Magic Hour: "The Rain, The Sunshine, The Friendship"

Wayan Diananto | 29 Agustus 2015 | 07:12 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - MAGIC Hour (MH) adalah kejutan akhir pekan lalu. Dirilis bersamaan dengan Fantastic Four, Hantu Nancy, dan Love You, Love You Not, karya Asep Kusdinar pada hari pertama sukses mengumpulkan lebih dari 25 ribu penonton. Pencapaian yang mengingatkan kita pada performa Surga Yang Tak Dirindukan tempo hari. Apa yang membuat film ini dicintai publik?

Dua hari dilempar ke bioskop, MH menggandakan jumlah layar di beberapa kota besar. Dalam pantauan kami, film ini berkuasa di Slipi Jaya dan Sunter (Jakarta), Grand dan Platinum (Solo), CSB XXI (Bandung), Empire XXI (Bandung), CGV Blitz (Yogyakarta), Balekota XXI serta Karawaci (Tangerang). Sejumlah bioskop yang enggan menggandakan layar memberi slot midnight show kepada MH. Dalam waktu empat hari, film ini mengumpulkan hampir 180 ribu penonton.

Padahal, plot film ini klise. Temanya berkutat pada cinta, persahabatan, dan pengorbanan yang dibumbui petuah-petuah cinta. Rain (Michelle Ziudith) yatim piatu yang diadposi Flora (Meriam Bellina). Sejak itu, Rain membantu Flora menjalankan bisnis Flora Florist dan menemani putri Flora, Gweny (Nadia Arina).

Flora berinisiatif menjodohkan Gweny dengan Dimas (Dimas Anggara), putra sahabatnya, Cindy (Ira Wibowo). Cindy menyambut hangat inisiatif Flora. Namun, Gweny tak 100 persen senang dengan perjodohan ini. 

Tidak ingin membeli kucing dalam karung, ia mengutus Rain menyamar sebagai Gweny untuk menjajaki seperti apa sifat Dimas. Tidak disangka, Dimas tampan dan baik. Interaksi Dimas dan Rain berjalan hangat. Diam-diam, Dimas jatuh hati pada Rain. Baginya, Rain memberi harapan baru untuk hidupnya yang nyaris tanpa harapan. Di sisi lain, sahabat Rain, Toby (Rizky Nazar) mencintai Rain. Baginya, Rain adalah The Sunshine yang selama ini dinanti-nanti.

Masih ingat Heart? MH dalam 30 menit pertama mengingatkan kami pada konsep yang dulu pernah diusung Heart dengan sedikit bumbu Ungu Violet yang dibintangi Mbak Dian Sastrowardoyo. Kekuatan film ini, menjadikan cinta begitu dekat dan terhubung dengan audiens.

Jalinan cinta segi tiga dibuat begitu intens. Sama seperti Heart, MH menyisipkan petuah-petuah cinta yang diucapkan dengan gaya tidak terlalu puitis. Inilah yang menurut kami menjadi “racun” yang mengepayangkan penonton. Anda butuh petuah cinta model apa? Hampir semuanya ada di MH.

“Aku enggak mau kasih kamu cinta yang biasa saja”, “Seorang laki-laki yang tidak bisa meluangkan waktu buat keluarga, belum pantas disebut laki-laki sejati,” dan seterusnya.

Kekuatan lain, ketiga pemain utamanya yang relatif jarang tampil. Bahwa Dimas sudah membintangi empat film itu tak terbantahkan. Namun, ia belum pernah mencetak box office dan peran-perannya selama ini cenderung mudah dilupakan orang. Begitu pula Michelle dan Nadia.

MH momentum bagi para bintangnya. Jangan sepelekan Michelle. Bintang sinetron Diam-Diam Suka ini punya fans militan.

Setelah menonton, kami bikin status di Twitter mengutip salah satu pemain: “Cinta adalah hal yang aku percaya tanpa harus aku melihatnya.”

Dalam 24 jam, status kami itu di-retweet lebih dari 30 kali oleh fans Ziudith. Tidak usah kaget jika setelah ini Screenplay Films jadi lebih sering memproduksi film dan Dimas-Michelle menjadi primadona laya lebar yang baru.

Kombinasi naskah, pemain, dan lagu tema yang membuat penonton terbawa suasana akhirnya sukses menggiring lebih banyak penonton menuju bioskop. Itu saja faktor yang membuat MH menjadi sleeper hit dua minggu terakhir? Tentu tidak. Izinkan kami memberikan analisa “ala-ala” untuk Anda.

Begini, tema cinta, persahabatan, dan pengorbanan bukan tema baru. Kita tentu ingat, setelah Heart meledak, banyak produser menyodorkan tema sama.

Sayang, para pengekor Heart tidak pernah bisa sesukses yang diekor. Mengapa? Karena jarak antara pengikut tren dan trendsetter-nya terlalu dekat. Dengan mudah masyarakat akan mengingat Heart dan menuding film B, C, dan D ikut-ikutan.

Kasusnya sama seperti Surat Kecil Untuk Tuhan yang menjadi box office. Sejak itu, film dengan tema anak cacat dianiaya oleh lingkungan sekitar merebak.

Cerita-cerita buatan Agnes Davonar diburu produser untuk difilmkan dan dirilis hanya beberapa bulan setelah Surat tayang di bioskop. Apakah cerita-cerita itu bisa sesukses atau melampaui pencapaian pendahulunya? Tidak.

Kuncinya? Ketika sebuah tren meledak, jangan buru-buru mengikuti. Beri jeda beberapa tahun sampai perhatian masyarakat kita yang pelupa lagi pemaaf teralihkan ke hal-hal yang lain. Kemudian, sodorkan tema yang sama yang pernah sukses sekian tahun lalu kepada penonton. Insya Allah, mereka akan suka dan mau menonton lagi. Setidaknya itu yang terjadi pada Surga Yang Tak Dirindukan bulan lalu. Cinta berbalut isu poligami jelas bukan hal baru.

Ayat-ayat Cinta telah melakukannya tujuh tahun silam dengan hasil amat gemilang. Setelah itu, banyak film Islami dengan isu relatif sama membanjiri bioskop. Religi dipandang sebagai genre yang “seksi” di mata produser. Adakah yang sesukses karya Hanung? Tidak. Bahkan Ketika Cinta Bertasbih pun sukses setelah melakukan branding dan mendengungkan promo sekitar setahun sebelumnya.

Kini setelah tujuh tahun, isu mirip Ayat-ayat Cinta digulirkan kembali dengan pendekatan yang lebih lembut. Para hijabers dan ibu-ibu kembali terisak di dalam bioskop. Kini setelah sembilan tahun, isu serupa Heart kembali diembuskan ke bioskop. Penonton ABG pun kembali tersedu di bioskop.

Film, musik, dan fashion itu sama. Selalu ada tren yang disambut hangat. Lalu, tren itu biasanya akan berulang lagi sekian tahun kemudian. Sambutan yang hangat terulang kembali. Intinya, jangan buru-buru mengulangi tren. Berikan jeda agar tren-tren baru muncul. Kemudian sodorkan kembali tren lawas. Maka, ledakan yang dulu pernah terdengar akan menggema kembali. 

(wyn/gur)

Pemain    : Dimas Anggara, Michelle Ziudith, Rizky Nazar, Nadia Arina, Meriam Bellina 
Produser    : Sukhdev Singh, Wicky V. Olindo, Stanley Meulen
Sutradara    : Asep Kusdinar
Penulis        : Tisa TS, Sukhdev Singh
Produksi    : Screenplay Pictures
Durasi        : 96 menit

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait