Sambut Era Digital, Ini Strategi Menjadi Public Relation

Romauli Gultom | 27 Februari 2020 | 18:12 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Era digital menciptakan peta media di Tanah Air semakin clutter. Hal ini dipicu oleh hadirnya beragam channel di luar media mainstream yang kerap mempengaruhi strategi komunikasi para pemilik brand. 

Dalam situasi seperti ini, peran jurnalis sebagai earned media menjadi sangat penting untuk menyebarkan pesan dan informasi kepada khalayak, sekaligus  memberi value dalam kampanye brand dan korporat. 

Untuk mencapai tujuan itu, tentu saja penting bagi pengelola brand memahami tuntutan dan kebutuhan dari para jurnalis dalam menjalankan profesinya.

Pentingnya para pemilik brand memahami jurnalis dalam menjalankan praktek jurnalistik inilah yang menjadi tema utama sharing session dalam acara MIX Marketing Gathering sekaligus memperingati HUT ke-16 Majalah MIX Marcomm yang diadakan di Auditorium London School Public Relations (LSPR) Jakarta, Rabu (26/2). 

Acara ini menghadirkan jurnalis dari berbagai media, serta para praktisi PR dan pengelola brand dari sejumlah korporat. 

Prita Kemal Gani, Founder and CEO LSPR Jakarta, dalam keynote speech-nya menyampaikan tantangan dan peluang bagi para praktisi komunikasi perusahaan di era digital. 

Menurut dia, terdapat lima tantangan sekaligus peluang tersebut, yaitu pertama, konvergensi media tradisional dan digital. Kedua, bentuk komunikasi interaktif; ketiga, informasi sekarang mengalir dengan cepat dan grati; keempat, segala sesuatu didukung oleh teknologi; dan kelima, kecepatan perubahan dan kecepatan respon.  

President ASEAN PR Network (APRN) ini menekankan bahwa aktivitas PR yang proaktif sangat dibutuhkan untuk membangun sebuah brand. Terlebih di era digital yang semakin heterogen dengan tampilnya new audience, new relations, new tool, serta new standard. “Jelas, itu menjadi tantangan bagi pengelola brand maupun praktisi komunikasi,” ujarnya. 

Menurut dia, ada tiga strategi PR di era digital saat ini, yakni pentingnya menjalin hubungan yang baik, melakukan endorse melalui orang-orang yang kompeten dan memiliki kredibilitas yang baik serta berupaya menciptakan image brand maupun kroporat yang juga baik. 

Lis Hendriani, Pemimpin Redaksi Majalah MIX, menambahkan peta media yang sekarang semakin clutter dengan kehadiran beragam channel di luar media mainstream menjadi tantangan baru bagi para praktisi komunikasi brand maupun korporat. 

Jurnalis sebagai pelaku earned media, katanya, seharusnya semakin meningkatkan kompetensinya dalam membuat berita yang berimbang untuk membedakannya dengan para selebgram, endorser, atau Key Opinion Leader (KOL) yang selama ini banyak yang diperlakukan sebagai paid media oleh brand/korporat. Sementara pihak korporat, katanya, seharusnya lebih menghargai berita yang ditulis para jurnalis yang lebih berimbang karena value-nya lebih besar (sebagai earned media).   

Pada  acara sharing session bertema “Ketika Jurnalis Ngomongin Brand” tampil lima orang wartawan senior dari berbagai desk sebagai pembicara, yakni Dwi Wulandari, wartawan majalah MIX MarComm; Eny Wibowo, wartawan hidupgaya.co; Herning Banirestu, wartawan majalah bisnis SWA; Lilis Setyaningsih, wartawan Wartakota; dan M. Syakur Usman, wartawan Merdeka.com. 

Para pembicara berbagi pengalaman terkait dalam kegiatan jurnalistik di lapangan, dari soal kesulitan menembus narasumber untuk wawancara, sikap narasumber yang “pelit” memberikan data, konten rilis yang minim informasi, persoalan sikap tertutup narasumber saat diterpa isu, dan persaingannya dengan para selebgram yang menjadi brand endorser. 

Menurut para pembicara, pemilik brand atau korporat dan jurnalis sebenarnya saling membutuhkan. Bagi jurnalis, yang dibutuhkan adalah data atau statement dari pejabat yang kompeten terkait tema tulisan.  Oleh karena itu, memberi akses seluasnya bagi jurnalis untuk menggali informasi menjadi tuntutan dan kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam menjalankan praktek jurnalistik. 

“Agar terjalin hubungan harmonis,  PR di korporat maupun pengelola brand mesti membuka akses seluasnya bagi jurnalis untuk memperoleh informasi. Bersikap komunikatif dan interaktif dengan jurnalis, serta kreatif dengan menyuguhkan konten informasi yang lengkap dan detail,” tandas Dwi Wulandari. 

Penulis : Romauli Gultom
Editor: Romauli Gultom
Berita Terkait