[RESENSI] Kain Kafan Hitam & 3 Masalah Yang Mengganggu Selama Menonton Film Ini

Wayan Diananto | 16 Februari 2019 | 14:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pencinta film Indonesia dibombardir ratusan horor lokal dalam tiga bahkan empat tahun terakhir. Dari yang digarap serius sampai yang digarap (ngakunya) serius tapi hasilnya gitu, deh. Film memedi terus diproduksi dengan dalih, genre ini pasti ditonton. Sejeblok apa pun hasilnya pasti untung. Lalu kita disuguhi berbagai macam cerita dari yang dekat dengan logika sampai mengawang-awang. Bagaimana dengan Kain Kafan Hitam?

Sejak awal saya was-was dengan ceritanya. Evelyn (Haico) bersama kedua adiknya yakni Arya (Rayhan Cornellis) dan Maya (Jessica Lucyana Taroreh) mengontrak rumah. Dengan kondisi tabungan yang menipis, tak mungkin bagi Evelyn untuk menyewa rumah di pusat kota. Ia lantas mendapat rumah dengan bujet bersahabat di pinggir kota. Pacar Evelyn, Bimo (Maxime) setia mendampingi dari berburu kontrakan hingga pindahan.

Sejak pindah di rumah itu, Maya dan Arya menemukan banyak kejanggalan. Mereka sering mendengar suara yang berasal dari kotak musik di dekat tangga hingga melihat perempuan berbaju hitam dengan muka mengerikan. Evelyn yang awalnya tak percaya akhirnya mendengar dan merasakan sendiri kejanggalan rumah itu. Puncaknya, ia mengajak Bimo bersama kedua sahabatnya, Roy (Shandy) dan Angeline (Claudy) untuk menginap semalaman.

Ada beberapa masalah yang mengganggu selama menonton Kain Kafan Hitam. Pertama, saya terganggu dengan rumah yang didapat Evelyn. Mengaku bujet terbatas namun rumah yang disewanya berwujud vila. Tanpa identitas orang tua yang jelas, saya bingung bagaimana uangnya cukup untuk menyewa rumah gedongan ini.

Kedua, beberapa adegan yang tidak kontinyu. Saat mencapai klimaks, ada kilas balik. Dalam rentetan kilas balik itu, saya disuguhi gambar hutan yang dibelah sungai. Lalu tampak helikopter mendarat di pinggir sungai. Sampai film berakhir dan credit tittle merayap tak ada penjelasan tentang mengapa harus ada adegan itu. Setelah helikopter dengan manja mendarat, adegan malah beralih ke vila. Sudah. Begitu saja.

Ketiga, penampakan hantu tidak mengerikan. Bisa jadi riasan wajah dan rambutnya kurang natural sehingga efek ngerinya kurang nampol. Sepanjang film, saya hanya kaget sekali, yakni saat Roy memotret pepohonan lalu sebuah tangan menyentuh punggungnya. Ilustrasi musik yang mengentak membuat adegan ini bikin jantung rasanya mau copot.

Selebihnya, cerita Kain Kafan Perawan relatif mudah ditebak. Para pemain di film ini segar namun performa mereka tidak meninggalkan kesan mendalam. Penokohan yang kurang kokoh dan cerita yang serbaringkas menyisakan banyak lubang pertanyaan. Termasuk salah satu tokoh yang katanya meninggal namun tak terjelaskan sampai akhir cerita.

Ini kali pertama Maxime menjadi sutradara. Tidak mudah baginya, apalagi hasil akhir film ini masih jauh dari harapan. Namun dengan semangat dan bakat yang dimiliki, saya percaya kesempatan kedua dan ketiga akan datang untuk Maxime. Di sanalah ia akan membuktikan diri mampu mengeksekusi cerita dengan lebih rapi dan mengeluarkan versi terbaik dari para pemain yang diarahkannya. Semoga!

Pemain : Haico Van Der Veken, Maxime Bouttier, Claudy Putri, Shandy William
Produser : Ratu Rahman
Sutradara : Yudhistira Bayuadji, Maxime Bouttier
Penulis : Girry Pratama
Produksi : Lingkar Film
Durasi : 1 jam, 16 menit

Penulis : Wayan Diananto
Editor : Wayan Diananto