[Resensi Film] The Legend of Tarzan: Sang Legenda Kembali ke Rimba

Wayan Diananto | 16 Juli 2016 | 02:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Mereka menyebutnya Tarzan, Untuk waktu yang sangat lama, mereka bilang Tarzan itu roh jahat, Hantu di pepohonan...Penguasa atas hewan-hewan rimba. Dialah yang paling memahami hewan-hewan di hutan, karena rohnya, senantiasa ada bersama mereka.

Begitulah larik-larik yang dipakai Jane (Margot) untuk memperkenalkan kembali sang raja rimba: John Clayton III alias Tarzan (Alexander). Dulu, ia tinggal di hutan. Ia dibesarkan oleh gorila Kala (Madeleine). Saudara rimbanya bernama Akut (Matt). Di Inggris, ia baru saja melewati masa susah. Jane keguguran. Karenanya, John tidak ingin Jane ikut dalam perjalanan kembali ke Kongo.

Kongo adalah lembah Afrika yang kaya akan mineral. Raja Leopold dari Belgia mengklaim Kongo sebagai miliknya. Ia membangun tidak kurang dari 50 benteng, melindungi Kongo dengan puluhan ribu pasukan. Pasukan yang direkrut Leopold pasukan bayaran. Mereka digaji untuk membunuh. Dengan ambisi ingin menjadi yang terkaya dan berpengaruh di dunia, Leopold mengucurkan dana tak terbilang banyaknya. Akibatnya, ia berada di ambang kebangkrutan. 

Leopold menugaskan Leon Rom (Christoph) mengunjungi Kongo. Tujuannya, menemui kepala suku Mbonga (Djimon) dan menanyakan keberadaan permata langka Opar. Anda kemudian menjadi saksi betapa mengerikan nasib penduduk Kongo. Mereka dijadikan budak untuk dijual ke kawasan lain. Sadar keluarganya di Kongo diperlakukan tidak ubahnya binatang, John kembali ke rimba. Dr. George Washington Williams (Samuel) diajak serta.

Kabar Tarzan akan dibuat versi live action dengan pendekatan psikologis sebenarnya sudah terdengar sejak 2003. Kala itu, Warner Bros. menggandeng Jerry Weintraub Production. Tiga tahun kemudian, isu itu menemukan titik terang setelah Warner Bros. melobi Guillermo del Toro sebagai sutradara. Pada 2008, Guillermo digantikan Stephen Sommers, sineas yang dikenal lewat film The Mummy. Berkali-kali ganti sutradara dan penulis naskah membuat proyek ini mengambang hingga empat tahun kemudian, Warner “main mata” dengan David Yates.

Bersama David, The Legend of Tarzan menemukan titik terang yang sebenarnya. Warner dan rekan menyiapkan dana 180 juta dolar AS. Rumah produksi yang melahirkan The Dark Knight ini mengumumkan 1 Juli 2016 sebagai tanggal rilis. The Legend of Tarzan bagi kami salah satu film musim panas dengan konstruksi cerita sederhana namun terasa solid berkat akting para pemainnya. 

Di Indonesia, Alexander mungkin baru dikenal lewat Battleship. Tarzan akan jadi medium untuk menerbangkan namanya ke seluruh bumi. Perubahan fisiknya membuat kami percaya Tarzan ditakdirkan untuknya. Di beberapa adegan, posturnya yang jangkung terlihat begitu lentur. Masuk akal jika ia bergelantungan di akar-akar rambat. Seksi, jauh dari kesan pemain cinta. 

Margot sejujurnya kurang terlihat mempunyai jiwa petualang. Ia malah tampak seperti putri dari negeri dongeng dengan kecantikan level paripurna. Dengan konfigurasi pemain yang mayoritas laki-laki (sementara tokoh perempuan tampak seragam), Margot menjadi makhluk paling bersinar. 

Bagi kami yang sinarnya paling benderang adalah Leon Rom. Reputasi Christoph sebagai pemeran pendukung tak perlu diragukan lagi. Dua kali dinominasikan sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik lewat film Inglourious Basterds (2009) dan Django Unchained (2012), dua kali pula ia menang. Menariknya, Leon di tangan aktor kelahiran Austria ini menjelma menjadi pribadi tenang, anggun, dan terencana. Ambisinya tidak diterjemahkan dalam suara yang berat atau memekik.

Ia menjalankan negosiasi yang dipagari dengan suap serbarapi. Hanya orang-orang dengan mata dan hati jeli yang mampu memahami kebrengsekan karakter ini. Leon versi Christoph menjadi villain tangguh dan jika dilihat lebih dekat, mengerikan.

Tarzan tahun ini memang tidak mempunyai lagu tema yang membekas di hati seperti Tarzan versi Walt Disney 17 tahun silam. Yang membekas dari karya David adalah ilustrasi musik gubahan Rupert Gregson-Williams. Di beberapa bagian, terdengar grande, eksotis, serta mampu merangkul gambar-gambar belantara yang sebenarnya tidak seluruhnya diambil di Afrika. Namun hanya lewat alunan musik, penonton dibuat yakin bahwa mereka sedang berada di Kongo yang liar.

Pemain    : Alexander Skarsgard, Christoph Waltz, Samuel L. Jackson, Margot Robbie, Djimon Hounsou, Madeleine Worrall, Matt Cross
Produser    : David Barron, Tony Ludwig, Alan Riche, Jerry Weintraub 
Sutradara    : David Yates
Penulis    : Craig Brewer, Adam Cozad, Edgar Rice Burroughs
Produksi    : Warner Bros., Village Roadshow Pictures
Durasi        : 1 jam, 49 menit

 

(wyn/gur)

 

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait