Kaleidoskop 2017: 10 Perbedaan Anies Baswedan dan Ahok Pimpin Jakarta

TEMPO | 28 Desember 2017 | 08:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Terdapat sejumlah perbedaan gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno, dibanding pemimpin sebelumnya, Ahok dan Djarot Saiful Hidayat. 

Sejak dilantik oleh Presiden Jokowi pada 16 Oktober 2017, pendekatan yang digunakan pasangan Anies-Sandi untuk membenahi permasalahan di DKI Jakarta kerap mengundang kontroversi. Berikut 10 perbedaan pemerintahan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno selama dua bulan memerintah DKI Jakarta dibandingkan dengan era Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.

1.APBD DKI 

Usulan Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) 2018 sebesar Rp 77,1 triliun yang diajukan Gubernur Anies Baswedan menuai kontroversi. RAPBD 2018 ini lebih besar Rp 7 triliun dibandingkan anggaran di masa kepemimpinan Ahok sebesar Rp 70,19 triliun.
  
Salah satu yang mendapat perhatian publik adalah dana hibah Rp 1,7 triliun. Meski secara nominal, dana hibah era Anies Baswedan sebenarnya lebih kecil bila dibandingkan dengan masa Ahok. Pada 2016, anggaran hibah Ahok mencapai Rp 2,2 triliun.

Pada APBD DKI 2018, belanja hibah Rp 1,7 triliun dialokasikan ke 104 badan, lembaga, organisasi kemasyarakatan, dan sarana ibadah, seperti masjid, gereja, pura, dan majelis taklim. Pada era Ahok di 2016, belanja hibah dibagikan untuk 90 badan, lembaga, dan organisasi masyarakat.

2.Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)

Anies Baswedan menganggarkan honorarium untuk 73 anggota TGUPP sebesar Rp 28 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2018. Nilai itu melonjak 14 kali lipat dari rencana anggaran sebelumnya, yang hanya Rp 2,3 miliar. Menurut Anies, setiap orang yang bekerja untuk membantu gubernur menyusun kebijakan harus dibiayai pemerintah daerah.

Mendagri Tjahjo Kumolo merekomendasikan sumber anggaran untuk TGUPP diambil dari biaya penunjang operasional (BOP) gubernur seperti yang dilakukan pada era Ahok. Jumlah TGUPP Anies pun dinilai terlalu gendut ketimbang era Jokowi yang hanya 9 orang dan 13 orang pada pemerintahan Ahok.   

3.Pengaduan ke Balai Kota dipindah ke kecamatan

Salah satu tradisi yang tak lagi diteruskan di masa pemerintahan Gubernur Anies adalah pengaduan masyarakat ke Balai Kota DKI.  Tradisi yang dimulai sejak masa kepemimpinan Jokowi ini memberi kesempatan bagi warga menyampaikan keluhan dan aspirasinya secara langsung bertatap muka dengan gubernur dan wakil gubernur. 

Mulai pertengahan November, layanan pengaduan masyarakat bagi warga Jakarta diselenggarakan di 44 kantor kecamatan setiap Sabtu mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. Dengan demikian, warga yang ingin mengadu tidak harus datang ke Balai Kota dan menemui Anies-Sandi.

4.Rapat tak lagi disiarkan di YouTube dan keterbukaan terhadap wartawan

Gaya kepemimpinan Anies-Sandi disorot oleh awak media lantaran dianggap lebih tertutup dibanding dengan pemimpin sebelumnya. Baik Anies dan Sandi dinilai lebih irit bicara saat ditanya soal rencana strategis dalam setiap program kerjanya. Bahkan tak jarang mereka menghindar dari awak media yang telah menunggu. Rapat yang sebelumnya bebas diliput wartawan pun kini tertutup.

Setelah Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menjadi pemimpin Jakarta, pemerintah DKI juga jarang mengunggah video yang merekam proses rapat di lingkungan pemerintahan. Padahal pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, hampir semua peristiwa rapat diunggah di situs YouTube sehingga masyarakat tahu bagaimana pemerintah membuat kebijakan.

Sandiaga beralasan kanal YouTube Pemprov DKI pasti dipenuhi komentar masyarakat yang pro dan kontra setelah video diunggah. Kanal ini justru menjadi arena saling ejek sehingga Sandiaga khawatir perdebatan itu bisa memicu perpecahan.

5.Penataan Tanah Abang

Keruwetan di kawasan Tanah Abang telah menjadi pekerjaan rumah bagi setiap pemimpin DKI. Berbeda dengan pemimpin sebelumnya yang melarang pedagang kaki lima atau PKL berjualan di trotoar karena mengganggu pejalan kaki, Gubernur Anies Baswedan memilih menutup Jalan Jatibaru Raya dari kendaraan umum dan pribadi untuk PKL.

Jalan Jatibaru Raya di depan Stasiun Tanah Abang ditutup pada pukul 08.00-18.00 WIB. Penutupan berlaku untuk kedua jalur, baik yang ke arah Jatibaru maupun Jalan Kebon Jati. Jalur ke arah Jalan Kebon Jati dipakai oleh 400 pedagang kaki lima atau PKL. Jalur sebaliknya digunakan bus Transjakarta untuk mengangkut penumpang dari stasiun Tanah Abang tanpa dipungut biaya.

6.Reklamasi Teluk Jakarta 

Berbeda dengan gubernur sebelumnya, baik Ahok maupun Djarot Saiful Hidayat, Gubernur Anies Baswedan menolak melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Bahkan pada 22 November 2017, Anies mencabut Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta untuk dikaji lagi. Menurut Anies, pihaknya  ingin membangun kawasan pantai Jakarta dengan mempertimbangkan aspek geopolitik, sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya.

7. Penutupan Hotel Alexis 

Satu janji kampanye yang ditunaikan Gubernur Anies Baswedan adalah menutup Hotel Alexis. Hotel yang disebut sarang prostitusi itu resmi berhenti karena Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) miliknya tak lagi diperpanjang oleh Pemprov DKI sejak 30 Oktober 2017.

Gubernur sebelumnya, Ahok berdalih tak bisa menutup Alexis meski perda di DKI Jakarta melarang prostitusi karena tidak ada bukti bahwa hotel dan griya pijat itu menjalankan praktek prostitusi.

8.Azan 

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menginstruksikan agar suara azan dari Masjid Fatahillah diperdengarkan lewat pengeras suara ke seluruh ruangan gedung Balai Kota DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Suara azan sebelumnya hanya terdengar di sekitar Masjid Fatahillah yang terletak di dalam kompleks Balai Kota.

9.Pergub soal baju dinas PNS Pemprov DKI 

Gubenur Anies Baswedan merevisi peraturan gubernur tentang pakaian dinas PNS DKI soal jadwal penggunaan pakaian khas Betawi sadariah. Semula, pegawai Pemprov DKI dijadwalkan mengenakan pakaian sadariah pada hari Kamis. Dalam Pergub Nomor 23 Tahun 2016 tentang pakaian dinas, baju batik dipakai pada Jumat. 

Pada aturan baru dalam Pergub Nomor 183 Tahun 2017, jadwal pemakaian baju sadariah dan batik ditukar. Sebab, baju sadariah yang mirip dengan baju koko dianggap lebih pas dikenakan pada Jumat yang berbarengan dengan salat Jumat.

Untuk aturan pemakaian ikat pinggang dan sepatu pantofel tidak ada perubahan, sehingga Wagub DKI Sandiaga Uno wajib mengenakan sepatu pantofel hitam dan tak lagi mengenakan sepatu kets seperti pada saat pertama kali bertugas di Balai Kota. Namun hingga saat ini Sandiaga masih menolak memakai sabuk hitam PNS DKI.

10. Pengelolaan Monas

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi peraturan gubernur yang mengatur pemanfaatan kawasan Monumen Nasional (Monas) bagi kegiatan publik. Melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 186 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 160 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Kawasan Monumen Nasional, Monas bisa digunakan lagi untuk kegiatan pendidikan, sosial, budaya, dan keagamaan.

Pada era kepemimpinan sebelumnya, Monas tak boleh digunakan sebagai tempat untuk kegiatan budaya, pendidikan, sosial, dan agama per 13 Oktober 2017. Dalam pergub itu Monas disebutkan hanya untuk kepentingan negara.

Dalam pergub baru ini, kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar harus memperoleh izin gubernur yang diambil berdasarkan rekomendasi dari sebuah tim, dan bukan sekadar diskresi dari Gubernur Anies Baswedan.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait