Janji Hati: Mengandalkan Fenomena Aliando, Tidak Lebih

Wayan Diananto | 10 Februari 2015 | 08:58 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Bukan. Film ini bukan diadaptasi dari lagu “Janji Hati” milik Memes yang populer tahun 1998. Film ini juga bukan versi layar lebar dari sinetron Janji Hati yang dulu dibintangi Dian Nitami dan almarhum Adjie Massaid, yang mengharu biru itu.

Janji Hati yang mendayu-dayu ini mencoba berdiri tegak di atas naskah adaptasi novel berjudul sama, karya Elvira Natali.

“Kok mendayu-dayu sih, Jeung?” tanya seorang teman, beberapa jam setelah penulis menonton film ini.

“Mungkin kamu terlalu terbawa perasaan melihat wajah dingin Aliando,” duga teman penulis yang ceriwis akut ini.

Pangkal permasalahannya, Otoy Witoyo sang sutradara tampak terpengaruh gaya bertutur gurunya, yang menjadi produser film ini, Rudi Soedjarwo, di beberapa film terakhirnya. Misalnya film Liar, Sebelah Mata, atau Batas. Mencoba berbicara lewat gambar-gambar senyap. Tidak melalui dialog.

Formula ini terasa di menit-menit awal ketika kita berkenalan dengan Amanda (Elvira), cewek yang hidup hanya dengan seorang pembantu di rumah yang besar. Terasa lengang. Pergerakan kamera membuntuti kegiatan Elvira pada hari itu.

Entah memang membiarkan penampakan visual yang bicara atau mempresentasikan kesunyian yang menindih karakter utama, mengingat Elvira, eh, Amanda di sini diceritakan kehilangan kakak kandung. Jalinan komunikasi dengan ayah ditautkan lewat satu adegan menelepon. Sekali saja. Lalu, cerita berfokus ke hal lain.

Hal lain itu adalah pertemuan Amanda secara tak sengaja dengan Leo (Guntur). Menjelang sore, Amanda tak sadarkan diri di pinggir jalan dan mobil Leo yang kebetulan melintas, berhenti. Perkenalan terjadi. Leo menyimpan rasa buat Amanda. Hari berganti. Cerita pun berganti.

Di sekolah, tepatnya di gedung olah raga, Amanda baru selesai latihan. Lalu, sekelompok siswa datang untuk main bola. Sebuah bola yang menggelinding ditangkap Amanda lalu dilemparkan ke arah Dava (Aliando). Bola itu membentur hidung Dava. Amanda yang diliputi rasa bersalah lantas berjanji mau melakukan apa saja asal Dava memaafkan keteledorannya. Dava meminta Amanda membersihkan ruangan musik di rumahnya. Rupanya, Dava adalah saudara tiri Leo!

Maka kisah berkutat pada ketiga orang ini. Gambar-gambar sunyi di awal perlahan mulai berani ceriwis. Tidak ceriwis-ceriwis amat, memang. Hanya, kami merasakan alur yang sederhana ini terasa bolong di beberapa bagian. Pertama, yang paling kentara adalah penyakit misterius Dava. Tidak jelas apa yang diidapnya, hanya sedikit terlihat. Yakni, migrain yang menyerangnya di pertengahan film. 

Kedua, kepergian Amanda yang kita sendiri tak tahu sejauh mana dan apa yang dikejarnya pun tidak dijelaskan dalam film ini. Ketiga, terkait dengan judulnya, Janji Hati. Entah mengapa penulis kok tidak merasakan kekuatan janji yang dimaksud. Karena pada akhirnya, pertalian janji itu tidak terasa di akhir kisah. Yang terasa justru pertalian Amanda dengan sahabatnya. Sahabat, yang memberi kabar ke Amanda tentang seseorang yang dicintainya. Mengapa jadi begini, ya?

Selain itu, Otoy mengemas cerita ini kelewat serius dan muram. Visual gambarnya terlihat pucat sementara ini kisah tentang remaja sekolah. Setidaknya, berilah sedikit warna yang mencerahkan hidup para karakternya. Mengingat, tokoh-tokoh dalam film ini bukan dari keluarga susah.

Dengan gambar yang muram dan penuturan relatif sepi, Janji Hati terasa mendayu-dayu. Alur menyiratkan suasana yang kering, cenderung hopeless. Mendayu-dayu serta terasa lama. Penampilan Aliando terbilang menarik. Dia mampu menyiratkan pribadi yang dingin (kalau ogah dibilang judes). Peralihan dari sikap dingin menjadi perhatian dan hangat mampu dipresentasikan dengan cukup baik.

Selebihnya, masalah chemistry yang kurang terbangun. Juga, masalah tidak adanya momen buat dikenang oleh penonton. Atau absennya dialog yang memorable yang ketika diucapkan oleh orang lain, kita akan segera teringat pada (minimal salah satu adegan) film ini. Akhirnya, film ini mengandalkan fenomena Aliando. Mengandalkan loyalitas penggemar Aliando. Dan semoga, para penggemar Aliando itu merespon dengan “memiliki” habit pergi ke bioskop.

Kalau boleh memberi saran, film tipikal seperti ini tidak harus dituturkan dengan gaya nyeni serta gambar-gambar bungkam. Film seperti ini juga membuntuhkan lagu-lagu tema yang menarik, ear catchy, dan romantis, yang identik dengan filmnya. Sayang, Janji Hati yang dibekali beberapa peluru lagu sejauh ini belum bisa menyatu dengan soundtrack.

Kita tidak melihat keterkaitan antara lagu dengan film. Seandainya lagu temanya terpublikasi dengan baik, pasti mampu menolong mengangkat pamor film. Buktinya cukup banyak. Cinta Pertama yang bermuram durja di tangan Nayato Fio Nuala pun bisa terangkat jumlah penontonnya berkat lagu “Cinta Pertama (Sunny)”, bukan?

Pemain: Aliando Syarief, Elvira Natali, Guntur Nugraha, Irma Tricahyanti, Rano Dimas
Produser: Rudi Soedjarwo, Tyas Abiyoga
Sutradara: Otoy Witoyo
Penulis: Anggi Septianto, Elvira Natali
Produksi: Bumi Prasido Bi Epsi, Integrated Film Solution
Durasi: 113 menit

(wyn/gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait