8 Besar Piala Dunia 2018, Uruguay vs Prancis: Rekam Jejak Pelatih Uruguay, Tabarez

TEMPO | 6 Juli 2018 | 13:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Laga Uruguay vs Prancis pada babak 8 besar Piala Dunia 2018 akan tersaji di Stadion Nizhny Novgorod Jumat malam nanti. Meskipun secara materi pemain Uruguay kalah kelas dari Prancis, mereka memiliki juru racik piawai Oscar Tabarez yang bisa menjadi kunci pada laga ini.

Tabarez bisa dianggap sebagai batu sandungan bagi Prancis. Secara total, kedua negara sudah bertemu delapan kali dan empat diantaranya ketika Uruguay ditangani Tabarez.

Dari jumlah itu, Tabarez tak pernah sekali pun menelan kekalahan dari atas skuad Ayam Jago. Catatan satu kemenangan dan tiga kali seri membuat pelatih asli Uruguay itu bisa dianggap lebih piawai ketimbang pelatih lawan, Didier Deschamps.

Secara pengalaman, Oscar Tabarez, memang seorang pelatih kawakan yang sudah banyak memakan asam garam. Memulai karirnya setelah satu tahun pensiun sebagai pemain pada 1979, tabarez menangani tim Uuguay, Bella Vista. Disana dia bertemu dengan Jose Herrera, pelatih fisik yang hingga kini menenaminya kemana pun dia melatih.

Kecintaannya mengorbitkan pemain muda di Bella Vista membuat federasi sepak bola Uruguay merekrutnya sebagai pelatih Timnas Uruguay U-20 setahun berselang. Meskipun merangkap jabatan, Tabarez terbukti sukses setelah memlawan skuad muda Uruguay meraih medali emas di Pan American Games 1983.

Nama Tabarez kembali mencuat pada 1987 setelah dia membawa Penarol menjuarai Copa Libertadores. Setahun berselang dia pun dipercaya menukangi tim senior Uruguay yang akan berlaga di Copa Amerika 1989.

Di ajang sepak bola antar negara paling bergengsi di Amerika Selatan itu, Oscar Tabarez kembali mencuri perhatian. Dia sukses membawa Uruguay ke babk final. Dalam perjalanannya, Uruguay berhasil mengandaskan Argentina yang diperkuat Diego Maradona. Naas, Uruguay kalah dari tuan rumah Brasil di partai final.

Namun kejeniusannya seakan terhenti pada Piala Dunia 1990 di Italia. Uruguay sempat terseok-seok di babak penyisihan grup. Seri melawan Spanyol, kalah dari Belgia dan menang atas Korea Selatan merupakan catatan Uruguay. Namun pada babak 16 besar langkah mereka harus terhenti di kaki Italia. Kekalahan yang membuat dia memutuskan berhenti dari jabatan pelatih Uruguay.

Dia kembali ke Timnas Uruguay setelah mereka gagal melaju ke putaran final Piala Dunia 2006. Kepada federasi sepak bola Uruguay, Tabarez saat itu mempresentasikan rencananya untuk semua tim kategori umur hingga tim senior. Menurut dia, harus ada keseragaman soal bagaimana cara Uruguay bermain dari level junior hingga senior. Hal itu membuat dia mendapatkan julukan El Maestro atau Sang Guru.

Pertemuan pertama Tabarez dengan Prancis adalah pada November 2008 dalam laga uji coba. Sadar timnya kalah kelas dari Prancis yang masih diperkuat Thierry Henry, Franck Riberry, Nicholas Anelka, hingga Patrick Vieira dan Willian Gallas, Tabarez mengubah skema permainan Uruguay. Dia keluar dari pakem 4-3-3 yang biasa dia gunakan dan memilih bermain dengan enam bek.

Strategi itu sukses membuat Prancis yang ditangani Raymond Domenech frustasi. Meski menguasai pertandingan Prancis gagal menjebol gawang Uruguay.

Dua tahun berselang, Tabarez kembali beradu strategi dengan Prancis. Kali ini di ajang Piala Dunia 2010. Pada laga pembuka grup A, Uruguay kembali menahan imbang Prancis yang menjadi pesaing kuat mereka untuk lolos ke babak 16 besar.

Lagi-lagi kecerdikan Tabarez patut diacungi jempol. Sadar bahwa strategi bertahan yang dia terapkan mungkin bisa sudah bisa dibaca oleh Domenech, Tabarez kali ini justru hanya bermain dengan tiga bek dalam skema 3-5-2. Laga berjalan cukup keras saat itu hingga wasit harus mengeluarkan tujuh kartu kuning dan satu kartu merah.

Namun pada akhirnya, Uruguay lah yang berjaya. Setelah menahan imbang Prancis, mereka menang atas tuan rumah Afrika Selatan dan Meksiko hingga mampu meraih gelar juara grup A.

Di ajang itu, dia bahkan mampu membawa Uruguay lolos hingga babak semi final. Naas, mereka ditumbangkan oleh Belanda. Pada perebutan gelar juara ketiga, Uruguay kalah secara dramatis dari jerman dengan skor 2-3. Jerman menang lewat gol Sami Khedira di menit-menit akhir pertandingan.

Itu merupakan raihan terbaik Tabarez bersama Uruguay di ajang Piala Dunia. Setahun berselang dia bahkan membawa Uruguay meraih gelar Copa America pertamanya sejak 1995. Dia menyingkirkan Argentina yang diperkuat Lionel Messi pada babak perempat final lewat drama adu pinalti. Di partai puncak, Uruguay membantai Paraguay 3-0.

Tiga tahun berselang, Tabarez kembali membawa Uruguay berlaga di Piala Dunia. Dia mencetak rekor sebagai pelatih pertama Uruguay yang mampu mengalahkan tim asal Eropa dalam lebih dari 4 dekade terakhir setelah menang 2-1 dari Inggris.

Naas, sukses Tabarez sempat tercoreng aksi gigit telinga penyerang Luis Suarez terhadap bek Italia, Giorgio Chiellini. Uruguay lolos ke babak 16 besar berkat kemenangan 1-0 dari Italia namun kalah 0-2 dari Kolombia setelah absennya Suarez.

Setelah Piala Dunia 2010, Tabarez dua kali beradu strategi dengan Deschamps. Pada laga persahabatan Agustus 2012, Tabarez lagi-lagi menahan imbang Prancis meskipun tak diperkuat sejumlah pemain andalannya seperti Luis Suarez dan Edinson Cavani.

Setahun kemudian, dia sukses meraih kemenangan perdananya dari Prancis dan Deschamps. Gol tunggal Luis Suarez menjadi penentu kemenangan Uruguay.

Sebagai seorang pelatih, selain dianggap piawai dalam meracik strategi, Tabarez dikenal sebagai sosok yang keras dan karismatik. Dia selalu bersikap dingin terhadap media dengan tak mau sedikitpun membocorkan strategi yang dia siapkan.

Sikapnya yang keras itu juga yang membuat Tabarez enggan mundur dari kursi pelatih Uruguay meskipun disebut mengalami gangguan syaraf kronis. Pada ajang Copa America Centenario dua tahun lalu, dia terlihat harus menggunakan mobil golf di pinggir lapangan. Pada Piala Dunia 2018 ini, sebuah tongkat bantuan untuk berjalan tak pernah lepas dari sisinya.

Mental keras Tabarez itulah yang membuat dia dihormati seluruh pemainnya. Dia juga selalu menunjukan loyalitasnya kepada para pemainnya. Saat Suarez menggigit kuping Chiellini pada Piala Duni 2014, Tabarez maju ke depan dan membela pemainnya tersebut.

Tak hanya itu, dia juga pernah terlibat keributan pada babak 16 besar Copa Libertadores 1991. Saat itu terjadi adu jotos antara pemain Boca Juniors, tim yang dia tangani, dengan pemain Colo-Colo. Tabarez ikut dalam adu jotos itu dan dilaporkan menerima dua pukulan di wajahnya.

Tak hanya itu, Tabarez pun selalu punya komentar mengejutkan soal permainan keras yang ditunjukan oleh anak asuhnya. Misalnya saat mereka kalah dari Brasil pada final Copa America 1989. Laga itu sempat tercoreng 11 kartu kuning dan perkelahian diantara pemain kedua tim di lorong menuju ruang ganti. Namun Tabarez dengan santai menyatakan bahwa timnya kalah bukan karena bermain kasar. "Tetapi karena Brasil bermain lebih baik dari kami," ujarnya.

Sikap keras itu terasa tak mengejutkan jika melihat kalimat yang terpajang di rumahnya di Montevideo. Oscar Tabarez menganggumi pejuang Kuba Che Guevara sehingga kutipannya terpampang di dinding kediamannya. "Kamu harus tegarkan dirimu tanpa harus kehilangan kelembutan," begitu kutipan Che Guevara yang terpampang di dinding rumah Oscar Tabarez.

Namun, seiring perjalanan waktu, sikap keras Tabarez tampaknya mulai pudar. Buktinya, hingga babak 8 besar Piala Dunia 2018, Uruguay hanya menerima satu kartu kuning dan menjadi tim dengan peringkat fair play terbaik.

Nah, apakah dengan semakin tuanya Tabarez ketajaman strateginya juga memudar? Jawabannya tentu akan tersaji pada laga babak 8 besar Piala Dunia 2018 melawan Prancis malam nanti.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor : TEMPO