Review Fast and Feel Love: Saatnya Dewasa dan Tanggung Jawab

Ade Irwansyah (kontributor) | 18 Mei 2022 | 17:07 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Karya terbaru penulis-sutradara Thailand Nawapol "Ter" Thamrongrattanarit, Fast and Feel Love bisa ditonton dengan banyak cara. 

Bagi yang tengah mempelajari penulisan skenario, Fast and Feel Love adalah contoh baik bagaimana sebuah naskah film ditulis. Saat menontonnya kita akan segera menemukan keinginan (want) sang hero, apa yang dibutuhkannya (need) dan bagaimana ia akhirnya menemukan dua hal itu (journey). Struktur tiga babaknya begitu baku hingga kita bisa mengidentifikasi tiap beat cerita dalam film itu.   

Kemudian, bagi yang senang komedi penuh kode referensi pada film-film lain, Fast & Feel Love akan membawa penontonnya mengingatkan pada film-film superhero DC dan Marvel, Fast & Furious, Parasite hingga animasi Prince of Egypt. Fast & Feel Love adalah komedi tak biasa dari Nawapol yang sebelumnya membuat Heart Attack. Eksagerasi atau serba dilebih-lebihkan di film ini terasa lebay namun komikal.  

Namun, bagi saya, tema filmnya yang paling menarik. Tentang proses pendewasaan diri. 

Generasi milenial yang kelahiran akhir 1980-an sampai awal 1990-an saat ini berusia 30-an. Di usia itu, seseorang umumnya sudah punya karier mapan, baru mencicil rumah, atau yang lebih beruntung sudah bisa beli mobil juga. Selain itu, usia kepala tiga juga umumnya seseorang sudah menikah dan memiliki anak usia batita atau balita.   

Tapi tidak demikian dengan hero kita, Kao (Nat Kitcharit). Di umur 30, ia hanya terobsesi pada satu hal: sport stacking alias olahraga menyusun gelas. Tujuan hidupnya adalah jadi juara dunia menyusun gelas. Apa itu susun gelas? Bila Anda pernah nonton Pitch Perfect (2012) dan suka adegan Anna Kendrick memainkan gelas kosong sambil menyanyi, itulah susun gelas. Tapi hilangkan unsur "cute" dari situ dan tambahkan unsur kecepatan, jadilah sport stacking. 

Tapi, tunggu dulu, is it sport? 

Sebuah aktivitas dikatakan sport atau olahraga bila ada unsur kompetisi adu kecepatan dan kekuatan fisik atau mental di dalamnya. Susun gelas memenuhi unsur itu. Namun, pengakuan resminya belum. Film ini mengandaikan ada kompetisi tingkat dunia susun gelas yang juaranya dapat kesempatan meraih uang dan keliling dunia mengenalkan olahraga susun gelas agar diakui sebagai cabang olahraga resmi. 

Dan impian tokoh kita, Kao selain memecahkan rekor dunia juga ingin meraih gelar juara kompetisi tersebut. Tak mengapa jika Kao masih usia kanak-kanak atau remaja belasan tahun. Tapi, ia berumur 30 tahun. Menjadikan sport stacking satu-satunya tujuan hidup dan melupakan hal lainnya (punya karier, keluarga, dll) terasa janggal.    

Sejak awal mengupayakan meraih impiannya ia dibantu Jay (Yaya Urassaya Sperbund). Jay teman Kao saat sekolah. Melihat Kao punya bakat dan mimpi pada sport stacking, ia berjanji untuk mendampingi Kao meraih mimpi itu. Jay menjadi sosok yang membasmi segala rintangan bagi Kao mewujudkan impiannya. Jay menyingkirkan segala halangan. Ia yang rela menggantikan Jay memarkirkan mobil saat ibu Jay menyuruh melakukan itu. Ia membuat suasana jadi sunyi agar konsentrasi Jay tak terganggu. Ia bahkan menyediakan rumah untuk Jay kian fokus berlatih. Ia yang mengurus rumah mulai dari bersih-bersih, memasak hingga bayar tagihan listrik. Ia rela Jay hanya berlatih memecahkan rekor sport stacking seharian dan kesepian. 

Padahal, ia juga punya keinginan dan harapan lain. Ia ingin Jay menaruh perhatian padanya. Ia juga ingin punya bayi.   

Nah, sampai sini sudah ketebak akan seperti apa akhir filmnya? 

Keinginan Kao dan Jay saling bertentangan. Pada satu titik, Jay meninggalkan Kao. Membiarkannya mengurus dirinya sendiri. Segalanya berantakan. Kao kemudian menyewa pembantu (nah, di bagian ini akan mebawa kita pada refensi Parasite). Tapi, beberapa hal tetap harus ia lakukan sendiri.  

Kita juga menyaksikan naik-turun hubungan Kao dan Jay setelah mereka berpisah. Kita akan dibuat bertanya-tanya apakah mereka akhirnya betulan berpisah atau kembali lagi sebagai sepasang kekasih.   

Tentu tak elok membocorkan ending-nya di ulasan ini. Namun, Fast & Feel Love menjanjikan resolusi pada hero kita tentang want dan need yang sudah ditetapkan di awal film. 

Lebih jauh dari itu film ini mengajak penontonnya untuk dewasa. Seiring bertambahnya usia, seseorang seharusnya makin dewasa dan bertanggung jawab. Dua hal itu tidak harus mengesampingkan tujuan hidup (juara dunia sport stacking, misalnya). Tapi menjalankannya beriringan. Itu pelajaran hidup usai menonton Fast and Feel Love. 

Film Thailand Fast and Feel Love mulai tayang di bioskop 18 Mei 2022.

Penulis : Ade Irwansyah (kontributor)
Editor: Ade Irwansyah (kontributor)
Berita Terkait