Obesitas dan Depresi Ternyata Saling Berkaitan, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Rizki Adis Abeba | 31 Januari 2019 | 06:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Obesitas dan depresi menjadi dua hal yang saling berkaitan. Namun bagaimana kaitan antara kelebihan berat badan dengan gangguan pikiran seperti depresi? Apakah stigma tentang obesitas yang menyebabkan depresi, ataukah depresi yang menyebabkan perilaku (makan tanpa terkendali) hingga menyebabkan obesitas?

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Australia Selatan dan Universitas Exeter di Inggris terhadap 48 ribu orang yang mengalami depresi menemukan bukti kuat bahwa obesitas memang benar dapat menimbulkan depresi, bahkan pada orang yang tidak mengalami masalah kesehatan terutama pada wanita. Namun para ahli menyebutkan, hubungan antara obesitas dan depresi bukanlah hubungan sebab akibat, tapi lebih kepada hubungan korelasi.

“Mekanismenya mungkin bekerja melalui otak. Kita tahu bahwa patofisiologi (ilmu yang mempelajari gangguan fungsi organ yang meliputi asal penyakit, sebab, dan akibatnya) depresi dan obesitas melibatkan metabolisme otak,” Laura Holsen, asisten profesor psikiatri di Sekolah Kedokteran Harvard, Amerika Serikat,mencoba menjelaskan.

Dokter Jordan Smoller, profesor psikiatri di Sekolah Kedokteran Harvard yang juga pakar dasar-dasar genetik penyakit mental memberikan penjelasan ilmiah lain. Menurutnya, senyawa kimia otak yang mempengaruhi suasana hati dan berat badan seringkali bertumpang tindih, kata.

“Hormon-hormon yang mempengaruhi metabolisme tubuh dan depresi, mungkin berperan di dalamnya. Hormon-hormon ini, termasuk kortisol atau yang disebut sebagai hormon stres dan leptin yang meregulasi penyimpanan lemak tubuh. Mereka mungkin melakukan pekerjaan ganda,” jelas Jordan Smoller.

Hal lain yang berkaitan dengan depresi dan obesitas adalah peradangan. “Ada bukti bahwa obesitas dan diet tinggi lemak sangat berkaitan dengan aktivasi jalur peradangan di otak yang relevan dengan depresi. Bagian otak yang mengatur nafsu makan bertumpang tindih dengan bagian otak yang mengatur suasana hati,” tandas Jordan Smoller.

(riz/bin)

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait