliki istri, Sri (Putri) yang cantik dan pintar memasak. Sri memberinya dua anak, Andi (Rangga) dan Dina (Nadya).

Sayang, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Dalam jamuan makan malam, di tengah deras hujan, Herman meninggal dengan cara tragis. Ia batuk lalu memuntahkan darah berlumur beling. Sri merasa ada yang tak wajar dengan kematian suaminya.

Ia mendatangi dukun santet Jarwo (Sudjiwo), menyodorkan selembar foto sembari bertanya benarkah orang di foto itu yang mengirim santet. Ketika mencoba mengirim balik santet kepada si pelaku, Jarwo tewas terbakar. Warga yang menganggap Jarwo kafir, menolak jasadnya dimakamkan di permakaman kampung. Beberapa hari kemudian, giliran Sri batuk darah bercampur beling.

Film ini bukan prekuel Kafir yang dibintangi Sudjiwo Tejo dan Meriam Bellina (Mardali Syarief, 2002). Benar, ada Sudjiwo Tejo di kedua film ini dengan peran yang sama yakni dukun. Namun karakternya beda. Dalam Kafir 2002, Presiden Jancukers itu memerankan Kuntet. Di film ini, ia menjadi Jarwo. Kafir 2018 melampaui Kafir 2002 dari berbagai elemen.

Pertama, penampilan para pemainnya. Pujian patut diberikan kepada Teddy dan Putri. Teddy yang tampil singkat di awal film meninggalkan impresi mendalam lewat sosok Herman.

Air muka Herman yang berkarisma, kepintaran bermain piano, hingga cara memeluk istri dari belakang seraya merayu membuat kami paham mengapa Sri begitu tertekan ditinggal mati suami. Performa lain yang mengejutkan datang dari Nadya. Ekspresi Dina saat menyampaikan beberapa kemungkinan yang terjadi di keluarganya lalu meneteskan air mata terasa meyakinkan sekaligus menyentuh.

Akting para pemain dibidik oleh penata kamera Yunus Pasolang, yang meraih Piala Maya lewat mahakarya, Marina Si Pembunuh Dalam Empat Babak. Gambar Yunus indah dan syahdu. Adegan Andi dan Hanum (Indah Permatasari) pacaran di tepi danau terasa puitis berkat gambar lanskap. Beberapa detik kemudian, Yunus membingkai ekspresi wajah dua remaja kasmaran di era 1990-an itu. Adegan lain yang tak kalah puitis, pemakaman Herman.

Pengemasan Kafir mengingatkan kami pada standar yang diusung Pengabdi Setan tahun lalu. Kafir di tangan Azhar menjelma menjadi horor artistik, tidak asal bikin kaget, dan membuat kami bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

Tentu saja ada sedikit noda khususnya gawai yang digunakan Dina sepertinya mendauhului zaman. Itu termaafkan berkat keterampilan penulis naskah menjaga selubung misteri. Kita tak bisa percaya begitu saja pada Sri sampai muncul tokoh kunci di sepertiga akhir film. Sejauh ini, Kafir horor terbaik tahun ini. Tak perlu heran jika kelak menyabet nominasi di festival film negeri ini. 

Pemain : Putri Ayudya, Sudjiwo Tejo, Teddy Syah, Rangga Azof, Nadya Arina

Produser : Chand Parwez, Fiaz Servia

Sutradara : Azhar Kinoi Lubis 

Penulis : Rafki Hidayat, Upi 

Produksi : Starvision Plus 

Durasi : 1 jam, 37 menit

(wyn / gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait