8 Cara Menghadapi Anak yang Super Sensitif

Alam Mary | 12 Mei 2024 | 11:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Anda mungkin termasuk yang sedang bertanya-tanya, mengapa si kecil belakangan ini menjadi lebih sensitif? Berteriak saat rambutnya disisiri, langsung muram saat mendengar kata tidak, dan menangis kencang ketika saudara-saudaranya mengganggu, dan lain-lain. Yang mana Anda pikir hal-hal tersebut seharusnya masih bisa disikapi anak tanpa reaksi berlebihan.

Well, anak-anak seperti ini bisa dibilang termasuk yang  sensitivitas emosinya berkadar tinggi. Bahkan sangat tinggi jika dibanding anak-anak lainnya. Beberapa anak bisa merasakan emosi dengan lebih mendalam, lebih mudah marah, cepat merasa frustasi, tapi juga lebih bersemangat dibanding teman sebayanya.

Kebanyakan anak terlahir dengan sensitivitas emosi tingg. Namun biasanya akan menurun seiring pertumbuhan usia mereka. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan ada anak yang membawanya hingga dewasa sebagai sifat yang menetap. Yang dapat dilakukan orang tua hanya mengatur sensitivitas emosi anak dan membantu mereka untuk lebih bisa mengontrolnya pada banyak situasi.

1. Memvalidasi emosi mereka

Saat anak berteriak hanya karena sebuah gesekan yang tidak sampai menggores kulit mereka, kebanyakan orang tua akan langsung mengatakan bahwa itu luka yang tidak buruk, tidak usah menangis, dan semacamnya. Namun sikap tidak memvalidasi perasaan atau mengomentari negatif akan memperburuk situasi emosi yang sedang dirasakan anak.

Yang orang tua dapat lakukan adalah mendengarkan dan menerima keluhan anak dengan baik. "Sakit? Pasti kamu kaget tadi ya?"

2. Bantu anak mengenali emosi mereka

Saat anak menunjukkan emosi tertentu, bantu mereka mengenali dengan cara menyebutkan nama dari emosi tersebut. "Mama lihat kamu sedih sekali?", "Kayaknya kamu lagi marah, kan?", dan semacamnya. Jangan lupa orang tua melakukan yang sama saat merasakan emosi tertentu. "Mama sedih karena nenek tidak jadi datang ke sini", "Mama benar-benar terkejut dengan kelakuan anak-anak yang sering kasar itu", dan lain-lain. 

Saat menonton film atau drama bersama anak, orang tua juga bisa memulai diskusi dengan melempar pertanyaan seperti, "Menurut kamu apa yang lagi dia (karakter) rasakan?" 

3. Berdayakan mereka dengan banyak informasi 

Anak kecil selalu ingin banyak tahu. Ambil ini sebagai kesempatan untuk membagi sebanyak-banyaknya informasi pengetahuan kepada anak. Misalnya saat jadwal periksa kesehatan bulanan. Ceritakan kepada anak tentang mengapa badan mereka harus diukur tingginya, beratnya, dilihat giginya, dan lain-lain.

Atau jika mereka akan disuntik. Beritahukan saja semuanya termasuk mengapa harus merasakan sakit disuntik. Semakin banyak dan luas pengetahuan anak, semakin tinggi kesiapan mental mereka akan sesuatu.

Jangan lupa untuk membiarkan anak memegang kendali atas beberapa hal seperti memilih tangan mana yang akan disuntik, memilih hadiah dari dokter, dan lain-lain.

4. Menetapkan harapan yang realistis

Cara lain agar anak merasa bahwa mereka yang memegang kendali yaitu dengan membantu menetapkan capaian target yang realistis. Misalkan anak sedang mengerjakan puzzle, orang tua bisa beri gambaran jika puzzle yang sedang dimainkan lebih rumit. "Mengerjakan separuhnya saja sudah bagus banget untuk hari ini. Bagaimana menurut kamu?"

5. Ajarkan anak keterampilan mengatasi emosi

Sensitivitas emosi tidak bisa dihilangkan, namun bisa dikendalikan. Berikut beberapa langkah yang dapat orang tua lakukan. Yaitu mengajak anak latihan pernapasan dalam, membuat mantra ajaib, permainan berhitung mundur hingga perasaan tenang, ajarkan anak untuk berani ambil waktu untuk sendirian atau time out, membuatkan kotak peralatan ajaib kesukaan anak, dan mengenali mood booster anak. 

6. Pisahkan antara perasaan dan perilaku

Beritahukan anak jika tidak ada yang salah dengan apa yang mereka rasakan. Namun yang harus diubah adalah perilaku dalam mengekspresikan perasaan yang harus disesuaikan dengan tatanan sosial yang berlaku.

Kaget boleh, tapi berteriak jelas tidak boleh karena mengganggu orang lain. Marah boleh, tapi sambil memukul atau menendang tentu tidak boleh.

Beri anak pengertian tentang ini. Orang tua harus tepat dan fokus menegur anak hanya soal perilakunya, bukan soal perasaannya. Jangan katakan "Masa begitu saja sedih?", melainkan "Kamu bisa duduk dulu kalau memang mau menangis. Kasih tahu Mama kalau perasaan kamu sudah lebih baik." 

7. Cari solusi bersama

Semakin anak besar, orang tua dapat mendiskusikan secara terbuka tentang permasalahan yang dihadapi. Jika anak sudah paham, tidak ada salahnya untuk memulai diskusi untuk bersama-sama menemukan solusi. 

8. Hindari kemungkinan memperkuat ledakan emosi

Cara-cara seperti memberikan hadiah saat anak mampu mengendalikan emosinya, memberi perhatian berlebihan saat terjadi ledakan emosi atau sebaliknya menyuruh anak diam, menyuruh anak berhenti menangis, terus-menerus menenangkan, hingga mengumumkan kepada orang-orang kalau anak memiliki sifat terlalu sensitif, ini malah akan memperburuk segalanya.

Kapan harus meminta bantuan ahli? Anak yang sensitivitas emosinya tinggi kadang berkaitan dengan masalah kesehatan pendengaran atau juga psikologis. Jika keseharian anak sudah benar-benar terganggu, hubungan dengan teman sebaya yang buruk, atau sering mendapatkan laporan tentang perilaku tidak terkendali anak di sekolahnya, bantuan ahli sudah sangat diperlukan untuk dapat mengetahui penyebab dan jalan keluarnya.

Penulis : Alam Mary
Editor: Ari Kurniawan
Berita Terkait