Sruti dan Soimah Terharu Bisa Kolaborasi Bareng Waldjinah

TEMPO | 4 April 2016 | 21:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pentas “Keroncong Pesona Indonesia-Sinden Republik” akhir pekan lalu menghadirkan para seniman kondang, termasuk tiga penyanyi dan sinden Soimah Pancawati, Endah Laras, Sruti Respati, dan Rita Tila.

Mereka memamerkan suara merdu dalam pentas persembahan untuk Waldjinah, yang dikemas dalam lakon Sinden Republik. Kehadiran Waldjinah di pentas itu malah membuat para penyanyi dan pesinden menangis.

Menjelang akhir pementasan, penyanyi keroncong kondang Waldjinah memasuki panggung dengan kursi rodanya. Waldjinah langsung disambut tepuk tangan penonton.

Para penyanyi serta sinden ini duduk di sekitar pelantun tembang Walang Kekek itu. Endah Laras kemudian meminta Waldjinah menembangkan lagu kondang, Walang Kekek. Dengan sedikit parau, Waldjinah pun menyanyi.

Seusai menyanyi, tokoh Sinden Sepuh (dimainkan oleh Sujiwo Tejo) meminta para penyanyi muda menyanyikan kembali tembang Walang Kekek.

Yang pertama Soimah. Dia mulai menyanyi dengan suara tersendat karena mulai menangis. Nyi Sinden Sepuh pun menguatkan Soimah dan memintanya menyanyikan dengan lebih baik.  

Demikian juga dengan Endah Laras, Sruti, dan Rita Tila yang melanjutkan lagu kondang Waldjinah itu.

Mereka menyanyikan tembang tersebut juga sambil menangis. Setelah keempatnya menyanyi, Waldjinah ikut menyanyi.

"Bukan sedih, tapi terharu dengan semangat beliau,” ujar Sruti kepada Tempo seusai pementasan di Graha Bhakti Budaya, Jumat malam, 1 April 2016.

Menurut Sruti, dia dan teman-temannya kagum dengan semangat Waldjinah hingga tak mampu menahan tangis. Padahal, dalam keseharian, Sruti juga banyak bertemu dan bekerja sama dengan Waldjinah. Dia menyebut Waldjinah yang memulai babat alas mempopulerkan keroncong dan langgam. Kehadiran Waldjinah menjadi penyemangat para penyanyi muda.

“Jadi suntikan energi, kondisi beliau setelah sakit, tapi masih mau hadir,” ujar PNS di lingkungan Kota Surakarta ini.

Dalam pentas yang menyajikan cerita tentang sinden sepuh, yang berusaha mencari sinden bersuara emas, ini ditampilkan beberapa tembang dan banyolan dengan menyisipkan pesan-pesan filosofis.

Soimah diplot menjadi sinden yang paling kocak, cuek, kurang ajar mengeluarkan ucapan-ucapan yang menyentil dan lucu. Sruti tampil lebih kalem dan sopan, meski pada suatu ketika dia sempat nyerocos sulit dihentikan. Namun, bagi Sruti, kekurangan ajaran, guyonan, dan kalimat yang terlontar menjadi alat untuk introspeksi.

“Jadi alat untuk kontemplasi, introspeksi juga, bangga, terharu, dan malu dengan semangat beliau,” ujarnya.

Dia mengatakan pesinden atau penyanyi sering dianggap gampang dilecehkan. Banyak suara miring tentang profesi ini. Tapi Sruti menolak untuk tunduk. “Justru harus semangat dan jadi ajang pembuktian mampu berprestasi untuk menepis suara miring,” ucapnya.

 

TEMPO

 

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait