"Tomorrowland": Temanya Sederhana, Visualisasinya Kompleks

Wayan Diananto | 6 Juni 2015 | 06:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - TOMORROWLAND. Negeri Hari Esok. Begitu kira-kira jika diterjemahkan secara sederhana.

Mendengar judulnya, kami berimajinasi macam-macam. Apalagi ketika menyaksikan bumper Walt Disney yang mendadak futuristik. Makin deg-degan kami dibuatnya.

Namun, film ini tampaknya meninggalkan beberapa catatan krusial untuk sineas peraih dua Oscar, Brad Bird. Dan George Clooney, tentunya.

Tomorrowland memiliki senjata tajam bernama “pola tutur yang unik”. Satu jam pertama kami menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi. Ini bukan nyinyir, lo. Ini 100 persen pujian.

Pada 1964, bocah Frank Walker (Thomas) naik angkot membawa ransel yang ukurannya sebesar tubuhnya. Frank membawa jetpack tabung gas berisi nitrogen ke Pameran Teknologi Dunia.

Kepada petugas Nix (Hugh), ia mengklaim dengan jetpack ini, manusia bisa terbang. Teknologi yang dinilai belum sepenuhnya jadi itu ditolak Nix. Athena (Raffley), gadis kecil pelit senyum itu, melihat semangat dalam diri Frank.

Dia memberikan lencana huruf “T”. Lencana itu mengantar Frank ke dunia baru. Di sudut lain, Casey Newton (Britt) ditangkap polisi karena kedapatan menyusup ke area NASA. Setelah dijamin ayahnya, Eddie (Tim McGraw), Casey dibebaskan. Anehnya, saat mengambil barang-barang pribadinya yang disita polisi, dia mendapati lencana “T” di dalam tasnya.

Apa hubungan Casey dan Frank? Misteri itu dijaga Brad hingga satu jam pertama. Pada paruh kedua, penonton beroleh jalan terang. Termasuk pertemuan Casey, Athena, dan Frank dewasa (George).

Tomorrowland sejujurnya menjanjikan sampai kami menyadari ada beban berat yang sengaja diletakkan di tengah skenario. Persis di tengah film ini, cerita memberat. Nyaris kehilangan unsur fun. Ini masalah terbesar Tomorrowland: anomali muatan cerita. Padahal secara teknis, film ini sangat mengesankan.

Efek visualnya mengasyikkan. Film ini menerbangkan penonton ke level imajinasi yang “hampir gila”. Sinematografi dan penyuntingan gambar yang jeli membuat durasi sepanjang 130 menit seolah bukan masalah besar.

Chemistry yang dibangun ketiga tokoh utamanya solid. Dari tiga pemeran utama, hanya George yang kurang nendang. Sepertinya, peraih dua Piala Oscar itu lupa ia sedang masuk ke dunia Disney. Dunia di mana “imajinasi lebih penting ketimbang ilmu pengetahuan”.

Dunia di mana keajaiban sangat-sangat mungkin. Entah mengapa, George tampak kurang enjoy. Padahal Britt dan Raffley tampil ekspresif dan emosional. Inti film ini keadaan dunia yang memburuk hanya bisa diperbaiki oleh orang-orang yang punya semangat pantang menyerah.

Tema sesederhana ini divisualkan dengan sangat kompleks sekaligus brilian oleh Brad. Untuk keberaniannya berimajinasi tentang masa depan indah, kita patut mengangkat topi.

(wyn/gur)

Pemain    : George Clooney, Hugh Laurie, Britt Robertson, Raffley Cassidy, Thomas Robinson
Produser  : Damon Lindelof, Brad Bird, Jeffrey Chernov
Sutradara  : Brad Bird
Penulis      : Damon Lindelof, Brad Bird, Jeff Jensen
Produksi    : Walt Disney, A113, Babieka
Durasi        : 130 menit

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait