Semakin Langka, Dodol Betawi Tetap Diburu Tiap Menjelang Lebaran

Ari Kurniawan | 14 Juni 2018 | 00:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Bagi sebagian masyarakat Betawi, Lebaran tanpa kehadiran dodol dirasa kurang lengkap. Makanan berbahan dasar ketan, gula merah, dan kelapa, ini biasanya ada di rumah-rumah masyarakat asli Jakarta saat Hari Raya. Tak jarang juga dijadikan hantaran ketika bersilaturahmi ke kediaman keluarga dan kerabat.

Pembuat dodol Betawi saat ini terbilang sudah sangat langka. Selain proses pembuatan yang sulit dan memakan waktu, membuat dodol juga membutuhkan modal yang tidak sedikit. 

Untuk sekali proses pembuatan dodol dengan wajan besar, membutuhkan waktu sekitar 8 hingga 10 jam. Sementara untuk mengaduk adonan, sedikitnya butuh tenaga tiga orang dewasa.

Salah satu pembuat dodol yang masih eksis hingga sekarang adalah Kutong. Pria 56 itu sudah membuat dan menjual dodol Betawi sejak 1995.

"Dulu saya kerja sama orang keturunan. Ilmunya saya ambil, terus saya kerjain di rumah. Alhamdulillah bisa," ujarnya, saat ditemui di kediamannya, di Desa Rawakalong, Gunung Sindur, Bogor.

Tidak setiap hari Kutong memproduksi dodol. Denyut nadi bisnis dodol Betawi miliknya baru terasa menjelang Idul Fitri. Selain dodol, ia juga membuat kue Cina atau kue keranjang.

"Kalau mau Lebaran memang banyak yang cari. Apalagi orang sekarang mah buat dodol sama kue Cina ribet, makan waktu, jadi mending beli," jelasnya.

Sepekan menjelang Lebaran, pesanan dodol biasanya mulai membludak. Kutong bisa menghabiskan 6 hingga 8 ton beras ketan untuk produksi. "Bahannya saya giling sendiri. Alatnya punya sendiri. Kayu buat bakar saya beli satu truk. Kayunya harus kayu rambutan, karena kalau bukan kayu rambutan rasanya beda," urainya.

Jumlah tenaga kerja pun ditambah seiring membanjirnya pesanan. "Awal-awal puasa pekerjanya paling lima orang. Ada tiga orang kerja dari tetangga sama anak-anak saya. Tapi kalau sudah seminggu jelang Lebaran, yang kerja juga tambah banyak. Sekitar 10 orang lah," kata Kutong, yang juga dibantu dua anak dan seorang istri.

Dodol dan kue keranjang yang sudah jadi dikemas dalam sebuah wadah plastik. Untuk dodol dikemas dalam lipatan plastik transparan yang memanjang. Untuk kue keranjang, per kilo dijual seharga 26 ribu rupiah, dan per kilonya dibagi menjadi dua kue.

"Kalau harga di luar itu sekitar 60-70 ribu per kilogram untuk dodol. Sedangkan kue keranjang sektiar 30-35 ribu per kilogram," kata Kutong.

Boedie Soekarno, salah seorang agen yang sudah beberapa tahun menjadi pelanggan, mengakui kelebihan dodol buatan Kutong. "Saya sudah beberapa tahun jual dodol dari Pak Kutong ini. Memang dodolnya agak beda ya, lebih enak," kata dia.

Kutong belum tahu sampai kapan dirinya akan menjalankan usaha dodol Betawi ini. Bukan hanya soal materi, bagi Kutong, bisnis ini juga dilandasi semangat untuk melestarikan kuliner asli dari Tanah Kelahirannya.

(ari/ari)

Penulis : Ari Kurniawan
Editor: Ari Kurniawan
Berita Terkait