Pandemic Agreement Tuai Sorotan, Dianggap Tidak Sesuai Komitmen

Supriyanto | 29 Mei 2024 | 01:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Sejak pandemi Covid melanda, hingga saat ini banyak perubahan terjadi. Mulai dari kebiasaan sehari-hari masyarakat hingga kebijakan pemangku kekuasaan. AIDS Healthcare Foundation menyuarakan perhatian besar terhadap proposal perjanjian yang tengah digodok oleh Negosiasi WHO Pandemic Agreement (Traktat Pandemi).

Traktat Pandemi merupakan perjanjian para pemimpin negara besar yang berkomitmen pada “solidaritas, kejujuran, transparansi, inklusi dan keadilan”.

Keadilan atau equity awalnya dinarasikan sebagai jantung dalam proposal perjanjian ini, lalu dijalankan menjadi tidak berarti apa-apa dan sekedar klise.

Meskipun perjanjian ini menyebutkan tujuan dari pencegahan, kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi berlandaskan keadilan, namun banyak negara-negara seperti tidak serius menjadikannya sebagai sebuah kenyataan.

Janji-janji, amal, maupun kewajiban sukarela dianggap cukup untuk mencegah atau mengatasi kesengsaraan kemanusiaan yang diakibatkan ketidakadilan kesehatan dunia selama COVID-19.

Hal ini mengapa menandatangani Pandemic Agreement ini harus diletakan pada komitemen yang jelas dan mengkaitkannya pada kewajiban-kewajiban yang dijalankan secara adil.

The Pandemic Access and Benefit Sharing System (PABS), pasal 12, adalah cara utama untuk mengatasi ketidakadilan kesehatan global.

Selama pandemi, negara- negara berkembang “dipaksa untuk ambil bagian dalam ketidakadilan melawan kekuatan besar” di mana kompetisi produk-produk kesehatan terkait pandemi, seperti alat pencegahan, reagen, diagnostik, perawatan penyelamat kehidupan, bahkan oksigen, memperkeruh ketidakadilan serta menghalangi efetivitas penanganan.

“Pada segala tingkatan pandemi COVID-19, negara-negara berkembang berjuang untuk mendapatkan keadilan akses ke semua produk-produk kesehatan terkait pandemi. Pertama terbatasnya masker, diagnotisk, ventilator, dan oksigen, kemudian vaksin, dan selanjutnya efektif terapeutik” terang Dr. Jorge Saavedra, Executive Director of the AHF Global Public Health Institute di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

“Sementara itu, negara-negara maju bisa mendapatkan dan menyimpan banyak pasokan dunia ketika mayoritas dunia menantinya di garis belakang,” tambah Jorge.

Di bawah PABS, para pihak dibutuhkan untuk membagikan meteri-materi biologis dan rangkain data genetis secara cepat, ini sangat diperlukan dalam pengembangan diagnostik, vaksin, dan terapeutik secara tepat waktu.

Partisipasi dalam sistem ini mensyaratkan persetujuan peserta untuk berbagi prosentase tertentu dari produk-produk kesehatan terkait pandemi guna memastikan mereka dapat mendistribusikannya secara seimbang, diperuntukan bagi kebutuhan darurat di semua negara dan menjaga keamanan kesehatan global.

Saat ini, perdebatan sengit antara negara-negara maju dan negara-negara lain mengenai ketentuan Pasal 12 semakin memburuk saat negosiasi mendekati akhir.

Penulis : Supriyanto
Editor: Supriyanto
Berita Terkait