Alasan Mengapa Sebaiknya Kita Keluar dari Grup Chat Saat Sedang Isoman Covid-19

Wida Kriswanti | 28 Juli 2021 | 09:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Kabar seseorang yang kita kenal terkena Covid-19, melakukan isoman, atau dirawat di rumah sakit, hingga yang sampai harus meninggal, saat ini semakin sering terdengar. Tidak lain disebabkan semakin masifnya penyebaran virus tersebut dengan segala varian terbarunya. Kabar semacam itu biasa kita dapatkan dari grup-grup chat, seperti grup WhatsApp dan lainnya.

Tentu kabar semacam itu penting bagi semua yang berada di dalam grup. Bisa mengetahui kabar seseorang yang kita kenal, apalagi kita sayangi, sangat berarti. Namun perlu diketahui, efek berbeda akan dirasakan oleh anggota grup yang kebetulan sama sedang terkena Covid-19. Mental mereka bisa jadi akan terganggu karena ponselnya dibombardir kabar sedih dan duka. Mental yang drop bisa berisiko menurunkan imun yang padahal sangat diperlukan tubuh dalam usaha melawan virus.

Dan ini belum ditambah yang menghubungi langsung atau japri. Dengan maksud menunjukkan kepedulian, rasa simpati, dan empati terhadap mereka yang sedang terkena Covid-19, namun nyatanya malah bisa menambah stres.

“Makanya (boleh saja) blok semua nomor,” ceplos psikolog Sani Budiantini Hermawan, saat Edukasi Penanganan Pandemi Covid-19 Bagi Pekerja Media dan Peluncuran AMSI Crisis Center COVID-19 dalam siaran live di kanal YouTube AMSI Asosiasi Media Siber Indonesia, Selasa (27/7).

Menurut Sani, ketika kita sedang merasakan sakitnya ini, mereka yang malah terus saja menelepon, menghubungi, dengan maksud memberi semangat, tapi dengan cara yang kurang tepat, malah bisa menimbulkan gejala sakit yang makin serius. Karena mungkin menelepon menanyakan kabarnya sambil ikut menangis, menjerit-jerit, lalu mengucapkan kata-kata penyemangat semacam ‘kamu harus kuat’, ‘kamu jangan sakit’, ‘kamu jangan mati’, ‘saya sayang kamu’, dan lain sebagainya.

Sebetulnya kepedulian khas masyarakat Indonesia ini sangat bagus. Artinya banyak orang yang ingin hadir untuk membantu, hanya saja tidak tahu caranya. “Makanya saya ingin mengedukasi, penderita dan pendamping, untuk mari yuk konsultasi ke psikolog. Untuk tahu cara-cara yang benar, agar mereka yang didampingi juga jadi lebih sehat, bukan malah lebih sakit,” kata Sani.

Maka apa yang minimal bisa dilakukan pendamping dalam memberikan dukungan terbaiknya?

“Akomodir perasaannya. Memvalidasi perasaannya. Ketika ada seseorang yang kita kenal berkata ‘saya sedih sekali kena Covid’, maka cukup katakan saya ikut prihatin kamu sedih,” kata Sani.

Kemudian dengarkan keluh kesahnya tanpa menghakimi, tenangkan perasaannya, tidak menyalahkan, membatasi menyampaikan berita negatif, mengajak kepada kegiatan yang menghibur, dan tidak menimbulkan kepanikan. Tidak lupa, arahkan ke psikolog jika sekiranya masalah mental yang dihadapi dirasa lebih serius.

Penulis : Wida Kriswanti
Editor: Wida Kriswanti
Berita Terkait