Masa Depan Industri Hiburan Selama dan Setelah Covid19, Akan Seperti Apa?

Redaksi | 21 Juni 2020 | 14:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Industri hiburan, seperti bisnis lain, ikut rontok diterjang covid19. Tak ada syuting, tak ada konser, tak ada kerumunan yg membutuhkan tontonan. Semua pekerja industri industri hiburan kehilangan pemasukan utama. Tak hanya aktor-aktris, penyanyi dan pelawak, tapi nyaris semua pekerja dari hulu ke hilir ikut terdampak. Termasuk industri pendukungnya. Bagaimana industri hiburan akan bangkit selama dan setelah wabah virus Corona? 

Kita biasanya coba mengantisipasi perubahan di masa depan dengan memahami kecenderungan yang terjadi saat ini. Tapi mengantisipasi masa depan di tengah perubahan yang sering terjadi tiba-tiba, pekerjaan tak mudah bahkan bagi futuris kampiun sekalipun.

Produk apapun akan secara otomatis mengikuti kemauan sekaligus menyesuaikan diri dengan gaya hidup konsumen. Radio, sebagai contoh, memang sudah lama menghilang dari rumah-rumah, tapi sekarang tak ada mobil yang tak dilengkapi radio. Radio tetap diperlukan, tapi tempat dan waktu mengaksesnya yang berubah. Kabar baiknya, sampai kapan pun orang tetap butuh hiburan dengan menonton (TV/film/pelawak/dll) atau mendengarkan lagu. Tapi cara, tempat dan waktu menikmati yang terus berubah. Untuk waktu lama orang juga tetap membutuhkan idola (dalam sosok artis atau yang lain) untuk dijadikan inspirasi, dengan model interaksi yang tak lagi sama.

Saat orang tak lagi ke bioskop atau mengindari kerumunan dan lebih memilih menghabiskan waktu di rumah, terjadi perubahan perilaku dalam menikmati hiburan. Perubahan ini yang tampaknya harus diikuti pelaku industri hiburan. Bukan tak mungkin kondisi ini akan membuat radio dengan teknologi lebih canggih akan kembali eksis di rumah-rumah. TV yang selama ini jadi pilihan utama hiburan di rumah juga dituntut makin kreatif atau akan dijadikan alternatif kedua setelah internet.

Perubahan apapun sebetulnya tak jadi masalah sejauh semua pihak yang terlibat diuntungkan.Tapi inilah masalahnya. Produser film yang selama ini menangguk laba besar dari peredaran di bioskop, penyanyi dan para penampil lain yang dapat honor besar dari manggung, memang tak bisa begitu saja melakukan shifting. Pendapatan dari hak siar penayangan film di TV publik atau berbayar yang sekarang makin banyak model bisnisnya, atau penjualan produk hiburan lewat berbagai platform digital yang ada, pasti lebih kecil dibanding pendapatan sebelumnya. Honor tampil di TV, atau memanfaatkan segala macam media sosial dan aneka market place, juga tak bisa menggantikan pundi-pundi pendapatan yang hilang.

Semua pekerja indistri hiburan pasti sudah tahu dan bersiap melakukan antisipasi penyambut perubahan. Kemampuan adaptasi sebagai strategi survive di masa lalu, kini menemukan momentum baru yang lebih menuntut tanpa kompromi. Belajar dari pengalaman media cetak, menggantungkan harapan pada platform-platform besar yang sudah eksis terbukti tak terlalu memguntungkan. Tapi celakanya itu satu-satunya alternatif yang tersedia dan dianggap sebagai strategi baru. Platform-platform besar itu mungkin membantu di saat darurat seperti saat ini. Tapi untuk dijadikan andalan di masa depan saya tak terlalu yakin. Media cetak juga media online mengeluarkan banyak biaya untuk memproduksi dan mendistribusikan konten, tapi hasil yang didapat, dibanding saat media cetak masih laku dijual, bagaikan bumi dan langit. Jargon konten harus bisa diakses dengan gratis kian menenggelamkan bisnis media yang terlanjur tergantung pada platform besar. Ironis, dalam dunia yang makin membutuhkan konten, pemilik konten malah tak terlalu diuntungkan. Jangan sampai hal yang sama terjadi pada industri hiburan. Bayangkan apa jadinya kalau film/sinetron/musik/dll juga konser bisa ditonton dengan gratis karena teknologi memungkinkan dan mengkondisikan begitu?

Pelajaran bagi semua pelaku bisnis apapun di dunia saat ini, termasuk industri hiburan, mengandalkan platform besar yang sudah ada hanya akan membuat kita menjadi kerumunan yang tak memegang kendali, sementara limpahan manisnya madu justru dinikmati orang lain.

Tapi apapun yang akan terjadi, pelaku industri hiburan (pembuat musik, film, dll) tetap harus berkarya menghasil produk bermutu tinggi sambil berharap dengan penuh keyakinan produk bagus tetap ada yang mengapreasiasi. Sambil terus melakukan, tak ada salahnya memberi sedikit ruang untuk mengantisiapi terjadinya perubahan, termasuk kalau perubahan itu bisa merusak keyakinan yang dibangun dengan susah payah. Industri hiburan akan tetap hidup, model bisnis dan besaran uangnya yang akan berubah. Zaman yang sulit dan sering membingungkan, tapi sekaligus menawarkan banyak kemungkinan yang bahkan belum pernah sekalipun muncul dalam khayalan.

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait